Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah morrison dihadang fretilin

Kunjungan delegasi parlemen Australia ke timor timur, dipimpin oleh william l. morrison. (nas)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU Timor Timur yang merdeka tidak mungkin," kata William L. Morrison, ketua Delegasi Parlemen Australia setibanya di bandar udara Mascot, Sydney, Sabtu lalu. Morrison baru saja memimpin suatu delegasi Parlemen Australia mengunjungi Indonesia, enam hari di antaranya di Timor Timur. Alasannya seperti yang juga dikemukakan Morrison sebelum meninggalkan Jakarta: pihak Indonesia memegang kendali pemerintahan administratif sepenuhnya di Timor Timur. "Keadaan ekonominya masih sulit. Namun tidak ada tanda-tanda kelaparan di sana, yang ada hanya tanda-tanda kurang gizi," ujarnya pada pers. Delegasi beranggotakan tujuh orang itu praktis melintasi hampir seluruh wilayah Tim-Tim. "Selama di sana, kami telah melihat lebih dari 95 persen rakyat Timor Timur akan melihat selama hidup mereka," kata Morrison dalam konperensi persnya di Jakarta. Tiga helikopter disediakan pemerintah RI untuk mereka. Mereka menentukan sendiri daerah yang mereka kunjungi, termasuk yang dianjurkan pihak Fretilin di Australia, khususnya Tim-Tim bagian timur yang, konon, "dikuasai Fretilin". "Kami memang telah mengunjungi bagian timur Timor Timur. Kami melintasinya lewat darat. Semua desa yang kami kunjungi ternyata ada di bawah administrasi pemerintah Indonesia," kata Bill Morrison. Hingga disimpulkannya: di Australia ada dugaan yang salah, yang mengira masih ada daerah di Tim-Tim yang dikuasai Fretilin dan untuk melintasinya diperlukan semacam "surat jalan". Kesimpulan Morrison tampaknya sama dengan semua anggota delegasi, juga beberapa wartawan Australia yang dengan biaya sendiri menyertai kunjungan. Bahkan Senator Gordon D. McIntosh dari sayap kiri Partai Buruh yang terkenal kritis dalam soal Tim-Tim, mengakui kemajuan yang dicapai di sana. McIntosh pernah mengunjungi Tim-Tim pada 1975. "Saya lihat lebih banyak anggaran disediakan buat Timor Timur dibanding daerah lain, untuk bisa membangunnya secepat mungkin," katanya. Tampaknya banyak hal yang membuat lega delegasi Parlemen Australia itu. Misalnya, semula mereka tidak mempercayai ucapan Gubernur Tim-Tim, Mario Carascalao, bahwa anggota Fretilin terkadang dibiarkan turun dari gunung untuk membeli keperluan mereka di desa. Ini terjadi karena yang dilaksanakan di Tim-Tim oleh aparat keamanan adalah semacam "perang psikologis," untuk membujuk mereka yang masih membangkang turun gunung dengan sadar. "Mereka tidak mengganggu kita lagi. Karena itu kita juga tidak mengganggu mereka," kata Carascalao. Tapi pengalaman para tamu Australia itu sendiri ternyata membuka mata. Menjelang akhir kunjungan mereka, pada 29 Juli, salah satu mobil delegasi yang membawa Morrison dihentikan empat anggota Fretilin yang bersenjata di Soba, 130 km sebelah timur Dili. Harian The Sydney Morning Herald kemudian melukiskan pertemuan itu sebagai "penyerangan diplomatik Fretilin". Wakil Fretilin tersebut, Cancio de Sousa Gama, menyerahkan sepucuk surat pada Morrison. Melalui penerjemah, Gama mengundang Morrison mengunjungi kamp Fretilin saat itu juga. Morrison menolak undangan itu dan mengatakan ia perlu membicarakannya lebih dulu dengan para rekannya. Gama juga mengatakan bahwa Fretilin mengontrol Timor Timur. Namun Morrison menjawab, ia tidak melihat Fretilin di tempat-tempat yang dikunjungi delegasinya. Surat tanpa tanda tangan yang disampaikan pada Morrison ditulis dalam bahasa Inggris pada sehelai kertas yang disobek dari buku tulis. Bahasa Portugisnya buruk. Isinya: menuntut Indonesia meninggalkan Tim-Tim, dan bahwa Fretilin akan meneruskan perjuangannya. Setelah peristia itu barulah Morrison percaya, kini memang tidak ada lagi tembak-menembak di Tim-Tim. Dan yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah mengajak, dan mengimbau seluruh rakyat Tim-Tim bersatu dan bekerja bersama untuk membangun wilayah mereka. Apakah kunjungan delegasi Parlemen Australia itu akan mendekatkan pada suatu pengakuan de jure atas integrasi Tim-Tim pada Indonesia? Sebelum meninggalkan Jakarta, Morrison mengatakan, delegasinya bukan delegasi pemerintah. "Apa yang kami lakukan adalah memberikan informasi seluas dan sejauh mungkin, hingga semua partai bisa menggunakannya untuk menentukan kebijaksanaan mereka. Kebijaksanaan apa yang akan mereka tentukan, pemerintah, Partai Buruh, ataupun Partai Liberal, semuanya terserah mereka. Laporan itu, menurut rencana, akan disampaikan pada Parlemen akhir bulan ini. Suratkabar The Sydney Morning Herald melaporkan, para pengamat Indonesia dan Australia yakin, delegasi akan melaporkan pandangan yang lunak tentang pemerintahan Indonesia di Tim-Tim. "Ini akan memberikan Perdana Menteri Bob Hawke alasan untuk membuang resolusi resmi Partai Buruh yang menuntut penentuan nasib sendiri rakyat Tim-Tim," tulis harian tersebut. Dalam Partai Buruh sendiri, penganut garis keras masih ada. Senator McIntosh, setelah mengunjungi Tim-Tim, tetap melihat tidak adanya alasan bagi Partai Buruh buat mengubah resolusinya. Baginya, "masalah pembangunan ekonomi lepas dari hak untuk Tim-Tim."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus