Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya korban di Kampung Petobo akibat dari likuifaksi atau pencairan tanah yang berbarengan dengan gampa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, bulan lalu.
Baca: Peneliti LIPI: Tanah Cekungan Bandung Tidak Berpotensi Likuifaksi
Baca: Ini Cara Ahli Gempa ITB Atasi Potensi Likuifaksi di Bandara Bali
Baca: Kenapa Petobo Terdampak Paling Parah Likuifaksi? Simak Kata Ahli
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laman Geographyamyou.com, Mei 2018 melaporkan bahwa ada cara untuk mengurangi kerusakan akibat likuifaksi itu di Jepang dan India yang juga pernah terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua negara tersebut terkena dampak kerusakan yang besar dan memakan banyak korban, berikut penjelasan peristiwa tersebut:
1. Likuifaksi di Urayasu, Jepang
Gempa yang terjadi di lepas pantai Pasifik Tohoku, Jepang pada 11 Maret 2011 telah mengakibatkan likuifaksi sejauh ratusan mil. Sebagian besar struktur daerah yang terdampak menjadi miring dan tenggelam.
Pergeseran dalam tanah menghancurkan saluran air, pembuangan dan pipa gas, serta melumpuhkan infrastruktur. Pencairan yang menyebabkan kerusakan yang signifikan itu terletak jauh dari pusat gempa. Lebih dari 70 persen Kota Urayasu menderita karena likuifaksi tersebut.
Kota tersebut dibangun dari timbunan sampah pada 1960-an. Uji tanah kemudian mengungkapkan bahwa tanah di Urayasu menunjukkan resistensi yang lebih rendah terhadap likuifaksi.
2. Likuifaksi di Guwaharti, India
Kota Guwaharti terletak di bawah zona seismik yang dianggap paling aktif di dunia. Kota besar di India itu berada dalam risiko jika gempa bumi dengan magnitudo 8 atau lebih. Pada 12 Juni 1897 gempa berkekuatan magnitudo 8,1 terjadi di Shillong yang membuat daerah Brahmaputra mencair.
Hal itu menyebabkan banjir di sekitar dataran tinggi dan air bertahap membentuk danau. Gempa tersebut menyebabkan kerusakan besar, tanggul mulai tenggelam dan fenomena tersebut terulang kembali pada 1950.
Untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan likuifaksi, ada tiga metode. Pertama, dengan menghindari konstruksi pada tanah jenuh. Oleh karena itu penelitian tanah harus dilakukan sebelum membangun untuk memeriksa apakah tanah tahan untuk konstruksi.
Metode kedua adalah membangun sistem struktur tahan likuifaksi. Sedangkan metode ketiga adalah dengan memperbaiki kondisi tanah, metode ini digunakan untuk mengurangi pencairan tanah yang telah dirancang untuk meningkatkan kekuatan dan kualitas tanah. Contoh metodenya seperti pemadatan Vibro, pemadatan dinamis.
Metode di atas juga dilakukan oleh ahli dan peneliti gempa dari Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Mashyur Irsyam pada Bandara Ngurah Rai Bali dan untuk Bandara di Kulon Progo.
"Caranya dengan membuat padat tanah yang berpasir," ujarnya. Setelah bisa diperkirakan dan diketahui caranya, kata Mashyur, tinggal dihitung biayanya apakah impas atau tidak.
Sesuai standar bangunan, kekuatan pondasi harus kuat terhadap beban bangunan yang dipikul. Pondasi bangunan yang ramah gempa itu sudah dipersiapkan untuk menerima gaya gempa. "Selama gaya yang kita pakai untuk pondasi sudah diperhitungkan, itu antisipasi likuifaksi juga," ujarnya.
Simak artikel menarik lainnya tentang likuifaksi hanya di kanal Tekno Tempo.co
GEOGRAPHY AND YOU