Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Teror Kepala Babi Tempo, Konsorsium Jurnalisme Aman Tuntut Perlindungan Jurnalis

Direktur Eksekutif Yayasan Tifa, Oslan Purba mengatakan, pengiriman paket berisi kepala babi merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers.

21 Maret 2025 | 06.49 WIB

Paket berisi kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta, 20 Maret 2025. Tempo/Gunawan Wicaksono
Perbesar
Paket berisi kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta, 20 Maret 2025. Tempo/Gunawan Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta — Konsorsium Jurnalisme Aman yang terdiri dari Yayasan Tifa, Human Rights Working Group (HRWG), dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan nyata terhadap kebebasan pers. Desakan ini muncul menyusul aksi teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), pada Rabu, 19 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Direktur Eksekutif Yayasan Tifa, Oslan Purba mengatakan, pengiriman paket berisi kepala babi merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers, mencerminkan kecenderungan negara yang otoriter, dan anti-kritik. “Pemerintah, harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Maret 2025.

Cica adalah salah satu host siniar “Bocor Alus Politik”. Paket berisi kepala babi itu baru dibuka pada Kamis sore, 20 Maret 2025. Sebelumnya, host siniar lainnya, Hussein Abri Dongoran, mengalami dua kali perusakan kendaraan oleh orang tak dikenal pada Agustus dan September 2024. Kejadian tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas jurnalistik yang dilakukan Hussein.

Menurut data Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang disusun Yayasan Tifa bersama PPMN dan HRWG melalui kerja sama dengan Populix, ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di masa transisi pemerintahan. Dari survei terhadap 760 jurnalis di Indonesia, 24 persen di antaranya mengalami teror dan intimidasi, 23 persen menghadapi ancaman langsung, 26 persen mendapat pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pelarangan liputan.

Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti, memperingatkan bahwa jika aksi teror ini tidak diusut tuntas, kekerasan terhadap jurnalis dapat meningkat. “Kita tidak ingin jurnalis, juga masyarakat, hidup dalam ketakutan hanya karena bersikap kritis terhadap kekuasaan atau punya pandangan berbeda dari pemerintah,” ujarnya.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif HRWG, Daniel Awigra, menegaskan bahwa tindakan intimidasi terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers, demokrasi, dan hak asasi manusia. "Teror dengan kepala babi adalah serangan yang bersifat kultural di masyarakat Indonesia, dan pelakunya wajib dipidana dengan UU Anti Diskriminasi Ras dan Etnis,” kata Daniel.

Konsorsium Jurnalisme Aman mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menangkap para pelakunya. Pemerintah juga diminta memastikan perlindungan terhadap jurnalis dan media sesuai dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Selain itu, Dewan Pers diharapkan memaksimalkan kewenangannya untuk mengawasi dan menjaga kebebasan pers di Indonesia.

“Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang tidak boleh dikorbankan. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi upaya pembungkaman ini. Solidaritas untuk Tempo dan seluruh jurnalis yang terus memperjuangkan kebenaran!” tulis pernyataan resmi konsorsium.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus