Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter tidak hanya dilakukan di jenjang kelas tengah pendidikan. Asesmen Kompetensi Umum sebagai pengganti dari pelaksanaan ujian nasional (UN) harus ada juga di kelas akhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DIY menyatakan secara prinsip tak mempermasalahkan kebijakan penghapusan ujian nasional dan menggantinya dengan Asesmen Nasional 2021 terdiri dari AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar tersebut. Alasannya, untuk kepentingan memetakan dan mengetahui proses belajar siswa di masing-masing sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Yogyakarta meminta agar asesmen itu dikaji ulang terkait sasaran pelaksanaannya. "Kalau AKM dan Survei Karakter di kelas tengah untuk tujuan perbaikan penilaian, di kelas akhir juga perlu sebagai alat bantu sekolah lanjutan menyeleksi penerimaan siswa baru," ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga DIY Didik Wardoyo, kepada Tempo, Minggu 11 Oktober 2020.
Bagaimanapun juga, Didik mengatakan, jumlah sekolah terbatas. Sedangkan minat para siswa baru--walaupun dalam zona wilayah yang sama-- berbeda-beda sehingga perlu alat seleksi sebagai acuan. Selain, dia menambahkan, asesmen di kelas akhir penting sebagai stimulan untuk siswa terus berpacu dalam belajar.
Didik menekankan, pemerintah pusat perlu menyadari bahwa proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di jenjang pendidikan berikutnya butuh acuan dan parameter jelas. "Dengan adanya parameter dan terstandar jelas, maka tidak akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat," ujarnya.
Didik mencontohkan kegaduhan di masyarakat akibat tidak adanya alat ukur atau parameter yang jelas seperti saat daerah dipasrahi mengukur sendiri prestasi siswa melalui penilaian rapor. Padahal penilaian rapor itu di setiap sekolah seringkali subyektif.
"Jangankan tiap sekolah, wong beda guru saja penilaian rapor nya bisa berbeda jauh karena standarisasinya beda," katanya.
Proses PPDB murni menggunakan ukuran jarak sekolah-rumah serta usia siswa, Didik berpendapat, berpotensi bermasalah. Dia menyebut persoalan seperti modus pindah tempat tinggal serta masalah terkait keadilan dan hak siswa. "Jadi asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional itu perlu juga di kelas akhir," ujarnya.
Menurut Didik, perihal penerapan asesmen nasional 2021 di kelas akhir ini sudah sempat dibahas dengan Kementerian Pendidikan dan sampai sekarang masih dikaji. "Kami belum tahu kapan akan diterapkan," ujarnya.