Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang menyerbu dunia pada awal tahun 2020 mendorong adanya perubahan-perubahan dalam banyak lini kehidupan. Salah satu lini yang terdampak adalah dunia pendidikan. Sistem pembelajaran yang sebelumnya bersifat konvensional, perlahan-lahan berubah mengadopsi digitalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah lembaga pendidikan mulai beradaptasi dengan mengadopsi teknologi melalui learning management system (LMS) atau sistem manajemen pembelajaran. Namun, adaptasi terhadap perubahan ini mempunyai tantangan tersendiri dalam implementasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Head of Marketing Communication Sokrates Rizqie I mengatakan bahwa sistem pembelajaran dan kebiasaan di dalamnya mengalami peralihan signifikan ketika pandemi terjadi selama lebih kurang 3 tahun. "Kalau dulu, guru fokus pada pembelajaran di depan kelas. Setelah pandemi, siswa bergeser untuk belajar secara mandiri dengan pemanfaatan teknologi," ujarnya dalam diskusi mengenai solusi pendidikan berbasis teknologi di Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2023.
Sokrates merupakan unit layanan pendidikan milik Bina Nusantara (Binus) yang menawarkan solusi-solusi pendidikan berbasis teknologi informasi bagi sekolah, seperti LMS. Layanan tersebut berupa program-program yang dapat membantu sekolah untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya lewat transformasi digital sekolah. Sedangkan Hypernet Technologies atau Hypernet merupakan bagian dari PT XL Axiata Tbk yang mendukung koneksi jaringan internet untuk Sokrates.
"Selama bicara dengan sekolah-sekolah, ternyata siswa akan lebih nyaman jika guru bisa menyajikan video pembelajaran atau teknologi pendidikan lainnya," kata Rizqie.
Tantangan digitalisasi sistem pembelajaran
Vice President of Brand and Marketing Hypernet Technologies Oktaviani Handojo mengatakan ada tiga tantangan besar yang dihadapi dalam upaya digitalisasi sistem pembelajaran di Indonesia. Tantangan pertama ada pada limitasi atau batasan akses internet.
Oktaviani mengatakan beberapa sekolah yang didatangi bertanya-tanya mengenai bagaimana membagi internet di dalam lingkungan sekolah agar koneksinya stabil. "Karena rata-rata mereka akan kewalahan," ujarnya.
Lalu, tantangan besar kedua dalam digitalisasi sistem pembelajaran adalah menemukan sistem belajar mengajar yang efektif dan cocok di suatu sekolah. Tantang terakhir adalah sistem pendukung di sekolah tersebut, mengingat belum seluruh sekolah memiliki fasilitas teknologi dan informasi yang mendukung.
"Itulah kenapa ketika bicara digitalisasi, siapa yang bisa mengelola di saat sekolah sendiri mungkin belum terdukung dalam hal teknologi?" kata Oktaviani.