KETIKA kabut yang menghalangi pandangannya bergerak perlahan, Columbus melihat sebuah pemandangan yang tak pernah dilupakannya. Columbus beserta awak kapalnya lantas berlutut, menangis, dan tak habis-habisnya mengagumi alam yang mereka ''temukan'' setelah berbulan-bulan berlayar. Sebagai anak tukang tenun asal Italia yang tinggal di pelabuhan, Christopher Columbus (dimainkan Gerard Depardieu) tumbuh sebagai anak laut yang menghirup air asin sebagai oksigennya. Hanya bermodal ketangkasannya sebagai pelaut serta logika dan instingnya yang tajam, Columbus tak henti-hentinya meyakinkan orang bahwa bumi tidak datar seperti yang dinyatakan para pakar saat itu. ''Lihatlah kapal itu,'' kata Columbus kepada anaknya, Fernando. ''Makin lama ia kelihatan makin kecil,'' katanya sambil mengupas sebuah jeruk. ''Bumi berbentuk bulat, hampir seperti jeruk ini,'' katanya. Untuk meyakinkan dunia bahwa bumi berbentuk bulat seperti jeruk, Columbus harus menghadapi sekelompok pakar dalam Komite Kerajaan Spanyol yang angkuh, yang memandangnya sebagai imigran sinting yang menjengkelkan. Apalagi proporsal Columbus untuk ''mencari Dunia Baru dengan berlayar tanpa batas'' itu akan memakan banyak ongkos dan korban. Tapi Ratu Isabella (diperankan oleh Sigourney Weaver) malah tertarik. Apalagi Dunia Baru yang dijanjikan Columbus itu, katanya, penuh dengan emas dan rempah-rempah. Dan toh penasihat istana Sanchez (Armand Assante) mengatakan, pelayaran itu hanya akan memakan ongkos yang sama besarnya dengan ongkos dua kali jamuan negara. Dan berlayarlah Columbus di atas lautan obsesinya. Film ini pun lantas menjadi petualangan imajinasi sutradara Ridley Scott, yang ingin membuat interpretasi baru tentang Columbus. Apakah Columbus seorang pahlawan yang menemukan ''Dunia Baru'' dan berhasil mengoreksi peta dunia? Atau ia seorang biadab yang gemar membantai suku asli di setiap pulau yang dikuasainya? Scott tidak berani memberikan jawaban yang gampangan. Setelah meriset berbagai sumber di antaranya The Great Travellers oleh Milton Rugoff, yang menggambarkan Columbus dari berbagai sisi, dan Admiral of the Ocean Sea karya Samuel Morison, yang memuja kebesaran Columbus Scott memutuskan untuk menunjukkan relativitas sejarah. Sifat relativitas ini memang sekaligus menjadi ciri khas Ridley Scott, seorang sutradara Inggris yang menentang penggambaran tokoh yang hitam-putih. Film sebelumnya, seperti Black Rain, Someone to Watch over Me, dan Thelma and Louise, tak dapat dikategorikan dalam kelompok film Hollywood yang hitam-putih. Tokoh-tokoh Scott adalah orang baik yang bisa menjadi jahat, dan orang jahat yang punya sisi kebaikan. Maka Columbus, di mata Scott, adalah seorang pahlawan yang berhasil membuktikan sebagian dari ramalannya. Ia berhasil menemukan berbagai pulau di Kepulauan Karibia dan Amerika Latin. Tapi Columbus juga seorang manusia biasa yang membiarkan keserakahannya menggerogoti dirinya. Siang-malam, di bawah hujan dan panas, ia memerintahkan anak buahnya mencari emas yang dimimpikannya. Ia bahkan menuntut Ratu Isabella agar mengangkatnya sebagai gubernur bagi pulau-pulau yang ditemukannya dan memperbolehkannya mengambil sebagian hasil alam yang akan ditemukan di pulau- pulau itu. Harta yang belum ditemukan ini lalu menjadi salah satu awal kekacauan penjelajahan Columbus. Sementara penasihat istana Sanchez sejak awal menganggap Columbus sebagai ancaman sibuk membuat laporan palsu tentang Columbus, pembesar lain seperti Hakim Fransisco de Bobadilla berupaya merebut kedudukan Columbus sebagai viceroy (raja muda) dari kepulauan yang ditemukannya. Karena ketidakmampuannya menangani konflik antara suku asli dan beberapa anak buahnya, yang mengakibatkan banjir darah, Columbus dipanggil kembali oleh Ratu Isabella. Bobadilla menggantikan kedudukannya sebagai gubernur. Karena begitu banyak musuh yang menjadi penghalang dalam penjelajahannya, Columbus akhirnya menjadi sebuah sosok tragis yang dianggap sia-sia. Ada Adrian Moxica, perwira Spanyol Sanchez, yang sejak awal berperan seperti Sangkuni dalam Mahabharata kemudian ada Bobadilla, yang menggunakan pengaruhnya untuk menjebloskan Columbus ke penjara. Dengan tiga musuh besar Columbus yang digambarkan sebagai begundal-begundal itu, sosok Columbus yang sebetulnya kejam toh akhirnya mengundang simpati. Dari segi visualisasi, Scott tetap seorang master. Dari adegan kolosal yang menggambarkan amukan badai hingga shot semut-semut yang membawa potongan daun, Scott memperlihatkan keterampilan yang luar biasa. Adegan kekejaman seperti hukuman cekik dan bakar, serta darah yang muncrat ke mana-mana, memang bukan pemandangan yang nyaman. Tapi Scott menutup filmnya dengan sebuah gambar yang indah sekaligus mengenaskan. Columbus yang tua memandang ke luar jendela, menceritakan kisah penjelajahannya mencari Dunia Baru kepada anaknya. Dan selebihnya adalah sejarah. Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini