Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Buku boleh sama, terjemahan berbeda

Banyak buku asing best seller diterjemahkan oleh lebih dari satu penerbit. misalnya, buku politics among nations karya hans j.morgenthau. mereka ber- saing di pasar.

22 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak buku asing best seller yang diterjemahkan oleh lebih dari satu penerbit. Para penerbit lebih suka menyerahkannya ke pembaca. YAYASAN Obor Indonesia (YOI) pantas berang. Sumbernya adalah niatnya menerjemahkan buku Politics Among Nations karangan Hans J. Morgenthau. Setelah dibantu United States Information Service (USIS) untuk mengurus hak cipta senilai US$ 800, maka bulan Mei lalu YOI melempar jilid I ke pasaran. Namun, ternyata YOI sudah keduluan Binacipta, yang mengedarkan terjemahan sama dengan judul Politik Antar Bangsa utuh dalam satu jilid, sejak 1990. Padahal, YOI masil menyiapkan jilid II dan III. Buku klasik ilmu politik dan hubungan internasional itu dicetak ulang di negara asalnya sampai enam kali. Versi YOI adalah terjemahan edisi terakhir, sedangkan Binacipta, dari sampul dalam, menerjemahkan edisi tahun 1948. Akibatnya, banyak perbedaan isi antara keduanya, di samping bahasa YOI yang lebih lancar. YOI, misalnya, pada bagian "Kekuatan Nasional" menambahkan sub-bagian "Kualitas Pemerintahan" yang membahas pemerintahan Jimmy Carter era 1980-an. Sub-bagian itu tentu tak ada di Binacipta yang daftar pustaka terbarunya adalah tahun 1947. Masih ada lagi perbedaan istilah. YOI memakai "kesalahan khas", sementara Binacipta dengan "kesalahan tipikal" di bagian "Evaluasi Kekuasaan Nasional". Tapi YOI tak mau tahu perbedaan itu. "Sebagai pemegang hak cipta, kami minta Binacipta menariknya dari peredaran," kata Kartini Nurdin, Sekretaris Pelaksana YOI. Maka, YOI melaporkannya ke Ikapi dan ke Binacipta. Sedangkan USIS pun melaporkannya ke Departemen Kehakiman. Sampai sekarang kedua buku YOI dan Binacipta masih digelar di toko-toko buku karena belum ada kata putus. Pihak Binacipta mengatakan sudah menghubungi The Asia Society di New York tahun 1983, atas saran Yayasan Franklin di Jakarta, yang menurut penerbit asal adalah pemegang hak penerbitan. "Bertahun-tahun kami menunggu jawaban, sementara proses penerbitan jalan terus," kata Wilson Nadeak dari Binacipta. Itu bukan satu-satunya buku laku yang jadi rebutan. Umumnya yang diincar adalah buku-buku laris, seperti buku kontroversial David Yallop, In God's Name, yang membeberkan data sekitar kematian Paus Yohanes Paulus I tahun 1978. Di sini buku itu diterjemahkan oleh Mega Media Abadi (MMA) berjudul Demi Allah (1989) dan kemudian oleh Erlangga, yang memilih judul Demi Nama Tuhan pada tahun yang sama. Keduanya sepakat- tanpa pernah bertemu- untuk melepasnya di pasar. Hasilnya, 2.500 milik MMA dan 5.000 milik Erlangga belum habis dari pasar. Ini mungkin dipengaruhi oleh imbauan Gereja Katolik agar lingkungannya tak membeli buku tersebut. Buat MMA, penerbit yang berkantor di kawasan Pisangan Baru, Demi Allah diharapkan bisa mengulang sukses Mossad I dan II. Buku spionase yang diterbitkan tahun 1985 itu dicetak ulang, sampai 40.000 buah. Itu sebabnya, awal Juli ini MMA akan melepas Mossad III, yang diterjemahkan dari By Way of Deception. Dan tampaknya harapannya tak akan cerah karena kini buku yang sama sudah diterjemahkan oleh Binarupa Aksara. Ini mengulang pengalaman MMA ketika menerbitkan KGB oleh John Barron yang dicetak tahun 1986, dan setahun kemudian sudah diikuti oleh Laras Widya Pustaka, dengan judul yang mirip, KGB, Misteri Dibalik Kegiatan Agen-agen Rahasia Soviet. "Kita biarkan saja seperti tukang bakso di kampung-kampung," kata Purwoko dari MMA, sambil tertawa. Namun, ia berpendapat bukunya lebih berhasil di pasar. "Pembaca masih ingat Mossad I dan II yang kami terbitkan. Mereka pasti menunggu buku kami," kata Purwoko. Perkiraan terjemahan sebuah buku asing akan laku keras di pasar memang jadi alasan utama. Kecuali isi menarik, penerbit juga menjual nama besar pengarang, seperti Peter F. Drucker atau Eduard de Bono. Maka, tidak aneh kalau di toko buku Gunung Agung Kwitang bisa ditemukan terjemahan Practical Thinking-nya Eduard de Bono versi Erlangga dan Binarupa Aksara. Keduanya digelar dengan harga, sampul, dan hasil terjemahan yang berbeda. Di tempat itu juga ditemukan Eksekutif Yang Efektif terbitan Erlangga (1988) dan Pedoman Ilmu Jaya (1986), diterjemahkan dari The Effective Management-nya Peter F. Drucker. "Mau diapakan, peraturannya belum jelas. Biar saja bersaing di pasar," kata Herman Sinaga dari Erlangga. Menurut Herman, tahun 1980 adalah era boom buku manajemen. Para penerbit pun berpacu main cepat menerjemahkannya. Erlangga sendiri menelusuri buku-buku yang bakal laris itu dari katalog buku asing. "Kalau diterjemahkan ke banyak bahasa, dari penulis terkenal, biasanya cukup laris," tambahnya. Di toko buku Gramedia Blok M ada empat buku Manajemen karya James A. Stoner dan Charles Wankel yang digelar berdampingan. Dua jilid diterbitkan Erlangga dan dua jilid lagi oleh Intermedia dengan harga yang hampir sama. Di rak buku ekonomi, ada dua versi Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga dari Michael P. Todaro, yang diterbitkan Erlangga dan Ghalia Indonesia. Sedangkan di bagian hubungan internasional lagi-lagi buku Erlangga berdampingan dengan Binacipta, yang keduanya menerjemahkan karya K.J. Holsti, Politik Internasional. Masalahnya memang rumit, karena para penerbit mencari peluang bisnis di dalam tembok masing-masing. "Mestinya program satu penerbit disampaikan ke penerbit lain, biar sama-sama tahu," kata Zubaidi dari Rajawali, yang pernah menerbitkan Pengantar Analisa Politik-nya David After, yang hak ciptanya dipegang LP3ES. Memang belum pernah ada penerbit yang berlomba sampai ke meja hijau. Nampaknya, mereka masih sepakat untuk tetap berpacu di pasaran dan menyerahkannya ke kantung pembaca. Liston P. Siregar dan Indrawan (Jakarta) dan Ida Farida (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus