SAMPAI terpilih sebagai Ketua DPD Golkar Jakarta, Minggu pekan lalu, Brigjen. Mohamad Basofi Soedirman 47 tahun, masih tetap menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta. Apakah ia harus melepaskan jabatan itu? Tak ada ketentuan seperti itu. "Tapi itu terserah pada Gubernur," katanya kepada TEMPO. Yang sudah pasti, dengan jabatan baru ini Basofi harus melepas dinas aktifnya di ABRI, meski sebetulnya menurut ketentuan ia baru pensiun sekitar delapan tahun lagi. "Usulan pensiun sudah lama saya ajukan. Mungkin akan turun dalam waktu dekat," ujarnya. Lulus dari Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang, 1963, tugas tempur Basofi yang pertama adalah menumpas gerakan PGRS/Paraku di Kalimantan. Selanjutnya, pemuda kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, ini bergabung dalam kesatuan RPKAD (kini Kopassus). Berbagai jabatan militer dipegangnya, sampai kemudian ia berpangkat kolonel dan menjadi komandan Korem di Malang, 1984-1986. Ketika itu namanya mulai dikenal. Ia mengerahkan pasukannya untuk menyukseskan Muktamar NU di Situbondo, 1984, yang dihadiri oleh Presiden Soeharto. Pasukannya tidak saja bertugas mengamankan muktamar, tapi turut membantu sebagai juru masak. Tokoh bertubuh kurus, tinggi, dan selalu bersikap ramah ini di kalangan umat Islam Malang dan sekitarnya dikenal sebagai penceramah Islam yang menarik. Tak aneh, ayahnya, Letjen. (Purn.) Soedirman, Panglima Divisi Brawijaya, 1952-1956, kini adalah salah seorang pengurus MUI, selain pengurus Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI). Basofi aktif membongkar gerakan Islam sempalan yang meledakkan bom di bis Pemudi dan sebuah gereja di Malang, 1985. Lalu Desember 1986 ia menjadi Kepala Staf Kodam Bukit Barisan. Pertengahan 1987, ia ditarik ke Mabes ABRI. Namanya kembali mencuat ketika akhir tahun itu ia diangkat menjadi Wagub Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini