YUSUF Walad, 48 tahun, sudah mengantungi tiket ketika 10 petugas
Kejaksaan Tinggi Aceh mencegatnya di bandar udara Blang Bintang,
Banda Aceh, Sabtu pekan lalu. Walikota Sabang yang dua hari
sebelumnya "ditarik" dari jabatannya itu bermaksud terbang ke
Jakarta melapor pada Mendagri Soepardjo Roestam. Namun sebelum
bertolak ia harus menanda-tangani surat perintah tahanan kota.
Gubernur Aceh Hadi Thayeb kemudian bertindak cepat. Selasa
minggu ini ia melantik Zainuddin Mardjohan, bekas Bupati Aceh
Timur, sebagai pejabat sementara Walikota Sabang.
Yusuf dituduh menyelewengkan uang negara meliputi Rp 1,2 milyar.
"Tapi sampai sekarang baru ditemukan bukti penyelewengan
administratif dan penyelewengan prosedur," kata Kepala Kejaksaan
Tinggi Aceh, Achmad Achir.
Kasus ini berpangkal dari status Sabang itu sendiri sebagai kota
perdagangan dan pelabuhan bebas yang diatur dengan UU No. 3 dan
4/1970. Berbeda dari kotamadya atau kabupaten lain, Sabang
berhak mengutip semua jenis pajak di wilayahnya, rata-rata Rp
400 juta per tahun. Sejak 1970 sampai 1980 UU tersebut tidak
jalan. Dan selama itu dana tersebut dinikmati Komando Pelaksana
Pembangunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang.
Ketika Yusuf, yang semula mengajar di FE Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh, jadi walikota (1978), ia memanfaatkan dana
yang menjadi hak pemerintah daerah itu. Berkat kegigihannya,
APBD Kotamadya Sabang yang semula Rp 177 juta, pada 1978 menjadi
Rp 1,2 milyar. Dana tersebut antara lain dipergunakan membina
kegiatan olah raga, pembangunan sarana peribadatan, termasuk
pembelian KM Sabang Ekspress seharga Rp 40 juta, karena sarana
angkutan memang dirasakan sangat kurang.
Menghadapi tuduhan manipulasi, Yusuf nampak pasrah. "Kalau kelak
terbukti saya bersalah, saya rela menerima risikonya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini