Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan segera mengirim sampel penyakit mulut dan kuku yang sedang menyerang dan merebak di antara ternak yang ada saat ini ke laboratorium rujukan milik Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE). Pengiriman sampel ke laboratorium ini berguna untuk konfirmasi jenis virus dan memilih vaksin yang tepat untuk digunakan hingga penanganan penyebaran virusnya bisa lebih cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah tersebut terungkap dalam webinar Talk to Scientist yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN pada Kamis 19 Mei 2022. Pengiriman sampel oleh Pusat Veteriner Farma, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, merespons tawaran yang diberikan Donald King yang adalah Kepala Laboratorium Rujukan Penyakit Mulut dan Kuku di FAO dan OIE di Institut Pirbright, Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengingatkan kepada otoritas kesehatan ternak dan juga para peneliti di Indonesua akan keberadaan laboratorium di negara lain, termasuk milik FAO dan OIE, yang siap membantu dan membimbing upaya pengendalian penyakit mulut dan kuku. "Pintu terbuka, beri tahu apa yang bisa kami bantu," kata King.
Tawaran langsung direspons peserta webinar dari Pusat Veteriner Farma Kementerian Pertanian yang menyatakan sudah menyiapkan sampel untuk dikirim ke Pirbright. Kepala Pusat Riset Veteriner BRIN, Harimurti Nuradji, pembicara sekaligus moderator webinar, juga termasuk yang antusias dan menyebut tawaran sangat berharga.
"Kami akan mengambil tawaran Anda terkait dukungan laboratorium serta prosedur standar untuk deteksi dan diagnosis. Semua itu sangat membantu kami," katanya.
Latar belakang bantuan ditawarkan ke Indonesia
Dalam webinar, King menekankan pentingnya konfirmasi cepat atas kasus-kasus dugaan penyakit ini di lapangan karena penularannya yang juga sangat cepat. Diagnosa melalui gejala klinis harus didukung dengan penggunaan berbagai teknologi virologi untuk menentukan jenis virus dan asal usulnya.
"Semakin Anda terlambat mendeteksinya semakin tinggi biaya dan semakin luas wilayah yang terdampak sehingga membuat semakin berat pengendaliannya," katanya.
Teknologi diagnosa yang menjadi standar internasional dalam penanganan penyakit mulut dan kuku adalah isolasi virus, Ag ELISA, dan real time PCR. Yang pertama disebut sensitif namun lama dan masih butuh konfirmasi. Yang kedua cepat tapi tidak memiliki sensitivitas tinggi secara analitik.
Sedangkan RT-PCR menjadi metode tes yang cepat dengan sensitivitas analisis dan diganosa yang tinggi. Metode ini juga bisa digunakan untuk segala sampel, apakah itu dari kulit, serum, darah utuh, swab maupun probang. Tapi, King memaparkan, tetap ada kehati-hatian perihal hasil tes positif atau negatif yang palsu.
Terangkai dengan penjelasannya itulah King membeberkan bagaimana laboratorium rujukan penyakit kuku dan mulut FAO/OIE bisa membantu Indonesia dalam menghadapi wabah yang sekarang. Ada tiga poin yang disampaikannya yakni, pertama, dukungan teknis karakterisasi sampel dari lapangan. Dia mempersilakan jika pemerintah atau peneliti ingin melakukan tes lanjutan selain yang dilakukan di laboratorium dalam negeri.
Poin kedua adalah vaccine matching, yakni mencari antigenik vaksin yang sesuai dengan galur virus yang didapat dari lokasi. "Kami bisa membantu mengidentifikasi kandidat vaksin-vaksinnya yang bisa digunakan," kata King. Proses di sini tidak singkat karena kompleks, dan seperti diungkap Wilna Vosloo, pembicara dari CSIRO Health and Biosecurity, Australia, tak jarang harus mencoba banyak isolat virus untuk menemukan satu yang bisa digunakan untuk menghasilkan sebuah vaksin yang bagus.
Dukungan ketiga yang bisa diberikan adalah terkait pemantauan pascavaksinasi. Ini mencakup, antara lain, pengujian serum dari hewan yang sudah divaksin dan mengukur aneka respons terhadap risiko virus yang mewakili.
Seperti diketahui, penyakit mulut dan kuku kembali merebak di Indonesia. Pengumuman pertama dibuat di Jawa Timur pada awal bulan ini dan menyebut lebih dari 1200 hewan di 4 daerah telah terinfeksi. Pada pekan ini, Kementerian Pertanian mengklaim tren penyebaran penyakit mulai menurun dan 16 daerah yang terkontaminasi siap menghadapi Idul Adha.