SUDAH sejak tahun 1966 Gubernur Sumatera Barat Harun Zain dan
pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau memperingatkan
para datuk agar kembali berfungsi sebagai pemimpin sosial
ekonomi kaum. Peringatan tersebut bukan tanpa sebab. Karena di
tahun-tahun itu Gubernur Harun Zain sudah melihat gejala
kemerosotan pamor para datuk di ranah Minang itu. Mereka tak
lagi jadi pelopor dalam kegiatan penerukaan atau pembukaan sawah
atau ladang baru. Padahal jumlah anggota kaum sudah tak seimbang
dengan tanah yang tersedia. "Bila masih ingin dihormati
anak-kemenakan", begitu Gubernur Harun Zain berseru dengan nada
masgul, "para datuk supaya kembali berfungsi sebagai pemimpin
sosial-ekonomi".
Namun toh lama nian para datuk termangu menyimak peringatan
tadi. Sampai mereka lupa bahwa penduduk yang menumpuk di
Kabupaten Agam, Padang/Pariaman dan Tanah Datar misalnya sudah
kekurangan tanah garapan. Mereka rata-rata cuma memiliki sawah
garapan tak lebih dari 1/2 ha. Padahal kawasan Pesisir Selatan,
Pasaman dan Sawah Lunto/Sijunjung, masih mampu menyediakan tanah
sesuka hati. Sampai akhirnya awal Juni kemarin 63 keluarga asal
Matur, Kabupaten Agam dan 53 keluarga asal Kampung Dalam,
Kabupaten Padang/Panaman didorong oleh keadaan, rela jadi
peneruka baru di Negari Amping Parak, Kabupaten Pesisir Selatan.
Kedit
Dengan tak melupakan adat setempat, Bupati Pesisir Selatan drs.
Abrar secara resmi jam 0.01 dinihari di awal Juni itu
menyerahkan 116 keluarga tersebut kepada para penghulu Amping
Parak. Dan para penghulu ini menyambut para anak-kemenakan baru
yang diantar para penghulu asal daerah itu dengan memotong sapi.
Pendeknya upacara itu seronok dengan adat "tabang batumpu,
hinggok mancakam", dan "ditinggalkan mamak, didapati mamak".
Seusainya, para peneruka yang kebanyakan orang tua itu sudah
bisa menggarap tanah seluas 2 ha dan mempersiapkan segala
keperluan keluarga dengan biaya sendiri. Bila berjalan lancar,
kredit Rp 125 ribu untuk per ha tanah telah dijanjikan oleh
Bupati Abrar. Namun tampaknya cara bantuan itu tak begitu
disukai Bupati. Sebab ia minta kepada para peneruka yang tak
lain para "transmigran lokal" model alam Minangkabau itu,
"berfikir masak-masak sebelum minta kredit". Sebab, katanya,
kesulitan akan dirasakan, "kalau mulai mencicilnya". Meski
jangka waktunya 5 tahun. Rasanya betul juga. Toh para
"transmigran lokal" itu sudah bertekad sebagai "kelinci
percobaan". Sekalian menyadarkan kembali peranan para datuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini