Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekian lama menjadi tanaman yang dibudidayakan secara tradisional, porang akhirnya menjadi tanaman varietas dengan nama Madiun 1. Varietas pertama tanaman porang ini diluncurkan melalui sidang pelepasan varietas oleh Badan Benih Nasional pada Februarai 2020 tahun lalu di Malang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Varietas porang Madiun 1 diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Madiun bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Balitbangtan. Madiun 1 merupakan varietas lokal yang selama turun temurun dibudidayakan oleh petani porang di daerah Madiun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dikutip Tempo dari laman Badan Litbang Pertanian, Madiun 1 mempunyai karakteristik daun yang halus-bergelombang, dengan bunga seludang terompet juga bentuk bunga tombak. Badan Benih Nasional menjanjikan varietas Madiun 1 mampu menghasilkan 8 sampai 10 ton umbi per hektare.
Untuk proyeksi bulbil, pada masa tanam satu tahun, katak atau bulbil yang dihasilkan hingga 60 kilogram, di tahun kedua tanam menghasilkan 300 kilogram dan tahun ketiga sebanyak 500 kilogram.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Haris Suahbuddin kala itu, mengatakan setelah varietas porang Madiun 1 resmi dilepas maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan infrastruktur penyediaan benih. Sehingga nantinya dapat disebar secara resmi ke seluruh Indonesia.
Selanjutnya, dengan adanya varietas dan benihnya bisa disebar ke seluruh Indonesia, maka budi daya tanaman porang secara bertahap akan menuju corporate farming. Diharapkan, budidaya porang akan lebih memperhatikan aspek efisiensi, standarisasi mutu, dan efektivitas serta efisiensi manajemen pemasaran.
Madiun 1 merupakan varietas lokal turun termurun yang dibudidayakan petani Madiun sejak tahun 1950-an. Banyak orang yang mengatakan bahwa porang ditanam tidak sebagai tanaman liar pertama kali dilakukan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan. Madiun.
Pada 1970-an mereka kemudian mulai melakukan budidaya secara sederhana dan menjual porang dalam bentuk umbi ke pengepul di Kabupaten Nganjuk. Umbi porang yang diperoleh oleh petani berasal dari tanaman yang tumbuh liar di kawasan hutan Gunung Pandaan.
Selanjutnya, pada 1980an petani mulai membudidayakan sendiri tanaman porang yang berasal dari umbi, biji dan bulbilnya atau disebut katak. Kini, pada tahun 2021, porang mulai dikembangkan dengan sistem teknologi kultur jaringan.
TIKA AYU
Baca juga: Lahan Porang Kian Meluas di Semarang, Petani Bisa Raup Rp 500 Juta per Hektare