Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Waktu Memang Terbatas

Di pandaan, Jawa Timur diadakan rapat tinjauan tahunan KKN 1978/1979. KKN agaknya belum mantap, karena belum ada ukuran untuk itu. Ada perguruan tinggi yang siap dan ada yang belum.(pdk)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM-DIAM Kuliah Kerja Nyata (KKN) sudah berusia 6 tahun. Memang belum merata dan seragam: ada perguruan tinggi yang baru dua tahun belakangan ini menjalankan KKN, ada yang masih bersifat suka rela dan ada yang sudah bersifat wajib. Tapi, bagaimanapun, menurut Prof. Dr. Achjani, Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M). "KKN sudah diterima oleh perguruan tinggi dan masyarakat kita." Dan 28-30 Maret kemarin di Pandaan, Jawa Timur, diselenggarakan Rapat Tinjauan Tahunan KKN 1978/1979. Dalam rapat itu terdengar lontaran Dr. W.P. Napitupulu yang cukup tajam: "Sudah enam tahun KKN kok belum mantap." Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga itu memang tidak memberikan perincian penilaiannya. Dia hanya menyarankan, bagaimana kalau KKN diperpanjang waktunya dari 2-3 bulan seperti sekarang dijalankan menjadi setahun. Soal waktu agaknya memang menjadi halangan utama untuk berhasilnya KKN. Tidak saja lamanya, tapi juga bagaimana agar waktu KKN tidak mengganggu kuliah si mahasiswa. Sebab, "kepentingan mahasiswa selalu harus dipertimbangkan juga," kata ir. Mahindra Ketua Program Lapangan KKN ITB. Menteri P & K Daoed Joesoef sendiri, di Cipanas, selesai meninjau peragaan ketrampilan Resimen Mahasiswa yang akan dikirim ke Timur Tengah, mengakui masalah sempitnya waktu KKN tersebut. Karena itu dia menyarankan "jangan berharap melihat hasil KKN dalam waktu singkat." Mahasiswa Plus Sementara untuk memasukkan sama sekali KKN menjadi matakuliah intrakurikular, juga susah. "Bagaimana nanti pengelolaannya, biayanya. Belum lagi kalau nanti sudah dijalankan beramai-ramai ternyata mahasiswa menganggap KKN hanya semacam piknik saja," kata Mahindra. Bagaimana kalau diinstruksikan saja dari atas KKN wajib dijalankan di perguruan-perguruan tinggi? Dengan hati-hati Achjani menjawab: "Ada perguruan tinggi yang sudah siap, ada yang belum. Jadi lebih baik perlai.anlahan saja dulu." Tapi benarkah sampai sekarang KKN tak membawa hasil? Di Institut Teknologi Surabaya drs. Sunjoyo, pimpinan KKN ITS, memang mengakui susahnya mencuri waktu untuk KKN. Tapi dari daftar isian yang selalu disodorkan kepada mahasiswa setelah menjalankan KKN disimpulkannya, mahasiswa "bisa mengetahui kesulitan yang dihadapi masyarakat desa." Seorang mahasiswa Departemen Planologi ITB yang telah menjalankan KKN mengatakan, "setelah ber-KKN timbul cita-cita saya ingin bekerja di desa." Rusdi Ramli dari Sekretariat KKN UI juga mengatakan manfaat KKN. "Kalau harus turun sendiri ke desa mungkin kita mengalami kesulitan. Tapi karena KKN sudah dikenal masyarakat dan diprogramkan Departemen P & K, mahasiswa turun ke desa lewat KKN tak mengalami hambatan." Dari Unhas drs. Alimuddin Baso, Kepala Unit KKN Unhas, memberikan contoh-contoh manfaat KKN (lihat box). Tapi memang, seperti yang dikatakan Achjani kepada TEMPO, sasaran utama KKN bukanlah hasil fisiknya, tapi "agar supaya mahasiswa sesering mungkin berhubungan dengan masyarakat." Jadi "tidak diharapkan nantinya, karena KKN lalu sarjana-sarjana berbondong-bondong kerja di desa. Yang penting, di mana saja dia bekerja selalu ingat masyarakatnya. Semua dayanya ditujukan ke arah kemakmuran bersama," tambah Achjani. Kesimpulan: KKN memang pertama-tama ingin menyiapkan manusianya agar berorientasi ke masyarakat banyak. Misalnya "Saya dengar di IPB kurikulum diarahkan sesuai dengan hasil-hasil yang dikumpulkan mahasiswa yang ber-KKN," jawab Dirjen P3M itu. Meskipun tidak memberikan contoh nyata, seorang mahasiswa UI yang barusan ber-KKN mengatakan kepada TEMPO, "saya jadi tahu kalau teori administrasi tidak selalu bisa diterapkan dalam masyarakat kita." Karena itu dia berharap agar "perguruan tinggi kita bertolak dari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat kita dan tidak hanya berpegang pada teori Barat saja." Jadi agaknya sasaran KKN memang mahasiswa plus perguruan tingginya. "Saya bilang KKN itu pendidikan juga. Artinya belajar sambil membangun," kata Achjani. Kenapa KKN? "Untuk membedakan dengan praktek lapangan atau penelitian," jawabnya. Penelitian, menurut Rusdi Ramli dari UI, hanya untuk melihat masalah dan pemecahannya mungkin baru nanti, tapi KKN melihat masalah dan jika mungkin memberikan pemecahannya waktu itu juga. Dan penelitian itu demi ilmu pengetahuan itu sendiri, sementara KKN berguna langsung membentuk sikap mahasiswa dan (diharapkan) juga sikap masyarakat. Sinyalemen kebelummantapan KKN agaknya dikarenakan tak ada ukuran bagaimana yang sudah mantap dan yang belum. Juga, apa yang terjadi di desa-desa tempat mahasiswa ber-KKN kurang tersebar luas. Karena itu salah satu keputusan Rapat Tinjauan KKN di Pandaan kemarin adalah menyusun instrumen untuk mengukur keberhasilan KKN yang akan dilaksanakan akhir April ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus