Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Her
Sutradara: Spike Jonze
Penulis Skenario: Spike Jonze
Pemain: Joaquin Phoenix, Amy Adams, Olivia Wilde, Scarlett Johansson
Bagi klien-kliennya, Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) bagaikan dewa cinta yang mampu meluluhkan hati para kekasih lewat rangkaian kata indah. Sebagai penulis surat cinta, lelaki berkumis tebal dan berkacamata ini adalah penyelamat orang-orang yang kesulitan mengekspresikan perasaannya.
Sayangnya, kehidupan cinta Twombly sendiri terbilang suram. Perceraian membuat Twombly, yang pada dasarnya pendiam dan penyendiri, makin menarik diri dari lingkungan. Hidup Twombly perlahan berubah setelah dia mengenal Samantha (Scarlett Johansson). Di mata Twombly, Samantha adalah perempuan yang "amat pengertian". Samantha membangkitkan semangat hidupnya. Ia benar-benar sosok perempuan ideal—meski tanpa tubuh konkret dan hanya bisa didengar suaranya.
Ya, Samantha bukan manusia. Dia cuma suara dari perangkat lunak berupa OS1 atau sistem operasi komputer berformat digital voice assistant, semacam Siri pada Apple atau Google Voice di Android dalam versi supercanggih. Mungkin terdengar aneh: manusia berpacaran dengan gadget. Tapi di sinilah kehebatan Spike Jonze. Ia mampu mengemas percintaan absurd itu menjadi drama romantis dengan sentuhan komedi.
Her menjadi film panjang keempat Jonze, setelah Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002), dan Where the Wild Things Are (2009). Sebagai sutradara film panjang, Jonze memang tergolong kurang produktif. Ia lebih banyak menggarap film pendek atau videoklip. Tapi filmnya selalu menawarkan keunikan, bahkan "kegilaan".
Her mengambil setting di Los Angeles pada suatu masa ketika keyboard dan perangkat telepon sudah amat kuno. Untuk berkomunikasi lewat surat elektronik atau pesan pendek, cukup menggunakan logam mungil semacam earphone. Tak perlu repot-repot memencet keyboard atau layar sentuh. Cukup meminta sistem membuka dan membacakan surat atau pesan itu lewat perintah suara. Dunia yang ditawarkan Jonze adalah sebuah dunia tempat orang-orang berbicara, bercanda, atau tertawa-tawa sendiri tanpa takut dianggap gila.
Jonze dengan cerdas menangkap fenomena yang terjadi sekarang ini, ketika orang-orang modern begitu terikat pada gadget, yang membuat perbedaan antara hubungan emosi artifisial dan alami terasa begitu tipis. Bahkan, hanya untuk menuliskan curahan hati lewat surat atau ucapan selamat pun, mereka memilih memalsukannya dengan bantuan teknologi. Bagi orang kesepian seperti Twombly, OS1 bernama Samantha, program komputer canggih dengan kecerdasan tak terbatas dan memiliki kemampuan berkomunikasi serta perasaan layaknya manusia, adalah pengganti sahabat yang "amat pengertian" sekaligus kekasih yang sempurna. Ia bahkan menjadi pasangan bercinta yang panas, meski hanya lewat suara.
Scarlett Johansson sendiri berhasil menghidupkan karakter Samantha. Lewat permainan intonasi suaranya yang serak-serak basah, ia berhasil mengajak penonton berimajinasi tentang sosok perempuan yang cerdas sekaligus seksi. Namun tentu saja akting ciamik Joaquin Phoenix, yang lebih banyak berbicara sendiri dalam film berdurasi dua jam ini, tak bisa diremehkan. Kemampuan Phoenix membuat Samantha terasa hidup.
Film ini menjadi menyentuh—dan membuat kita bertanya: adakah memang kelak "percintaan" seperti itu bisa terjadi pada diri kita? Adakah permainan asmara dengan mesin itu bisa meluapkan rasa cemburu atau hal lain yang terjadi dalam percintaan normal? Dalam film ini, dikisahkan Twombly gelisah tatkala menyadari bukan cuma dia yang mendapat layanan istimewa dari Samantha. Ternyata ada ratusan orang kesepian di luar sana yang bermain asmara dengan sang software.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo