Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Betawi Ridwan Saidi menjelaskan kembali pernyataannya mengenai Raden Fatahillah orang Yahudi seperti dikatakannya dalam sebuah video. Menurut dia, sejarah musti ada dasar pembuktian, dia juga menceritakannya secara kronologis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita harus mulai dulu dari pembebasan Konstantinopel oleh Otoman. Itu kan pada 1453, setelah itu ekonomi Eropa dan sekitarnya dikuasasi penuh oleh Otoman, dan itu nyaris membangkrutkan Yahudi," ujar Babe Ridwan, sapaan Ridwan Saidi, melalui sambungan telepon, Rabu, 4 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Babe Ridwan menyatakan bahwa Raden Fatahillah keturunan Yahudi dalam sebuah video berdurasi 15 menit 52 detik itu. Video itu diunggah oleh akun YouTube bernama Macan Idealis. Dalam video yang lain juga Babe Ridwan menyebut bahwa Kerajaan Sriwijaya fiktif.
Situasi tersebut, Babe Ridwan melanjutkan, dibaca oleh Raja Portugal, istilah sekarang perang dagang, dan akan membawa kepada perang betulan. Oleh karena itu dia mengutus Ferdinand Mendez Pinto dengan tujuh orang lainnya menumpang kapal yang berkapasitas 8 orang.
"Mendez Pinto menuju daerah Afrika Utara, dia juga memperkirakan bahwa Yahudi bar bar akan bangkit. Yahudi bar-bar itu adanya di kota Akhem, sebelah barat Aljir ibukota Aljazair," kata Babe Ridwan. "Dan, memang betul ada persiapan perang, jadi sebenarnya rombongan Mendez Pinto ini wartawan merangkap intelijen."
Lalu, Babe berujar, kapal orang Yahudi merapat di Kota Aleksandria di Mesir, mereka bertemu dengan Sherif, kelas elit Yahudi Mesir. Rupanya Sherif adalah pemodal, lalu berangkatlah mereka. Dan di perjalanan, mereka merekrut tentara Cina, tentara Kochin, India, termasuk orang Portugis, total pasukan 50.000.
Pasukan tersebut, pecah dua golongan, rombongan pertama dipimpin Aladin ke Semenanjung Malaysia, dulunya Malaya. "Aladin itu nama pimpinan, dalam bahasa Ibrani-nya mengejek agama, yang artinya semacam agama atau serupa agama, Aladin," kata Ridwan.
"Ini ditulis oleh Mendez Pinto dalam tulisan dengan judul Adventures of Ferdinan Mendez Pinto, jangan salah, dokumennya sekarang ada di Harvard University, itu kejadiannya 1539-1540."
Aladin mendarat di Kuala Trengganu, Malaysia, dan menyerang kerajaan itu. Dengan alasan, karena Kuala Trengganu kerajaan Islam. Menurut Ridwan, Yahudi tidak bisa menumpahkan amarahnya ke Otoman karena kuat, sehingga amarahnya ditumpahkan ke kerajaan Islam di timur.
Kuala Trengganu kemudian kalah dan Raja Trengganu melarikan diri, lantas ditempatkanlah lelaki Yahudi yang dipanggil Patih Trengganu. Setelah itu, Raja Trengganu yang terusir ini, menghimpun dan minta bantuan seluruh kerajaan Melayu termasuk di Indonesia.
"Inilah yang saya sebut persatuan Indonesia yang dalam arti rill. Karena dari segala macam Kesultanan Melayu semuanya berhimpun. Dihajarlah itu Patih Trengganu dan dia kalah, Patih Trengganu lari ke Jawa, tapi tidak bergabung dengan orang yang menyebutnya Raden Fateh, dari situ juga ada Patih Unus. Di Jawa Patih Trengganu berubah menjadi Patih Trenggono," kata Babe Ridwan.
Aladin lantas loncat ke Rao di utara Mingangkabau, itu Kesultanan Islam Rao. Diserang oleh pasukan Aladin, Raja Rao atau sultan Rao meninggal. Permaisurinya kemudian menghimpun kekuatan lagi itu pada 1539 akhir.
Dan terjadilah perang, semua Kesultanan Melayu dari Indonesia sampai Malaysia mengirimkan pasukan, Aladin kalah, ditangkap dan dihukum mati dengan diminta memotong lehernya sendiri. "Ini awalnya saya tidak percaya kemudian saya cari dokumen lain, ketemulah dokumen Ibnu Batutah yang abad sebelumnya pernah pergi ke Rao. Ternyata Ibnu Batutah juga menyaksikan hal yang serupa," tutur Ridwan, yang mengaku menggunakan data metode historiharafi.
Di Jawa, Raden Fateh menggempur Kesultanan Demak. Babe Ridwan juga menjadikan relief Candi Borobudur, yang menurutnya melaporkan kedatangan Raden Fateh ke Melayu Deli. Kerajaan Demak menurutnya didirikan sekitar abad 10-11 oleh orang Melayu Deli .
Demak itu dari kata Dama, kata dia, itu bukan Bahasa Jawa, Dama artinya pesta air. "Seluruh masjid di Jawa, kalau Anda perhatikan arsitekturnya Melayu, atap susun menara terpisah, itu kan Melayu," kata dia.
Raden Fateh menggusur Kesultanan Demak. "Lalu Raden Fateh ini bikin basis, bukan bikin kerajaan, salah, enggak ada kerajaan, Yahudi bikin basis di situ, itu sudah 1540," tutur Babe Ridwan. "Dengan pasukan sekitar 50.000 orang dan menyerbu kerajaan Islam di Pasuruan."
Raja di Pasuruan bernama Raja Pambekel, yang menurut Babe Ridwan adalah keturunan Raden Wijaya dan ibunya orang Banjar. Raja Pambekel mempunyai pendidikan militer di Campa, raja ini hanya memiliki kekuatan 20.000 pasukan, dan bertahan di bukit yang sekarang di Pasuruan bernama Bukit Tempuran.
Di situ, menurut Babe Ridwan, sekitar 30.000 tentara Yahudi tewas, dan sisanya cerai berai. Raden Fateh dan Patih Unus dihukum mati dengan diminta memotong lehernya sendiri. Di Indonesia zaman itu kejahatan yang dianggap paling berbahaya adalah kejahatan terhadap keamanan negara, hukumannya memotong leher sendiri.
"Coba tanya, dimana kuburan Raden Fateh dan Patih Unus, itu disita oleh Kerajaan Pasuruan jenazahnya. Kemudian Patih Trenggoro dia berada di sekitar Pajang, dibunuh di tempat tidur oleh Raden Hadi Wijaya," kata Babe Ridwan.
Lalu, bagaimana dengan Fatahillah? kata Babe Ridwan, Fatahillah yang merupakan rombongan Yahudi, kabur, hanya membawa teman sekitar selusin pada 1540. Fatahillah masuk ke Sunda Kelapa, yang sedang dalam pembangunan menjadi kota baru.
"Di sana ada kontingen tentara Bugis, Lombok disamping tentara Sunda Kelapa. Maka dia mau menyerang siapa, kekuatannya tidak seberapa, akhirnya dia membakar Pasar Pisang di Jalan Kunir sekarang, bekas yang dibakar itu masih bersisa tidak dibangun apa-apa," ujar Babe Ridwan.
Itu yang membuat Fatahillah dijuluki Falatehan. Falatehan, menurut Babe Ridwan, bukan dari bahasa Portugis, tapi dari bahasa Armenia yang menyerap ke bahasa Sunda. Artinya adalah penyulut api, Fatahillah tidak ketahuan mati dimana, karena dikepung oleh orang-orang Betawi dan dipukuli.
Pernyataan Ridwan soal Raden Fatahillah itu ditanggapi oleh Arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar.
"Kalau Raden Fatahillah, bagi saya sih mengikuti Mang Ayat, Prof. Ayat Rohaedi, dia bilang seorang ahli itu boleh ngomong apa saja asal ada data. Kalau tidak ada ya, pertama dia bukan ahli kedua dia pengarang itu saja. Ada datanya tidak sumbernya dari mana," ujar Agus Aris Munandar.
Dalam pelajaran sejarah selama ini, Raden Fatahillah adalah tokoh yang dikenal telah mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama daerah itu Jayakarta yang berarti Kota Kemenangan, dan kini menjadi kota Jakarta.