Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

TK Keliling Dari Rawamangun

Taman kanak-kanak keliling yang dikelola mahasiswa jurusan psikologi pendidikan IKIP Jakarta ditinjau Leah a., ahli taman kanak-kanak dari AS. TK ini gratis & mengambil lokasi yang penduduknya kurang mampu. (pdk)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT puluh anak yang berusia empat sampai enam tahun, dengan patuh, merentangkan tangan, mengikuti instruks . Lalu aba-aba diberikan: satu, dua, tiga. Anak-anak itu jongkok, berdiri, melompat di tempat. Mereka senam pagi dengan gembira, di sebuah loteng rumah pinggir kali, di dekat jembatan Matraman, Kelurahan Pegangsaan, Jakarta. Loteng itu, di sudut-sudutnya, dipenuhi jemuran pakaian pemilik rumah. Dari tempat bocah- bocah yang bersenam pagi itu, pemandangan memang tak sedap: gubuk kumuh yang dihuni buruh harian dan tukang becak, kemudian kali yang keruh penuh sampah. Itulah salah satu lokasi dari lima buah Taman Kanak-Kanak (TK) Keliling periode tahun ajaran 1985-1986, yang dikelola oleh mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP Jakarta. Empat yang lain - Utan Kayu, Rawamangun 2 buah, Bendungan Hilir - suasananya tak jauh beda. Di Utan Kayu, misalnya, dengan 49 murid, tempat belajarnya di sebuah garasi mobil. Anak-anak itu belajar di lantai beralas tikar. "Wah, pokoknya lumayan, anak saya bisa sekolah," kata Ny. Saineh, yang suaminya sudah delapan bulan menganggur, setelah di-PHK-kan sebagai pesuruh yang bergaji Rp 2.500 sehari. "Gaji suami saya cuma Rp 30.000 sebulan, kalau TK biasa, uang pendaftarannya saja Rp 50.000, mana sanggup?" komentar Ny. Dwi Aryani, yang anaknya, seperti juga anak Ny. Saineh, belajar di TK Keliling Utan Kayu. Sekolah ini memang gratis. Gurunya mahasiswi FIP IKIP Jakarta - tak terima honor. Malah mereka, secara patungan, mengumpulkan uang untuk membeli alat-alat peraga, buku-buku, alat tulis dan gambar untuk menunjang kelangsungan TK ini. Untuk alat bermain, "Kadang-kadang saya membawa boneka dari rumah," seperti yang dikatakan Elok Damayanti, mahasiswi tingkat III, yang jadi "guru" di TK ini. Dan karena ini proyek "bakti sosial" seperti yang dikatakan Dekan FIP IKIP Jakarta, Dr. Moh. Sarja, sasaran lokasi TK Keliling memang daerah-daerah yang penduduknya golongan ekonomi lemah. Senin pekan lalu, TK Keliling ini ditinjau Prof.Dr. Leah Adam, ahli taman kanakkanak dari Universitas Michigan, Amerika Serikat. Adam menilai, TK Keliling ini tepat untuk membantu pendidikan anak-anak yang orangtuanya tidak mampu. "Meskipun sarana tak memadai, ini permulaan yang baik," kata Adam. TK Keliling lahir di tahun 1982, ketika sekelompok mahasiswi Jurusan Psikologi Pendidikan FIP IKIP Jakarta berkumpul untuk membicarakan rasa jenuhnya menghadapi perkuliahan, yang hanya berkisar soal teori belajar dan mengajar tanpa melakukan praktek yang nyata. Seorang mahasiwi punya usul untuk membuat proyek semacam sekolah TK di lokasi yang penduduknya kurang mampu. Ide ini muncul, setelah beberapa mahasiswi berjalan-jalan di sekitar Pasar Senen, dan melihat banyak anak usia 4 sampai 7 tahun yang berkeliaran saat semestinya anak seusia itu bersekolah. April 1982, berdiri dua TK Keliling, satu di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan 40 murid dan satu lagi di Pengadegan, Jakarta Selatan, dengan 38 anak. Modal dasarnya, 15 mahasiswa mendaftarkan diri sebagai pengajar sukarela, dan Rp 100.000 dapat dikumpulkan dari kalangan mahasiswa sendiri untuk membeli alat tulis. TK Keliling ini semuanya diatur oleh mahasiswa. "Ini ide yang orisinil dari mahasiswa," kata Moh. Sarja. "Setiap hari Sabtu mahasiswa memang kosong dari kuliah, tepat kalau dipakai untuk pengabdian di luar kampus." Dan memang, murid TK ini tak setiap hari belajar. Mereka hanya berkumpul setiap Sabtu, pukul 09.00 sampai 11.00. Sampai dengan tahun 1984, lama pendidikan hanya enam bulan. Tapi pelajaran yang diberikan sudah dianggap memadai sesuai dengan kurikulum Pendidikan TK 1975 yang dikeluarkan Departemen P dan K. Artinya, memang program pengajaran agak kilat dengan mengurangi "pelajaran bermain". Sesuai dengan namanya, TK ini lokasinya berpindah-pindah setiap satu periode. Jika awalnya dimulai di Kemayoran dan Pengadegan, periode selanjutnya dipilih Cikoko, Klender, Kampung Sumur, dan Kampung Buaran, semuanya di wilayah DKI Jakarta. Pada akhir tahun pelajaran, kepada anak didik itu pun diberikan sertifikat, yang selain ditandatangani pengurus TK, juga ditandatangani Pembantu Dekan III IKIP Jakarta dan lurah di lokasi TK Keliling itu. "Supaya ada penyesuaian dengan tahun ajaran, mulai program 1985 ini TK Keliling lamanya juga setahun," kata Arie Nurlestari, mahasiswi tingkat IV IKIP yang sekarang menjabat ketua TK Keliling ini. Masyarakat di lokasi TK Keliling ikutmembantu sesuai dengan kemampuan. Misalnya, ada yang menyumbang bubur kacang hijau atau susu untuk bocah-bocah itu. "Akhirnya kami juga memberikan penyuluhan soal gizi," kata Arie. Alhasil, program cewek-cewek IKIP ini tak cuma membantu anak-anak dari golongan kurang mampu - di tengah mahalnya biaya pendidikan untuk tingkat TK saat ini - tetapi juga semacam laboratorium bagi mahasiswa IKIP untuk mempraktekkan teori yang mereka peroleh di bangku kuliah. Bagi IKIP Jakarta, program TK Keliling ini adalah perwujudan nyata Tridarma Perguruan Tinggi. Alasan itulah yang menggugah Rektor IKIP Jakarta, Prof.Dr. Conny Semiawan, memberikan penghargaan kepada pengelola TK Keliling, pada Dies Natalis IKIP yang lalu. Penghargaan yang tidak berlebihan, agaknya. Putu Setia Laporan Indrayati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus