Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Telegram Rahasia Pemantik Kisruh

Tiga penyidik KPK ditarik Markas Besar Kepolisian. Terlalu keras pada penyidikan perkara cek pelawat.

19 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELASAN penyidik tiba-tiba saja meminta waktu bertemu dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, Senin pekan lalu. Mereka masuk lobi lantai tiga gedung komisi antikorupsi itu, tempat ruang kerja Abraham, yang berderet dengan ruang empat pemimpin lainnya. Sang Ketua tak membiarkan ujung tombak penanganan perkara itu menunggu lama.

Abraham mengajak para penyidik itu masuk ruangan rapat pimpinan, berada di lantai yang sama. Lalu ia segera diberondong dengan pertanyaan tajam oleh anak buahnya. Topik utamanya: penarikan tiga rekan mereka oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung—dua institusi asal penyidik di komisi itu.

"Abraham diminta memberi klarifikasi kabar bahwa penarikan tiga penyidik oleh Markas Besar Polri atas inisiatifnya," ujar seorang sumber yang mengetahui pertemuan itu. Abraham membantah. Lalu disusul pertanyaan lanjutan: benarkah sebelum penarikan Abraham bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo dan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman?

Bambang Widjojanto dan Adnan Pandupraja, dua pemimpin lain komisi itu, masuk ruang rapat. Mereka berusaha menjadi penengah. Para penyidik terus menumpahkan seluruh keluhan. Lalu, setelah pertemuan ditutup, mereka kembali ke ruang kerja masing-masing—lantai delapan gedung yang sama. Esok harinya, "protes" para penyidik itu muncul di media massa.

Kegundahan di ruang penyidik disebabkan oleh terbitnya telegram rahasia dari Jenderal Timur Pradopo bernomor R.667/III/2012 pada 9 Maret 2012. Ditujukan kepada Ketua KPK, telegram berisi penarikan dan penggantian dua personel Kepolisian yang ditugasi di KPK, yaitu Ajun Komisaris M. Irwan Susanto dan Hendy F. Kurniawan. Pada surat yang diteken Kepala Divisi Sumber Daya Manusia Polri Inspektur Jenderal Prasetyo itu juga diterakan pengganti dua penyidik yang ditarik. Satu di antaranya, Komisaris Anwar Hasan, kini Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Makassar. Ini agak di luar kebiasaan karena penyidik pengganti biasanya dikirim beberapa waktu kemudian.

Asal penyidik pengganti itu segera dihubungkan dengan kampung halaman Abraham: Makassar. Ia pun dicurigai menjadi sponsor pengembalian penyidik-penyidik itu. Apalagi, jauh-jauh hari, dia pernah menyebutkan hendak memulangkan sepuluh penyidik yang ia sebut tidak independen.

Sebelumnya, Komisaris Afief Julian Miftah, yang berperan besar dalam penyidikan perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, lebih dulu ditarik ke Markas Besar Polri. penarikan tertuang dalam telegram rahasia Nomor ST/365/II/2012 tertanggal 23 Februari 2012, yang juga diteken Prasetyo. Afief diarahkan mengisi jabatan baru sebagai penyidik di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. Belakangan pemimpin KPK meminta penarikan diurungkan.

Belasan penyidik yang meminta penjelasan Abraham bukan polisi sembarangan. Mereka bisa disebut "die hard", yang gigih menyidik perkara. Di antaranya perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan perkara korupsi Wisma Atlet. Tiga penyidik yang ditarik—Afief, Hendy, dan Irwan—merupakan penyidik inti perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Merekalah yang berhasil menangkap Nunun Nurbaetie, terdakwa perkara ini yang hampir dua tahun buron, di Bangkok, Thailand.

Afief pula yang telah memeriksa Hidayat Lukman alias Teddy Uban, Direktur Utama PT First Mujur Plantations & Industry, pada Februari lalu. First Mujur merupakan asal uang untuk pembelian 480 lembar cek pelawat yang kemudian ditebar ke anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat pada 2004 untuk memenangkan Miranda Goeltom. Teddy tidak pernah datang memenuhi panggilan KPK sejak Juni 2009. Penyidik mendatangi pentolan Grup Artha Graha ini ke Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Penarikan Afief, juga dua penyidik lainnya, dikaitkan dengan Abraham. Sebab, sebelumnya mereka pernah berbeda pendapat dalam penetapan Miranda Goeltom sebagai tersangka perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Pada saat gelar perkara ini, Kamis, 26 Januari lalu, penyidik meminta dilakukan satu kali lagi gelar perkara sebelum Miranda diumumkan sebagai tersangka. Para penyidik beralasan perlu bukti tambahan agar dakwaan kelak tidak mudah dipatahkan di pengadilan. Adapun Abraham berkeras agar status tersangka segera diumumkan.

Setelah lewat diskusi panjang, Bambang Widjojanto mengambil jalan tengah. Ia mengusulkan dilakukan gelar perkara terakhir pada Senin, pekan berikutnya. "Namun, setelah rapat bubar, tiba-tiba saja Abraham mengumumkan status tersangka Miranda," kata seseorang yang mengetahui proses ini.

Tindakan one man show Abraham ini diprotes puluhan penyidik yang terdiri atas polisi dan jaksa itu. Mereka mendatangi ruang kerja Abraham pada 30 Januari lalu untuk menyampaikan protes. Afief disebut paling keras menyampaikan pendapat. Abraham tersinggung dan, setelah pertemuan, ia mengeluarkan memo untuk memulangkan Afief. "Tak lama, tiba-tiba saja datang telegram rahasia penarikan Afief," kata orang yang sama.

Penarikan ini bertepatan dengan pengembalian dua perwira yang dianggap bermasalah di KPK. Perwira pertama adalah Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Yurod Saleh, yang dinilai dekat dengan Muhammad Nazaruddin, terdakwa korupsi Wisma Atlet. Lalu perwira lain yang dikembalikan adalah Komisaris Besar Rosmaida Surbaiti. Ia dinilai menyalahi prosedur pada penjemputan Nunun Nurbaetie di Bandar Udara Soekarno-Hatta setelah istri mantan Wakil Kepala Kepolisian itu ditangkap. Sebab, Rosmaida tidak menyita BlackBerry milik Nunun dan justru memberikannya kepada anak sang tersangka.

Saat dimintai konfirmasi, Rosmaida menolak berkomentar. "Silakan tanya ke bagian humas," katanya. Demikian juga Afief. Adapun Yurod belum bisa dimintai komentar. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution juga memilih tidak memberikan pernyataan. "Silakan tanya ke KPK," katanya.

Abraham membantah keras telah meminta Kepala Kepolisian Timur Pradopo menarik tiga penyidik tersebut. Dia mengatakan tuduhan itu dilontarkan pihak-pihak yang ingin menyingkirkan dia dari KPK. "Apa kehebatan Abraham bisa menelepon Kapolri dan mengintervensi?" katanya dalam konferensi pers Kamis pekan petang lalu. "Itu tidak mungkin."

Setelah konferensi pers itu, Abraham hampir satu jam menerima Tempo. Ia menjelaskan panjang-lebar sejumlah persoalan di tubuh KPK. Sayang, ia kemudian menyatakan wawancara itu tidak boleh dimuat.

Ketika menggelar konferensi pers, Abraham berusaha menutupi kesan kisruh di antara pemimpin KPK. Ia terlihat berbisik-bisik dengan Busyro Muqoddas, lalu beradu tapak tangan dengan wakilnya itu. Ia juga tersenyum kepada tiga pemimpin lain komisi antikorupsi itu. "Kami semua kompak, tidak ada perpecahan," kata Busyro.

Setri Yasra, Tri Suharman, ANanda Teresia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus