Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Merauke - Penjualan boneka Circa Handmade milik Ukke Rukmini Kosasih laris manis berkat pemasaran dengan cara storytelling atau bercerita. “Gak ada boneka yang gak ada ceritanya,” kata Ukke saat memberikan materi inspiratif dalam Komunitas Kreatif Bekraf – Tempo Institute atau Kombet Kreatif di Auditorium Kantor Bupati Merauke, Papua, pada Senin, 22 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ukke, setiap bulan, usaha ekonomi kreatif miliknya melahirkan 400 boneka, 100 aksesoris, dan 50 produk lainnya. Semuanya laris manis terjual hanya dengan mengandalkan pemasaran lewat media sosial dan toko belanja online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap boneka, kata Ukke, memiliki arti dan aktivitas tersendiri. Semuanya benar-benar diperhatikan dengan detail. “Dari celana dalam saja, sudah jadi cerita,” ujarnya seraya tertawa. Hanya dengan bercerita, celana dalam untuk boneka yang diproduksi Circa bisa beromset satu juta rupiah perbulan.
Bahkan, berkat cerita, banyak konsumen yang loyal pada Circa. “Malah ada kolektor yang sudah punya 90 koleksi boneka Circa,” kata Ukke, “karena setiap boneka ada ceritanya, jadinya konsumen seperti punya arti kalau dia memilikinya.” Misalnya boneka bernama Putu yang memakai udeng Bali, Kinara berpakaian modern, dan Kintan yang berkebaya Jawa.
Circa Handmade adalah komunitas berbasis kreativitas yang memproduksi boneka sejak 2006. Circa Handmade lahir berawal dari kunjungan Ukke ke rumah kakaknya di Desa Cihanjuang, Bandung, Jawa barat. Ia melihat di kawasan desa itu, banyak perempuan yang tidak beruntung. “Di sana itu ada yang usianya empat belas tahun diharuskan menikah, ada juga yang putus sekolah,” kata Ukke mengenang.
Ukke pun tergerak untuk memberdayakan perempuan-perempuan di sana. Ia lalu mengajak Wati yang memiliki keterampilan boneka untuk membentuk Circa Handmade. Wati adalah anak tukang kebun di rumah kakaknya di Desa Cihanjuang. Ukke ingin memutuskan mata rantai nasib keluarga Wati.
“Kakeknya Wati itu tukang kebun, terus menurun ke ayahnya Wati yang sekarang juga jadi tukang kebun. Padahal sebenarnya Wati bisa menjadi lebih,” ujarnya.
Kesuksesan Circa bukan tanpa usaha. Mereka berjuang sejak Circa Handmade berdiri. Di lima tahun pertama lahirnya Circa, Ukke mempersiapkan dirinya agar kuat dalam menjalankan transformasi dari pegawai menjadi pengusaha. Untuk membuat usaha ekonomi kreatif Circa Handmade ini, Ukke memang harus melepas pekerjaannya sebagai pegawai di perusahaan kosmetik.
Saat awal-awal membuka usaha boneka bercerita ini, Ukke berjuang meningkatkan self acceptance dan self esteem para perajin. Misalnya dengan membuat video para perajin, lomba karya, dan melakukan crowd funding untuk membangun workshop Circa.
“Ada salah satu perajin yang dulunya mengutuk dirinya karena kemiskinananya dan sekarang, dia menjadi salah satu yang ahli dalam membuat boneka,” kata Ukke. Ukke percaya, semakin meningkat self esteem semakin baik kualitas produk yang dihasilkan perajin. “Dari situlah para perajin merasa harus menjaga reputasi agar produknya tetap berkualitas,” kata Ukke.
Kini, setelah tumbuh selama 13 tahun, sudah ada 22 perajin dan tiga pengusaha baru yang dilahirkan dari Circa. “Tujuan Circa dibuat tidak untuk menjadi besar, tapi banyak,” ujar Ukke. Ia berkeinginan para perajin boneka itu berdaya dan mampu melangkah sendiri.
DAHLIA O RERA