Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Tiga mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang menciptakan teknologi baru untuk memudahkan manusia membaca dalam gelap, yakni tinta bolpoin bercahaya yang memanfaatkan bakteri.
Baca: Penumbuh Jenggot dari Universitas Brawijaya Ini Juara di Malaysia
Baca: Pelembab Kreasi Mahasiswa Brawijaya Ini Berasal dari Ceker Ayam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga mahasiswa tersebut adalah Novia Rosa Damayanti, Renaldy Fredyan, dan Mey Yuliana. Mereka memanfaatkan bakteri dengan proses tertentu agar bisa memancarkan cahaya, sehingga manusia bisa membaca dengan jelas meski dalam kondisi gelap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perkembangan teknologi sangat pesat, khususnya bidang elektronik seperti gadget dan ponsel pintar. Perangkat ini sangat membantu mobilitas pekerjaan manusia, seperti membaca dan menulis. Namun, pencahayaan dari perangkat tersebut bersifat radiasi yang merusak mata dan membuat mata cepat lelah," kata salah seorang anggota peneliti tinta bercahaya, Novia Rosa Damayanti, di Malang, Jawa Timur, Kamis, 2 Agustus 2018.
Berdasarkan The National Radiological Protection Board (NPRB) UK, Inggris, efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari telepon seluler dibagi menjadi dua, yaitu efek fisiologis dan efek psikologis.
Berkaca dari permasalahan tersebut, ia dan kedua rekannya mencoba memecahkan masalah dengan memanfaatkan alam, yaitu melalui isolasi bakteri.
Beberapa jenis bakteri dapat memancarkan cahaya. Bakteri ini disebut bakteri bioluminesensi. "Untuk proses pemancaran cahaya melibatkan transpor elektron," ujar Ketua Tim Penelitian, Novia Rosa Damayanti.
Potensi besar yang dimiliki oleh bakteri bioluminesensi, tambahnya, menjadikan bakteri itu sebagai kandidat kuat untuk menghasilkan tinta yang bercahaya. Tulisan yang hasilkan mampu terbaca di tempat gelap, sehingga mengurangi penggunaan perangkat elektronik dengan radiasi.
Bakteri bioluminesensi, merupakan bakteri yang mampu berpendar. Bakteri tersebut dapat ditemukan pada beberapa spesies laut. Untuk mendapatkan bakteri bioluminesensi perlu dilakukan isolasi, pemurnian, serta dikulturkan.
Isolasi bakteri dilakukan dengan beberapa sampel dan tempat yang berbeda. Sampel utama adalah cumi-cumi, lumpur laut, dan air laut. Sampel didapatkan dari dua tempat yang berbeda, yakni pantai utara Lamongan dan pantai utara pesisir Pulau Sempu, Kabupaten Malang.
Novia mengemukakan isolasi dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada tiap sampel dan tiap tempat. Pengujian awal menggunakan sinar UV sebagai salah satu parameter perpendaran pada sampel. Hingga dilakukan pemurnian dan pengkulturan untuk menumbuhkan bakteri bioluminesensi.
Media yang digunakan adalah LA (Luminescent Agar) dan LB (Luminescent Broad). Bakteri pada media LA miring yang telah tumbuh diuji dengan menggunakan metode cat gram. Cat gram yang digunakan adalah cat gram A, B, C, dan D. Hasil yang didapatkan, yakni bentuk bakteri adalah bulat (Coccus), tidak berflagela, dan berwarna merah (gram negatif).
Jenis bakteri untuk sementara yang dapat disimpulkan photobacterium phosporium. Bakteri tersebut selanjutnya akan dikondisikan seperti cairan yang berwarna. Cairan tersebut yang nantinya dapat digunakan sebagai tinta bercahaya pada bolpoin.
"Dengan adanya jenis bolpoin yang tintanya dapat bercahaya ini diharapkan mampu mengurangi penggunaan smartphone, karena tulisan yang dihasilkan oleh bolpoin dapat terbaca pada tempat yang gelap," tambahnya.
Simak artikel lain tentang penelitian mahasiswa Universitas Brawijaya di kanal Tekno Tempo.co.