Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang Menggandakan dan yang Menggondol

Money game alias permainan uang merebak luas di kota-kota besar. Di Medan sudah jatuh korban, Rp 1 triliun melayang, tapi mengapa banyak orang tak kapok juga?

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melipatgandakan uang di PT BMA (Sabang-Merauke). Bayangkan, uang yang Anda pegang, kalau ditumpuk, tebalnya bertambah 75 persen sebulan! Dengan paket Rp 2.000.000 yang beranak menjadi Rp 3.450.000 bulan berikutnya. Silakan e-mail ke…. Sekarang iklan model begini gampang ditemui di mana saja: di koran sampai di internet—seperti potongan iklan menggiurkan BMA di atas. Zaman sulit rupanya membuat pikiran orang jadi butek. Apalagi, jalan yang "benar" untuk mencari rezeki banyak yang buntu, sehingga jalan pintas untuk seketika menjadi kaya dicari siapa saja, dari tukang becak, bakul jamu, sampai doktorandus. Siapa sih yang tidak kepincut jika uangnya berlipat 100-300 persen dalam waktu sebulan-dua bulan, atau 3-4 persen sehari? Jika Anda punya Rp 10 juta hari ini, Anda merem saja semalaman, keesokannya uang Anda bertambah Rp 400 ribu. Sementara itu, deposito hanya mendatangkan bunga sekitar 20 persen setahun. Berbondong-bondonglah orang mengejar mimpi itu di PT Banyumas Mulia Abadi (BMA), yang didirikan setahun lalu di Medan, Sumatra Utara. BMA ternyata diikuti 40 perusahaan sejenis, termasuk New Era 21. Usaha gelap? Tidak sepenuhnya, karena mereka punya surat izin usaha perdagangan dari kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat. Hanya cabang usahanya yang dikarang-karang. Ada yang mengaku sebagai usaha leveransir, usaha perdagangan dalam negeri, ekspor-impor, atau apa saja. Total ada satu juta orang yang terperangkap bisnis model begini di Medan. Dan bom waktu siap meledak. Ledakan itu terjadi Senin pekan lalu. Awalnya, sebuah pengumuman tertempel di kantor New Era 21 di Kompleks Tomang Elok, Jalan Gatot Subroto, Medan. Di situ tertulis: kantor tutup selama dua hari. Nasabah yang berderet antre untuk mengambil uang yang jatuh tempo pada hari itu kecewa berat. Padahal, mereka sudah bermimpi menarik uang gede plus hasil penggandaannya. Matahari makin tinggi, kekesalan memuncak ketika pintu kantor tetap tertutup sampai sore. Kegelisahan berubah menjadi kegaduhan dan teriakan-teriakan. Petugas keamanan yang mencoba menahan amarah nasabah, akhirnya, tak kuat membendung keinginan nasabah untuk membobol kantor tersebut. Ratusan nasabah akhirnya menjebol pintu dan langsung menyerbu kantor New Era 21. Apa saja dibanting, apa saja dirusak. Kerumunan yang makin besar dengan masuknya warga setempat itu makin tak terkendali. Diam-diam, dari pintu belakang, dua buah mobil masuk dan memboyong 15 kotak berisi uang. Pembobol yang belum diketahui jati dirinya itu melarikan diri sambil melepaskan tembakan. Nasabah semakin panik dan semakin marah serta membakari berkas-berkas yang ada di kantor itu. Kerumunan yang lain meraupi sisa-sisa uang yang berhamburan. Sampai Rabu lalu, para nasabah terus menguras "harta" kantor yang masih tersisa, termasuk tangki air. Tapi dana raksasa milik nasabah sekitar Rp 1 triliun sudah lenyap bersama Manufahi Maroh alias A Bo alias Toni Bahama, 38 tahun, yang mengaku sebagai komisaris New Era. Bahaya sebenarnya sudah mulai muncul enam bulan lalu. Sebuah perusahaan, CV Bisnis of Bisnis (BOB), yang juga penjaja pelipatgandaan uang, menutup usahanya. Ini kasus pertama. Akibatnya, rumah Marbun, pengelola BOB, yang berusaha menilap uang nasabah, dirusak dan dijarah. Untung, ia diamankan petugas kepolisian. Lain lagi cerita PT Citra Bahana Sentausa yang beralamat di Jalan Juanda. Pengelolanya, Hero Gusti Ferdianta, menjadi buron polisi setelah melarikan uang Rp 15 miliar. Sudah delapan perusahaan ditutup dan hampir semuanya membawa lari uang rakyat. Toh, usaha begini terus langgeng. Itu lantaran pengejar "angin surga" tak pernah menyerah. Dan ada juga yang sudah menikmati duit besar. Tengoklah A. Tarigan, dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Medan. Ia mengaku baru kali ini kehilangan uang Rp 35 juta di New Era. Sebelumnya, ia mengaku sudah mendapatkan uang Rp 350 juta di tempat lain. "Ini soal naluri. Kalau enggak untung, ya rugi," katanya rileks. Nasib Tarigan itu tidak menular kepada Suminah. Ibu beranak empat ini ikut New Era karena tergiur tetangganya yang mampu membeli sepeda motor dari bisnis ini. Maka, ia pun menjual kalung satu-satunya agar bisa membeli dua paket iuran sebesar Rp 2,2 juta. Ia berharap mendapat Rp 9 juta. Tapi impiannya dibawa kabur bos New Era. Mengapa pemerintah daerah diam saja sementara korban berjatuhan? Pihak pemerintah daerah mengaku sejak lama sudah berusaha menutup usaha itu. "Tapi, karena izin usaha diberikan oleh Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Kanwil Deperindag), pihak merekalah yang punya hak," kata Drs. Chairul, dari bagian humas Pemda Sum-Ut, seraya mengelak. Pihak Kanwil Deperindag, seperti yang dikutip media massa, mengaku tak berdaya menutup usaha ilegal tersebut. "Saya menerima teror lewat telepon, baik dari nasabah maupun dari pengusaha yang tak rela kegiatan tersebut ditutup," kata Iskandar Sabirin, Kepala Kanwil Deperindag Sum-Ut. Meski terasa aneh, Iskandar ada benarnya. Sebab, ketika Rabu pekan lalu pihak kepolisian Jawa Timur menutup kantor PT BMA di Surabaya, keesokan harinya terlihat puluhan nasabah melakukan protes di markas Kepolisian Daerah Ja-Tim. Tindakan penggerebekan dan penutupan kantor BMA dianggap salah karena selama ini mereka mengaku tidak dirugikan. Barangkali bukan "tidak" dirugikan, tapi "belum" dirugikan. Dan usaha yang mirip simpan-pinjam ini telah menjalar luas, termasuk di Jakarta. Di Ibu Kota bisa dijumpai usaha serupa dengan nama New Era, PT Turang Senina Kerina, CV Syafir Biru, PT BMA, dan PT Telecomindo Perkasa. Iklan mereka bisa dijumpai di berbagai media cetak. Dikabarkan, pihak Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta sedang mencari jalan keluar. "Meski ini penipuan, sebelum dicabut izinnya, kami harus mengutamakan agar uang nasabah kembali," kata B.M. Harimpat, Kepala Kanwil Deperindag DKI. Harimpat mengaku di kantornya hanya ada tiga usaha sejenis yang terdaftar sekarang ini. Money game alias permainan uang memang menjamur, bersama bangkitnya lagi judi-judi "legendaris" semisal hwa-hwe atau toto gelap (togel). Di Pinrang, Sul-Sel, Desember 1998, penipuan berkedok sistem simpan-pinjam atau koperasi simpan-pinjam telah menyedot lebih dari Rp 800 miliar uang rakyat. Pada 1987, Ongkowidjaja dengan Yayasan Kesejahteraan Adil Makmur telah menipu 65 ribu orang dan meraup Rp 20 miliar. Nah, perlu korban berapa triliun lagi untuk membuat orang percaya bahwa yang model jalan pintas begini pastilah ujungnya satu: penipuan. Rustam F. Mandayun, Bambang Soedjiartono (Medan), Agus S. Riyanto (Jakarta), dan kontributor Surabaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus