Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Warga Kota Semarang Tolak Politik Uang

Tiga hari menjelang pencoblosan pilkada, beberapa kelompok warga di Semarang menggelar aksi unjuk rasa menolak praktek politik uang. Di arena hari bebas kendaraan bermotor (car-free day) di Simpang Lima Kota Semarang, misalnya, setidaknya ada tiga kelompok yang menggelar unjuk rasa menyuarakan tolak politik uang.

7 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMARANG- Tiga hari menjelang pencoblosan pilkada, beberapa kelompok warga di Semarang menggelar aksi unjuk rasa menolak praktek politik uang. Di arena hari bebas kendaraan bermotor (car-free day) di Simpang Lima Kota Semarang, misalnya, setidaknya ada tiga kelompok yang menggelar unjuk rasa menyuarakan tolak politik uang.

Pegiat Seni Muda Semarang menggelar aksi teatrikal. Seorang mengenakan jas membagi-bagikan uang seratus ribuan. Aksi itu dicegah tiga orang bertelanjang dada yang membalur tubuhnya dengan cat warna merah, kuning, dan hijau.Pemberi uang selalu gagal karenadihalangi-halangi. Sesekali, tiga lelaki bercat juga membujuk warga agar tidak mau menerima uang tersebut.

Mereka berteater dengan diiringi gebukan drum bertalu-talu dan gerakan-gerakan aneh. Mereka juga membentangkan spanduk: "Duit Dhemit Pangan Setan, Jangan Gadaikan Semarang, Tolak Politik Uang". "Kami prihatin politik uang semakin besar. Ini merusak demokrasi," kata koordinator aksi, Agoes Ambarsari.

Kelompok lain yang menggelar unjuk rasa tolak politik uang adalah mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Semarang. Mengenakan jas almamater masing-masing, secara terpisah mereka melakukan orasi dan membentangkan berbagai poster. Koordinator aksi dari KAMMI, Khanif, menyebut ada 63 persen pemilih di Kota Semarang menyatakan mau menerima politik uang. "Itu hasil survei yang kami lakukan pada November lalu," kata dia. Dari 63 persen itu, 43 persen menyatakan akan memilih calon yang memberikan uang. "Ini yang harus kita cegah," kata Khanif.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Semarang, Henry Wahyono, yakin money politic tidak akan berpengaruh pada pemilihan Wali Kota Semarang 2015."Masyarakat perkotaan seperti Semarang sudah tinggi kesadaran politiknya. Bahkan abang becak dan pekerja kasar itu ngomongnya sudah fasih tentang pilwakot," kata dia.

Menurut Henry jika calon wali kota melakukan politik uang, hal itu akan sia-sia. Tapi Henry tetap meminta seluruh warga untuk waspada. Panitia Pengawas Pemilu Semarang juga menyiapkan 2.634 pengawas di TPS-TPS. "Pemberi dan penerima politik uang bisa mendapat sanksi pidana. Pasangan calon pun bisa dibatalkan jika terbukti menyebar uang," kata dia. ROFIUDDIN | EDI FAISOL

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus