DIAM-DIAM Kuliah Kerja Nyata (KKN) sudah berusia 6 tahun. Memang
belum merata dan seragam: ada perguruan tinggi yang baru dua
tahun belakangan ini menjalankan KKN, ada yang masih bersifat
suka rela dan ada yang sudah bersifat wajib. Tapi, bagaimanapun,
menurut Prof. Dr. Achjani, Direktur Pembinaan Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat (P3M). "KKN sudah diterima oleh
perguruan tinggi dan masyarakat kita." Dan 28-30 Maret kemarin
di Pandaan, Jawa Timur, diselenggarakan Rapat Tinjauan Tahunan
KKN 1978/1979.
Dalam rapat itu terdengar lontaran Dr. W.P. Napitupulu yang
cukup tajam: "Sudah enam tahun KKN kok belum mantap." Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga itu memang tidak
memberikan perincian penilaiannya. Dia hanya menyarankan,
bagaimana kalau KKN diperpanjang waktunya dari 2-3 bulan
seperti sekarang dijalankan menjadi setahun.
Soal waktu agaknya memang menjadi halangan utama untuk
berhasilnya KKN. Tidak saja lamanya, tapi juga bagaimana agar
waktu KKN tidak mengganggu kuliah si mahasiswa. Sebab,
"kepentingan mahasiswa selalu harus dipertimbangkan juga," kata
ir. Mahindra Ketua Program Lapangan KKN ITB. Menteri P & K Daoed
Joesoef sendiri, di Cipanas, selesai meninjau peragaan
ketrampilan Resimen Mahasiswa yang akan dikirim ke Timur Tengah,
mengakui masalah sempitnya waktu KKN tersebut. Karena itu dia
menyarankan "jangan berharap melihat hasil KKN dalam waktu
singkat."
Mahasiswa Plus
Sementara untuk memasukkan sama sekali KKN menjadi matakuliah
intrakurikular, juga susah. "Bagaimana nanti pengelolaannya,
biayanya. Belum lagi kalau nanti sudah dijalankan beramai-ramai
ternyata mahasiswa menganggap KKN hanya semacam piknik saja,"
kata Mahindra. Bagaimana kalau diinstruksikan saja dari atas KKN
wajib dijalankan di perguruan-perguruan tinggi? Dengan hati-hati
Achjani menjawab: "Ada perguruan tinggi yang sudah siap, ada
yang belum. Jadi lebih baik perlai.anlahan saja dulu."
Tapi benarkah sampai sekarang KKN tak membawa hasil? Di Institut
Teknologi Surabaya drs. Sunjoyo, pimpinan KKN ITS, memang
mengakui susahnya mencuri waktu untuk KKN. Tapi dari daftar
isian yang selalu disodorkan kepada mahasiswa setelah
menjalankan KKN disimpulkannya, mahasiswa "bisa mengetahui
kesulitan yang dihadapi masyarakat desa." Seorang mahasiswa
Departemen Planologi ITB yang telah menjalankan KKN mengatakan,
"setelah ber-KKN timbul cita-cita saya ingin bekerja di desa."
Rusdi Ramli dari Sekretariat KKN UI juga mengatakan manfaat KKN.
"Kalau harus turun sendiri ke desa mungkin kita mengalami
kesulitan. Tapi karena KKN sudah dikenal masyarakat dan
diprogramkan Departemen P & K, mahasiswa turun ke desa lewat KKN
tak mengalami hambatan." Dari Unhas drs. Alimuddin Baso, Kepala
Unit KKN Unhas, memberikan contoh-contoh manfaat KKN (lihat
box).
Tapi memang, seperti yang dikatakan Achjani kepada TEMPO,
sasaran utama KKN bukanlah hasil fisiknya, tapi "agar supaya
mahasiswa sesering mungkin berhubungan dengan masyarakat."
Jadi "tidak diharapkan nantinya, karena KKN lalu sarjana-sarjana
berbondong-bondong kerja di desa. Yang penting, di mana saja dia
bekerja selalu ingat masyarakatnya. Semua dayanya ditujukan ke
arah kemakmuran bersama," tambah Achjani. Kesimpulan: KKN memang
pertama-tama ingin menyiapkan manusianya agar berorientasi ke
masyarakat banyak.
Misalnya "Saya dengar di IPB kurikulum diarahkan sesuai dengan
hasil-hasil yang dikumpulkan mahasiswa yang ber-KKN," jawab
Dirjen P3M itu. Meskipun tidak memberikan contoh nyata, seorang
mahasiswa UI yang barusan ber-KKN mengatakan kepada TEMPO, "saya
jadi tahu kalau teori administrasi tidak selalu bisa diterapkan
dalam masyarakat kita." Karena itu dia berharap agar "perguruan
tinggi kita bertolak dari masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat kita dan tidak hanya berpegang pada teori Barat
saja."
Jadi agaknya sasaran KKN memang mahasiswa plus perguruan
tingginya. "Saya bilang KKN itu pendidikan juga. Artinya belajar
sambil membangun," kata Achjani. Kenapa KKN? "Untuk membedakan
dengan praktek lapangan atau penelitian," jawabnya. Penelitian,
menurut Rusdi Ramli dari UI, hanya untuk melihat masalah dan
pemecahannya mungkin baru nanti, tapi KKN melihat masalah dan
jika mungkin memberikan pemecahannya waktu itu juga. Dan
penelitian itu demi ilmu pengetahuan itu sendiri, sementara KKN
berguna langsung membentuk sikap mahasiswa dan (diharapkan) juga
sikap masyarakat.
Sinyalemen kebelummantapan KKN agaknya dikarenakan tak ada
ukuran bagaimana yang sudah mantap dan yang belum. Juga, apa
yang terjadi di desa-desa tempat mahasiswa ber-KKN kurang
tersebar luas. Karena itu salah satu keputusan Rapat Tinjauan
KKN di Pandaan kemarin adalah menyusun instrumen untuk mengukur
keberhasilan KKN yang akan dilaksanakan akhir April ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini