Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Aje gile rayap-rayap

Pemusik pop mancanegara, mogi darusman muncul dengan kaset "aje gile". lirik lagu-lagu kaset ini merupakan kritik sosial yang klop benar dengan musiknya.(ms)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOGI Darusman (31 tahun) yang mengaku dirinya banyak makan garam musik pop di mancanegara, muncul di Tanah Air dengan kaset 'Aje Gile'. Produksi perusahaan perekaman Naviri ini memuat 13 buah lagu yang bagaikan memadukan gaya menyanyi Farid Harja si Bani Adam, dengan syair logat Betawi yang kocak -- nyetil dari Benyamin, bau jazz dan Bob Dylan. Lirik terus terang untuk kaset ini yang ditulis Teguh Esha --pengarang Ali Topan -- merupakan kritik sosial yang harangkali untuk pertama kalinya klop dengan musiknya dalam perjalanan kaset pribumi. Di samping mengritik, terasa lugu dan lucu, didukung oleh aransemen dan vokal Mogi yang pas. Kritik tidak lagi merupakan tempelan. Ia mengalir dalam musik yang kompak dan secara teknis padu. Cacing Belagu Buaye Kaset dibuka dengan lagu Aje Gile yang dilontarkan seperti bantingan suasana gambang kromong kecampuran musik Bob Dylan. Disambung irama country lantas berakhir sebagai musik jazz dari periode rag time. Intronya penuh kecurigaan: "Lu kan pegawai negeri kok rumah lu gede, mercy lu ada tiga?" Kemudian disusul dengan lirik yang dibawakan dalam suasana sedikit stoned: Aje gile, lu kire lu siape tampang bodo lagak lu sok jago e, ape glle, lu sangke lu gaye gue tau kartu lu semuanye Jangan lu betingke di depan mata gue kalo lu berani jangan bawa nama babe kepale gile kagak lagi jamannye ae gile cacing belagu buaye Aje gile, proyek lu gede-gede numpang nanya dekingan lu siape e, aje gile, mendingan lu diem aje daripade bikin ngiler tetangge Lirik ini sesudah dinyanyikan tidak terasa bombas sebagaimana kalau kita mendengar lirik-lirik protes Harry Rusli. Soalnya ia masuk ke dalam musik dan dibawakan dengan akrab. Terasa ada pengalaman dan perhitungan dalam pengolahannya, sehingga protes tidak hanya terhidang sebagai ide -- sebagaimana kadang kita tangkap juga dari lagu-lagu Leo Kristi. Peranan Mogi dalam menghidupkan kata-kata protes di sini amat menonjol. Lagu kedua berjudul Rayap-rayap. Di sini protes makin menjitak. Suasana lucu dalam lagu pertama berubah menjadisikap anak muda yang marah. Namun karena musiknya tetap sederhana sambil menjaga kemantapannya, sementara suara Mogi dilatari duet Yessi dan Tessi, protes tetap basah dan dapat dinikmati dengan enak. Padahal kata-kata dalam lagu ini bisa membahayakan peredaran kaset ini. Kita kutip: Kau tahu rayap-rayap makin banyak di mana-mana di balik baju resmi merongrong tiang negara kau tahu babi-babi makin gemuk di negeri kita mereka dengan tenang memakan kota dan desa Rayap-rayap yang ganas merayap berjas dasi dalam kantor makan minum darah rakyat babi-babi yang gemuk sekali tenang tentram berkembang biak tak ada yang peduli Menggemuk para rayap dalam bumi yang kian rapuh resabnya ibu rakyat yang terbantai tanpa aduh merayap para babi di lautan sawah dan hutan menggencet anak rakyat meremas jantung mereka Selain yang dua di atas masih ada lagu bernama Koruptor. Juga dikerjakan dengan baik, sehingga sindiran tidak hanya merupakan umpatan klise yang bikin mual. "Koruptor di dalam kantormu, sembunyi di balik bajumu, tiada seorangpun tau, aduh .... ," kata Mogi membawakan lirik Teguh Esha. Kekuatan yang terasa dalam keseluruhan kaset ini merupakan hasil kombinasi semangat protes yang selama ini sudah dicoba-lontarkan oleh banyak musisi muda, tapi baru kali ini dibikin lancar dan musikal. Meski memang tidak orisinil, karena sering rekaman ini serasa mencari sandaran pada musik manis model 'The Cats' (Belanda) serta bau ambiguitas musik Bob Dylan (Amerika). Sementara itu, di balik rekaman yang menggembirakan ini kita jadi tertegun melihat pada daftar lagu kurang jelas siapa sebenarnya yang menulis lagu. Di bawah tulisan Aje Gile misalnya terdapat tanda kurung yang berisi nama M. Darusman, J. Veerman, Teguh Esha. Kemudian kode AME 10987. Seakan lagu itu sudah pernah direkam di luar negeri. Apalagi Teguh pada saat tulisan ini diturunkan mengatakan kepada TEMPO sudah memutuskan hubungan dengan Mogi. "Mula-mula saya kira lagu itu ciptaan Mogi. Tapi belakangan saya rasa semuanya berasal dari lagu Barat. Setelah saya cek dengan Mogi, ia mengaku lagu itu semuanya bukan ditulisnya sendiri," kata Teguh. "Ia mengaku beberapa lagu ditulisnya bersama J. Veerman." Teguh kemudian menunjuk lagu Cita(.'ita misalnya adalah contekan dari lagu grup Eagles. Teguh juga mengaku sempat didatangi Mogi, beberapa saat setelah Aje Gile, Keresahan dan Laut Biru sempat diputar di TV tanggal 25 Oktober lalu. Mogi minta Teguh mengganti lirik Aje Gile dan juga Rayap-rayap, karena lagu itu tak bisa disiarkan dalam acara niaga kecuali syairnya diganti. Teguh menolak. "Kalau mau diganti itu urusan kamu," kata Teguh. Hubungan tampaknya sudah menjadi panas, karena ada beberapa persoalan bisnis di antara keduanya tak bisa didamaikan. Yang terang Aje Gile tidak bisa masuk tv lagi. Perusahaan perekaman kaset Naviri yang dipimpin Darmawan Susanto, ketika dihubungi mengatakan bahwa Mogi memang sudah sempat tampil dalam acara TV membawakan Aje Gile, Keresahan dan Laut Biru. Tapi ketika ia mengusulkan Aje Gile dipakai iklan dalam Siaran Niaga, pihak TV dari bagian iklan menolak. Sehingga yang kemudian masuk hanya keresahan. Sementara bagian iklan TVRI sendiri lewat telepon membenarkan -- dan menyatakan mereka punya hak melakukan seleksi. Lebih jauh, Darmawan tidak tahu menahu dicantumkannya nama Keenan Nasution dalam keterangan kaset. Ia hanya mengatakan bahwa di samping aransemen memang dikerjakan oleh Mogi, musik digarap oleh Karim, Alex, Wimpy dan kawan-kawannya. Keenan Nasution yang dicantumkan tidak ikut. Jadi kalau warnanya kemudian mengarah ke jazz, dapat dimaklumi -- mengingat orang-orang itu memiliki reputasi dalam dunia jazz pribumi. "Saya tidak tahu-menahu mengenai redaksi yang disebutkan dalam keterangan kaset," kata Darmawan. Aje Gile merupakan rekaman Mogi yang pertama. Kontraknya dengan Naviri berlaku setahun, dan dalam jangka ia harus menghasilkan dua kaset lagi. Kaset ini memberi sumbangan pada warna musik pop pribumi. Putu wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus