Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SERANGAN bom di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari lalu, menguatkan keyakinan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti bahwa personel polisi sekarang menjadi sasaran utama para teroris. Dalam peristiwa itu, pos polisi menjadi salah satu sasaran yang diledakkan. Seorang polisi terluka akibat ledakan bom di lokasi ini. Adapun empat polisi lain menjadi sasaran tembak pelaku teror dan menderita luka berat.
Salah satu di antaranya Ajun Inspektur Satu Budiono. Mendapat tiga tembakan dari jarak dekat, Budiono lolos dari lubang kematian setelah tiga hari tak sadarkan diri di rumah sakit. "Hebat itu, padahal jantungnya sempat berhenti," ujar Badrodin.
Selasa pekan lalu, Badrodin menerima wartawan Tempo Budi Setyarso, Sunudyantoro, Tito Sianipar, dan Dewi Suci bersama fotografer Franoto serta videografer Endah Kurnia di kantornya di Markas Besar Polri. Ditemani teh hangat, Badrodin menjelaskan seputar tragedi bom Thamrin, jejaring kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), serta teroris di Tanah Air.
Sudah sejauh mana penanganan kasus bom Thamrin?
Saat kejadian, semua pelaku tewas. Ini awalnya menyulitkan untuk proses pengembangan. Tapi, dari lokasi kejadian, keluarga pelaku, dan sejumlah informasi lain, ada enam orang ikut terlibat, termasuk yang membuat casing bom yang meledak di pos polisi. (Enam orang ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.)
Apa bahan casing bom itu?
Itu dari tabung elpiji. Serpihannya juga ada. Rangkainya itu bisa kita teliti. Bahannya low explosive.
Bagaimana ceritanya pelaku sampai ke lokasi?
Selama ini memang kami selidiki dari tempat mereka menginap di Meruya, Jakarta Barat. Bisa saja naik taksi. Soal ini, tidak ada yang bisa dikonfirmasi.
Anda pernah menyebutkan soal aliran dana untuk teror Thamrin.
Informasi terakhir, dana untuk operasi di Thamrin ini hanya Rp 900 ribu. Tapi kami belum mendapatkan datanya.
Apa benar angkanya sekecil itu?
Ha-ha-ha. Kalau dikasihnya itu, ya, itu yang dimanfaatkan. Sumber pembiayaannya kalau tidak salah dari Indramayu atau Cirebon.
Jadi sejauh ini baru ada enam tersangka kasus Thamrin?
Kami menduga masih ada yang lain, mungkin yang belum tersentuh.
Itu termasuk Syaiful Anam alias Brekele?
Itu terkait yang satu kelompok lagi, namanya Hendro. (Brekele adalah terpidana 18 tahun kasus peledakan bom di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi, tengah, Mei 2005.)
Siapa Hendro dan apa perannya?
Dia salah satu yang berkomunikasi langsung dengan Bahrun Naim. (Hendro yang dimaksud adalah Hendro Fernando, yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror, pertengahan Januari lalu. Sedangkan Bahrun Naim pentolan Jamaah Ansharut Daulah Jawa yang dituding polisi sebagai dalang teror Thamrin.)
Apa peran Brekele?
Antara Bahrun dan Dian Joni Kurniadi (pelaku teror Thamrin), ada yang namanya Gondrong sebagai penghubung. Dia sudah ditangkap. Mereka minta senjata ke kelompok ini. Mereka mendapatkan sembilan senjata. Salah satunya melalui Brekele.
Dari mana senjata itu?
Ada kelompok lain yang disuruh mencuri. Mereka sudah ditangkap juga. (Dari informasi polisi, senjata itu merupakan hasil pencurian terpidana teroris di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dari sejumlah sipir penjara tersebut.)
Selain buat teror Thamrin, senjata itu untuk apa?
Ya, aksi semacam Thamrin. Itu akan lebih besar. Namun, dari hasil temuan kami, senjatanya memang sudah ada, tapi pelurunya belum ada.
Kelompok Hendro juga disebut membeli senjata dari Filipina Selatan.
Kalau Filipina Selatan ini untuk Poso, kelompok Santoso. Hendro mendapat uang banyak, Rp 1,3 miliar, melalui Western Union untuk keperluan ini.
Siapa yang mengirim dana itu?
Pengirimnya ada di Yordania dan Turki.
Apa pelajaran penting dari teror bom Thamrin?
Ada pergeseran sasaran. Dulu kita bisa lihat eranya Jamaah Islamiyah. Sasaran utama mereka adalah orang asing. Contohnya bom Bali I dan II serta bom Kedutaan Besar Australia. Sekarang sasarannya berbeda. Polisi menjadi salah satu sasaran mereka.
Kenapa bisa seperti itu?
Jamaah Islamiyah itu pahamnya salafi jihadi. Sekarang ini pahamnya tauhid wal jihad, yang dipimpin Aman Abdurrahman. Ini berasal dari Irak. Pahamnya takfiri. Artinya, bukan hanya orang Barat yang dianggap kafir, muslim juga dianggap kafir oleh mereka. Salah satunya polisi.
Jadi polisi dianggap kafir?
Ini karena polisi gencar memerangi mereka. Istilahnya menghalangi perjuangan mereka.
Kasus Thamrin serangan pertama untuk polisi?
Sebelumnya, ada kasus bom bunuh diri di masjid Kepolisian Resor Cirebon (2011) dan penembakan-penembakan polisi di Pamulang, Tangerang Selatan (2013). Itu sudah jelas targetnya polisi.
Dibanding kelompok teroris sebelumnya, bagaimana kemampuan kelompok teroris sekarang merakit bom?
Berbeda, kalau dulu memang ada ahlinya. Ada Dr Azahari dan Noor Din M. Top, sehingga kualitasnya jauh berbeda. Yang ini lebih sederhana.
Dari sisi pencegahan, bagaimana mencegah warga Indonesia agar tidak pergi ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS?
Orang-orang yang ke Suriah, dia punya pengalaman, kemampuan, pendanaan, dan jaringan. Apa dasarnya kami melakukan pencegahan? Perlu ada kaidah baru untuk melarang mereka ke sana. Itu yang kami perjuangkan melalui revisi Undang-Undang Antiterorisme.
Bagaimana menangkal pengikut ISIS yang akan kembali ke Tanah Air?
Sekarang kan sudah ada beberapa nama yang kami cekal. Maka, kalau mereka masuk, pasti tertahan di Imigrasi.
Di mana sebenarnya basis ISIS di Tanah Air?
Yang terbesar, ya, di hampir seluruh Jawa.
Siapa mereka ini?
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada kelompok Bahrun Naim. Di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang, ada kelompok Bachrumsyah.
Mereka masih punya hubungan dengan jaringan lama?
Pasti ada. Tokoh besarnya ada dua, yakni Abu Bakar Ba'asyir dan Aman Abdurrahman. Mereka dulu berbeda paham, sekarang sama-sama mendukung ISIS.
Aman Abdurrahman di penjara masih bisa mengendalikan jaringannya?
Itu yang harus diperbaiki. Apalagi mereka satu penjara, bisa menjadi sangat kuat.
Tapi ada juga yang berbeda penjara masih bisa berkomunikasi?
Sekarang kan sudah canggih, bisa memakai handphone.
Aman beberapa kali membaiat terpidana teroris agar mendukung ISIS?
Setiap orang bisa saja terpengaruh. Saat orang itu merasa berdosa, terus memikirkan hidup atau mati. Paham-paham itu masuk ke pikiran mereka.
Apa benar terpidana mati kasus narkotik Freddy Budiman sudah dibaiat Aman?
Saya belum menerima informasi yang akurat tentang itu. Tapi bisa saja dia kemasukan tausiyah dan berpikir ingin ketemu bidadari, ha-ha-ha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo