Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - AstraZeneca mengumumkan pada Jumat 23 Oktober 2020, telah bisa memulai kembali uji klinis Vaksin Covid-19 di Amerika Serikat. Mereka menyatakan telah mengantongi izin per Kamis, seperti halnya juga bagi Johnson & Johnson yang sudah bersiap memulai lagi uji klinisnya di negara yang sama per Senin atau Selasa pekan depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji klinis vaksin Covid-19 dari keduanya diputuskan dihentikan setelah temuan kasus relawan masing-masing berturut-turut pada 6 September dan 12 Oktober lalu. Amerika Serikat, untuk vaksin AstraZeneca, adalah yang terakhir memberikan izin untuk uji klinis itu bisa disambung lagi ketimbang negara-negara lain yang menjadi lokasi uji coba vaksin tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Amerika Serikat pula, izin-izin itu diberikan tepat sepuluh hari menjelang pemilihan presiden di negara itu. Seperti diketahui AstraZeneca dan J & J termasuk yang telah meneken kontrak penyediaan vaksin di Amerika Serikat. Sejumlah negara, seperti diketahui, telah berlomba memesan vaksin Covid-19 di tengah pandemi yang telah menginjak usia hampir sembilan bulan ini.
Sebagian pejabat dan ahli menunjukkan kekhawatiran bahwa persetujuan diberikan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) di bawah tekanan politik. Selain sekitar 25 persen warga Amerika Serikat yang telah menyatakan ragu menjalani vaksinasi.
“Seiring uji klinis itu berjalan lagi, saya berharap dikomunikasikan kepada publik kalau prosedur sudah diikuti menurut standar etika tertinggi dan tidak ada yang mencampuri proses regulasi FDA," kata Matthew Hepburn, kepala pengembangan vaksin dalam Operation Warp Speed, sebuah kemitraan publik-swasta untuk mempercepat upaya-upaya inokulasi.
AstraZeneca sendiri kembali menegaskan kalau dalam sebuah uji klinis skala besar kasus relawan jatuh sakit sangat mungkin terjadi. Meski begitu mereka juga menekankan bahwa FDA telah mengkaji ulang seluruh data keselamatan dari uji yang dilakukan AstraZeneca di global dan menyimpulkan aman untuk melanjutkannya kembali.
Selain di AS, uji klinis fase final AstraZeneca tersebar di Inggris Raya, Brasil, Afrika Selatan, dan Jepang. Tiga yang pertama sudah memulai kembali tak lama setelah penghentian sementara pada 6 September lalu. Sedang Jepang menyusul membeir lampu hijau pada awal bulan ini. Vaksin AstraZeneca dikembangkan bersama tim peneliti dari University of Oxford.
Pada kasus AstraZeneca, seorang relawan perempuan berusia 37 tahun mengeluhkan, di antaranya, sulit berjalan serta lemas dan sakit pada lengan sehari setelah menerima suntikan dosis yang kedua pada 5 September lalu. Kasus kedua dilaporkan terjadi di Brasil pada pekan ini bahwa seorang relawan meninggal.
Dalam penjelasannya terhadap kasus yang pertama, baik AstraZeneca maupun Oxford, mengatakan sakit itu bukan karena efek vaksin. Sedang terhadap kasus di Brasil disebutkan kalau relawan itu termasuk dalam kelompok penerima plasebo--bukan vaksin--dalam uji klinis.
Pada kasus relawan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson, uji klinis diputuskan dihentikan untuk dikaji lagi setelah ada seorang relawan menderita sakit yang belum terjelaskan. Saat uji klinis fase final melibatkan 60 ribu pasien di delapan negara baru saja bergulir 23 September.
Dalam penjelasannya kemudian, Johnson & Johnson menyatak tak ditemukan sebab akibat yang jelas antara uji klinis dan sakit itu. "Ada banyak kemungkinan faktor penyebab dan berdasarkan informasi yang kami kumpulkan juga input dari pakar yang independen tidak didapati bukti kandidat vaksin penyebabnya," bunyi pernyataan raksasa perusahaan kesehatan di AS itu.
REUTERS | CNN