Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti telah mengidentifikasi bagian dari otak di tikus yang bisa menerangkan kenapa orang-orang cenderung mengembalikan berat badan yang sudah hilang. Terapi-terapi di masa depan yang menarget jalur atau bagian otak ini bisa membantu upaya mempertahankan berat badan setelah praktik diet ataupun berpuasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir separuh dari orang-orang dengan obesitas yang berpartisipasi dalam program pengurangan berat badan kembali ke bobot semula setelah lima tahun. Mekanisme yang mendorong kembalinya berat badan ini belum diketahui, tapi kemungkinannya berelasi dengan sel-sel yang berlokasi dalam hipotalamus yang disebut sel saraf AgRP. Sel saraf yang sama telah sebelumnya ditunjukkan memainkan peran penting dalam regulasi rasa lapar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka teraktivasi ketika tubuh sedang rendah bahan bakar, dan ketika aktif, mereka menyebabkan rasa lapar yang intensif," kata Brad Lowell dari Beth Israel Deaconess Medical Center di Harvard Medical School, Massachusetts, AS, menerangkan.
Beragam wilayah di otak mengirim sinyal ke neuron AgRP lewat koneksi-koneksi yang dikenal sebagai synapses. Koneksi bisa menguat atau melemah, membuat intensitas sinyal yang berjalan bersamanya berubah-ubah--semakin kuat koneksi, semakin kuat pesan yang dikirim.
Untuk melihat bagaimana hilangnya berat badan mempengaruhi koneksi synapses, Lowell dan timnya mengukur aktivitas dalam otak post-mortem dari sembilan tikus. Lima di antaranya dibuat berpuasa selama 16 jam sebelum otak mereka ditelaah.
Para peneliti men-stimulasi wilayah otak yang diketahui mengirim sinyal ke neuron AgRP menggunakan optogenetika. Ini adalah sebuah teknik yang mengaktivasi sel-sel menggunakan cahaya.
Dalam responsnya, sel pada tikus-tikus yang berpuasa memiliki aktivitas (synapses) lebih banyak dalam bagian dari hipotalamus yang disebut paraventricular hypothalamic nucleus (PVH) daripada yang tidak berpuasa. Wilayah otak ini diketahui terlibat dalam metabolisme dan pertumbuhan.
Para peneliti kemudian membungkam neuron-neuron PVH ini dalam sekelompok tikus terpisah yang berpuasa dan kemudian melacak berapa banyak makanan yang dimakan tikus dalam 24 jam. Rata-rata, tikus-tikus itu makan sekitar 33 persen lebih sedikit daripada tikus dalam kelompok kontrol, dan mereka memulihkan lebih sedikit berat badan selama tujuh hari berikutnya.
Eksperimen lebih jauh mengungkap, begitu tikus mendapatkan kembali berat badannya yang hilang dari berpuasa, penguatan sinyal dari neuron PVH kembali ke normal. Temuan-temuan itu secara bersama-sama mengantar kepada dugaan bahwa pemulihan berat badan didorong oleh peningkatan sementara pengiriman sinyal dari saraf PVH ke AgRP.
"Rasa lapar yang berlebih adalah sebuah problem medis dan rasa lapar yang terlalu minim adalah juga problem medis," kata Lowell. "Jika kita ingin mencoba mencari tahu bagaimana mengatasinya, kita perlu memahami bagaimana rasa lapar bekerja."
Temuan ini dinilai langkah penting dalam melakukan itu. Terapi di masa depan yang meredam sinyal dari neuron PVH, misalnya, bisa membantu orang-orang menjaga penurunan berat badan. Meski begitu, butuh riset lebih banyak untuk memahami lebih baik konsekuensinya. "Bisakah Anda melakukannya tanpa efek samping? Itu yang kita belum tahu sekarang," kata Lowell yang bersama timnya telah mempublikasikan secara online temuan-temuan di atas di Jurnal Cell Metabolism terbit 24 Maret 2023.
NEW SCIENTIST, SCIENCE DIRECT
Pilihan Editor: Pendiri Intel Meninggal, 'Pengkhianatan' yang Melahirkan Silicon Valley
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.