Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan pembagian tugas antara BRIN dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Dia memastikan kedua lembaga ini tidak ada tumpang tindih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang dari awal kan juga enggak tumpang tindih. Kemarin kan juga ada Kemendikbudristek, malah ada risetnya. Sekarang cuma saintek,” kata Handoko ketika ditemui di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Handoko menyebut kedua lembaga ini justru komplementer antara satu dengan yang lain. “Karena universitas dan lembaga riset itu kan dua saudara yang pasti sejalan. Karena univeritas itu adalah pendidikan tinggi berbasis riset, aktivitas riset. Sedangkan kami riset yang full time, yang penuh waktu,” tuturnya.
Handoko menyatakan akan segera bertemu dengan Mendiktisaintek Satryo Brodjonegoro. Menurut dia, BRIN tetap menjadi lembaga terpisah seperti sekarang ini berdasarkan arahan Presiden Prabowo. Meski begitu, dia mengaku belum bertemu dengan Presiden Prabowo beberapa waktu belakangan ini.
“Saya kan sudah sering dipanggil sejak dulu. Kalau waktu dekat ini belum ada, beliau kan mau ngurusi lembaga-lembaga baru juga. Karena saya sudah tahu (akan terpisah), makanya kami santai-santai aja. Kami sudah tahu dari sebelum pelantikan,” kata Handoko.
Sebelumnya Handoko menjelaskan bahwa Kemendiktisaintek akan fokus pada pengelolaan di kampus, sedangkan BRIN fokus menangani para ilmuwan atau peneliti yang fokus pada riset tanpa perlu menyelesaikan kewajiban pembelajaran seperti kuliah.
“Basis di Kemendiktisaintek itu akademis dan pedagogi, jadi pembinaan mahasiswa, periset, tetapi yang basisnya adalah akademis. Kalau kami basisnya dari aktivitas riset,” kata dia ditemui usai memberikan penghargaan Habibie Prize 2024, dikutip dari Antara, Senin, 11 November 2024.
Menurut Handoko, Kemendiktisaintek ke depan akan fokus untuk pengelolaan di kampus. “Karena kampus kita itu ada banyak, sekitar empat ribu. Kalau di kami ada pemberian gelar melalui riset yang basisnya enggak perlu tanya IPK, tapi kita tanya passion (minat), dan dia (peneliti) harus murni melakukan riset, tidak ada coursework,” ucapnya.