Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terima Petisi soal RUU PDP, DPR Janji Pengesahannya Dalam Waktu Dekat

RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang nantinya disahkan bisa membuat perusahaan lebih waspada agar tidak membiarkan data bisa bocor sembaranga

1 September 2022 | 22.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi keamanan siber, Evan Yonathan, menyerahkan petisi ke Komisi I DPR yang meminta agar mereka segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) pada Kamis 25 Agustus 2022. Ia yang saat ini tinggal di Jerman, membuat petisi setelah banyak kasus data pribadi yang dikelola perusahaan bocor. Kasus teranyar dugaan bocornya history browsing pelanggan IndiHome.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Butuh aturan yang bisa melindungi masyarakat, sebab kebocoran data yang ada sekarang ini tidak bisa diremehkan,” kata Evan dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 September 2022. Evan hadir dalam pertemuan itu secara virtual Zoom. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pertemuan ini, hadir Ketua Panitia Kerja RUU PDP Abdul Kharis Almasyhari dan Anggota Panja RUU PDP Muhammad Farhan. Keduanya menerima secara simbolis dukungan dari 55 ribu orang lebih netizen yang mendukung petisi di halaman Change.org Indonesia.

Ketua Panitia Kerja RUU PDP Abdul Kharis Almasyhari yang menerima petisi tersebut mengapresiasi dukungan dari masyarakat agar aturan ini segera disahkan. Wakil Ketua Komisi I ini mengatakan secara garis besar pemerintah dan Komisi I DPR sudah menyepakati poin-poin besar dalam RUU tersebut. “Dalam waktu dekat RUU ini akan disahkan,” kata politikus PKS
ini.

Abdul Kharis menyebut mungkin nantinya RUU ini tidak bisa memenuhi keinginan seluruh masyarakat. Namun, ia mengatakan aturan ini payung bisa melindungi masyarakat  "Tujuan UU ini bukan untuk menghukum. Tapi, untuk melindungi subjek atau pemilik data pribadi," ucapnya.

Evan memaparkan ada tiga tuntutan dalam petisi yang diserahkan ke Komisi I DPR. Pertama, ia meminta agar dibuat komisi pengawas data pribadi independen yang langsung ada di bawah Presiden.

Kemudian, ia meminta ada sanksi perdata dan administratif yang tegas terhadap perusahaan yang diduga membuat kesalahan sehingga mengakibatkan kebocoran data maupun terhadap
tindakan mengeksploitasi data pribadi. “Contoh dalam General Data Protection Regulation Europe sanksi bisa mencapai Rp 300 miliar atau 4 persen dari pendapatan global institusi
yang melanggar,” katanya.

Terakhir, ia meminta aturan sanksi pidana di dalam RUU PDP dihapus, karena rawan menyasar orang-orang di bawah seperti administrator atau penjaga ruang server.

Evan menegaskan RUU PDP ini penting sebab kebocoran data punya efek panjang bahkan puluhan tahun setelah kebocoran ini terjadi. “Serta dengan perlindungan data pribadi yang kuat, Indonesia akan mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam pengembangan ekosistem digital,” katanya.

Anggota Komisi I dari NasDem, Muhammad Farhan, berharap nantinya UU Perlindungan Data Pribadi bisa membuat perusahaan lebih waspada agar tidak membiarkan data bisa bocor sembarangan. “Ada aturan yang melindungi masyarakat, harapannya banyak lembaga bisa mematuhi ketentuan dan keamanan penyimpanan data,” ujarnya.

Baca juga: KontraS Kecam Keterlibatan BIN dalam Sosialiasi RKUHP

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus