Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua belas bidadari cantik yang ditunggu itu akhirnya tiba. Bergaun merah, dengan lengan putih mulus, mereka langsung membuat panggung Hailai semarak. Inilah sebuah band yang menjadi buah bibir. Mereka memainkan komposisi Barat dengan instrumen tradisional Cina. Setiap musisi rata-rata pemenang kompetisi musik nasional dan lulusan sekolah musik terkenal Cina, seperti Central Conservatory of Music dan China Academy of Music.
Tur di Budokan Hall, Jepang, syahdan disambut sangat meriah. Album mereka, Beautiful Energy, tahun lalu di Jepang terjual 2 juta keping. Itulah ekspor musik Cina paling sukses di tahun 2003. Kedatangan mereka penting karena dapat menjadi sebuah perbandingan bagi kita, yang memiliki seabrek instrumen tapi kurang dioptimalkan industri musik. Wang Xiajing, produser mereka, menyebut inilah visual folk music. Ia menjadikan tontonan musik tradisi yang biasanya bersahaja menjadi mewah, glamour. Tak syak, pengaruh bisnis resep Vanessa Mae atau Bonn memang ada.
Akhir pekan lalu, di atas panggung, lima bidadari memegang erhu, biola Cina, tiga memainkan mandolin Cina atau pipa. Tiga lagi menghadapi siter Cina, guzheng, sanxian, yangqin, dan yang lainnya "bersenjata" dua suling cina, xiao dan xun. Ditambah musisi tambahan yang memainkan bas listrik, drum, mereka menawarkan musik yang cair. Erhu, yang biasa dimainkan dengan duduk seperti orang bermain rebab kalau di Jawa, kali ini dimainkan dengan berdiri. Bergoyang-goyang. Dengan 20 lagu jazz, pop, dan klasik dari album terbaru mereka, Shining Energy, yang disajikan terus-menerus, tanpa basa-basi. Dari lagu Cina Forbidden City, Shangri-La, sampai medley lagu-lagu Mozart, Beethoven. Mudah dicerna, akrab di kuping. Sayang, tata suara agak mengganggu. Speaker di Hailai tiga kali bocor, bret, bret, bret , keras sekali.
Tak pelak, mereka mengundang kontroversi. Ada yang menilai mereka sangat inovatif, mampu memperlihatkan potensi modern dan seksi dari alat-alat tradisional, juga merangsang kalangan muda mempelajari instrumen kuno. Ada yang mencibir karena menganggap warna khas kekuatan timbre Cina hilang. Mendengarkannya, memang, bila kita menutup mata, sekilas musik mereka tak ada bedanya dengan suara yang diproduksi instrumen non-tradisional. Nada yang keluar sama sekali tak kental dengan warna khas musik Cina. Karakter instrumen sejak dinasti Ming yang melengking, menyayat, tertutup oleh bas, entakan drum yang sangat nge-beat. Seorang komposer Cina bernama Li Lifu menilai mereka secara teknis tidak menyumbang apa pun yang baru. Erhu yang digesek dengan berdiri justru mengurangi kekayaan warna bunyinya.
"Guzheng-nya disetel ulang," kata Maya Hassan, pemain harpa. Menurut Maya, memang selama ini guzheng adalah instrumen Cina yang paling banyak dipakai untuk kolaborasi dengan jazz. Sebab, alat yang cara memainkannya dipetik dengan "kuku palsu" itu, selain bisa diganti-ganti pitch, tinggi nadanya bisa diatur ulang untuk menyesuaikan dengan warna musik lain. "Sama dengan harpa, aslinya tidak ada pedal. Agar nadanya bisa masuk musik internasional, dikasih pedal," tuturnya. Meskipun demikian, menurut Maya, nuansa Cina akan tetap terasa bila yang memainkan guzheng dalam kolaborasi adalah seorang maestro.
Tiga siter Cina itu, menurut Eni Agustin, pengajar guzheng di Sekolah Musik Kawai, Pondok Indah, Jakarta, disetel menurut kunci berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan lagu. Itu sebabnya karakter bunyi guzheng yang sedih dan sering dipakai untuk menampilkan suara ricik air itu dapat menjadi riang, energetik. Eni, yang pernah belajar guzheng secara khusus di Shanghai Conservatory Music, melihat peran erhu yang dominan dalam penampilan mereka. Posisinya sama dengan biola dalam orkestra Barat. Sebagaimana biola, erhu juga punya kunci, hanya cara menggeseknya berbeda. "Banyak orang yang belajar biola kemudian juga belajar erhu," kata Eni.
Dibandingkan dengan kuartet Bonn, 12 Girls Band kurang atraktif. Seorang pengamat musik Cina mengusulkan mengapa tak meminta Tang Dun, Chen Qigang, dan Guo Wenjingini nama-nama komposer Cina avant garde (terkenal sering menggunakan instrumen tradisi Cina) yang mampu menerobos kalangan musik serius Amerikamembuat komposisi untuk mereka. Atau memang mereka ingin tetap memiliki jalur sendiri-sendiri. Tapi biarlah yang mau serius jalan sendiri, begitu pula yang senang "easy listening". Sebab, produser tetap optimistis dengan resep "bunglonnya". "Zhang Yimou membawa Gong Li ke karpet merah Hollywood meraih Academy Award, Saya akan membawa 12 musisi ini ke karpet merah Grammy Award," kata Wang Xiaojing, seperti dikutip media Cina.
Dan inilah Take Five, lagu jazz karya Dave Brubeck, salah satu dari 100 komposisi Amerika terpopuler di abad ke-20 yang sering jadi ilustrasi film. Bukan suara saksofon atau trompet yang muncul. Di sana ada pipa, erhu, dan kaki kita pun tetap bergoyang.
Seno Joko Suyono, Arif Firmansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo