Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bencana kemacetan total

Pemudik terjebak kemacetan total sepanjang jalan cikampek-indramayu (sekitar 150 km). di stasiun gambir, seorang penumpang jatuh terpelanting dan tergilas kereta api.

27 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arus mudik menyebabkan kemacetan total di jalan Cikampek-Indramayu. Di Stasiun Gambir, seorang penumpang digilas kereta api. ALUNAN lagu dang dut Lebih Baik Sakit Gigi dari Meggi Z. mendadak berhenti. Dari kaca belakang mikrobis yang ditempeli tulisan Wong Banyumas Group itu, seorang lelaki bertelanjang dada, sambil mengayun-ayunkan kipas, mencoba menenangkan raungan tangis bayi. Di sebelahnya, dua laki-laki muda terlihat turun dari Colt station, mendekat dan mengetuk-ngetuk jendela riben sedan yang berhenti di depannya. Sambil menunjuk-nunjuk tenggorokannya sendiri, mereka minta minuman. Di siang terik, di daerah persawahan antara Cikampek dan Pamanukan itu, air memang sangat berharga. Bukan hanya dua pemuda tadi yang nekat minta-minta air akibat kehausan. Ribuan pemudik lain dari Jakarta merasakan hal sama. Mereka juga jengkel, putus asa, karena harus menunggu berjam-jam, terjebak kemacetan total sepanjang Cikampek-Indramayu (sekitar 150 km). Gemerincing musik kaset mobil hilang ditelan suara tangis anak-anak yang kegerahan. Suasananya demikian hiruk-pikuk. Belum lagi deru mobil dan bunyi klakson pengemudi yang tak sabar. "Sudah berkali-kali saya mudik, tapi baru sekali inilah terjadi kemacetan total," tutur seorang pemudik kepada TEMPO. Pemandangan pada Ahad dua hari menjelang Lebaran itu memang dramatis. Sejak dini hari, arus mobil pemudik dari Jakarta sudah menyemut masuk jalan tol. Dua puluh kilometer sebelum Cikampek, kemacetan mulai terasa. Jalan tol yang biasanya dilalui dua jalur kendaraan itu kali ini dijejali empat deret mobil. Akibatnya, beberapa kali terjadi serempetan. Menjelang masuk gerbang tol Cikampek, macet total. Bunyi klakson kembali bersahut-sahutan. Petugas pintu tol kurang gesit melayani pengembalian pembayaran tol. Akibatnya, antrean mobil semakin panjang. Lolos pintu tol, kemacetan sedikit berkurang. Namun, itu tak berlangsung lama. Di daerah persawahan antara Cikampek dan Pamanukan, tepatnya di wilayah Sukamandi, lagi-lagi terjadi kemacetan total. Di jalan raya dua arah itu, arus kendaraan dari Jakarta membentuk empat jalur. Praktis kendaraan yang dari arah timur tak bisa bergerak. Di udara meraung-raung helikopter kepolisian. "Heh, lu enak-enak di atas. Turun, dong! Atasin nih kemacetan," teriak seorang pengendara. Sementara itu, beberapa anak kecil keluar dari mobilnya, melambai-lambaikan baju. Polisi lalu lintas mati kutu. Kemacetan di Sukamandi itu sampai empat jam. Kawasan itu sudah tersulap jadi terminal. Pedagang pengasong yang menjual aneka makanan berseliweran. Para pemudik pun banyak yang turun, duduk-duduk di jalan aspal sambil makan. Malah ada serombongan pemudik dari Cirebon menyetel lagu dangdut keras-keras, dan berjoget. Dalam keadaan stres, karena lelah, atraksi itu cukup menghibur. Menjelang magrib, konvoi mulai bergerak, beringsut: tiga meter jalan, sepuluh menit berhenti. Sejumlah kendaraan mulai ngadat. Di sepanjang jalan arah Cirebon itu, terlihat banyak sekali sampah makanan yang dibuang pemudik seenaknya. Pompa-pompa bensin penuh sesak. Untuk mengisi bensin, harus menunggu antrean sampai satu jam. Polisi berjaga di setiap pompa bensin, mengatur antrean, karena di tempat itu sering terjadi ketegangan, akibat saling serobot. Dua puluh kilometer menjelang Indramayu lagi-lagi macet. Di tempat itu, terjadi pertemuan dua arus, dari arah timur dan barat. Polisi banting tulang membuat tiga jalur, agar kendaraan bisa jalan semua. Tapi yang terjadi, yang bisa bergerak hanya kendaraan dari arah barat. Arus dari timur (kebanyakan bis malam dan truk) membeku. Sopir-sopir yang berada di deretan paling depan malah banyak yang tertidur, mematikan mesinnya. Akibatnya, kendaraan di belakangnya -kurang lebih memanjang sampai 15 kilometer -ikut-ikutan berhenti, tak bisa maju. Perjalanan baru normal setelah memasuki Cirebon. Jarak Cikampek-Cirebon 159 km, yang biasanya bisa ditempuh tiga jam, hari itu bisa 20 jam. Sampai di Cirebon, umumnya pengendara mulai terserang kantuk berat. Ini bisa dilihat dari deretan kendaraan yang diparkir di pinggir jalan. Banyak di antara mereka menggelar koran, tidur dekat mobilnya. Di Jakarta sendiri, pada hari Minggu itu, banyak penumpang tak terangkut. Penyebabnya, bis yang sedianya mengangkut mereka tertahan berjam-jam di jalan. Beberapa stasiun kereta api Jakarta tak kalah ramainya. Penumpang berimpit, sampai ke atap kereta. Seorang penumpang jatuh terpelanting dan tergilas kereta api di Gambir. Sampai 14 April, berdasarkan catatan PJKA, pemudik yang naik kereta api tercatat 901.638 penumpang, dengan pendapatan Rp 4,6 milyar. Sementara itu, arus balik pemudik ke Jakarta mencapai puncaknya Sabtu dan Minggu pekan lalu. Lalu lintas jalan raya tak sepadat sewaktu berangkat. Namun, untuk kereta api, penumpang tetap saja berjubel. Ratusan penumpang terpaksa menginap di sejumlah stasiun karena tak terangkut kereta. Malah, di beberapa stasiun di jalur selatan, para penumpang bertengkar. Masalahnya, penumpang di dalam kereta menutup rapat pintu dan jendela: menghalang-halangi penumpang baru. Akibatnya, beberapa calon penumpang terpaksa memecah kaca jendela, agar bisa naik. "Pemerintah kurang mengantisipasi. Akibatnya, ya, begini," komentar seorang anggota DPR. Aries Margono dan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus