Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Museum affandi yang mulai muram

Museum affandi mulai sepi dari kunjungan orang. yayasan yang mengelolanya kekurangan dana. kenapa tidak diserahkan saja kepada pemerintah?

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK sebagaimana biasanya, hampir setiap hari kompleks Museum Affandi di tepi Kali Gajah Wong, Yogyakarta, kini ramai dikunjungi orang. Itu karena ada peringatan 1.000 hari kematian sang pelukis. Puncak kegiatan berlangsung hari Minggu, 11 April lalu, dengan acara pemberian Affandi Award, yang juga disebut sebagai ''Tali Kasih Affandi'', kepada pelukis muda Dede Eri Supria. Acara dimeriahkan dengan pergelaran tari Umbul Donga Kembang Srengene oleh Suprapto Suryodarmo dari Pedepokan Lemah Putih, Solo, dan konser musik oleh Jaduk G. Ferianto dengan komposisi 1.000 Hari Affandi di Awang-Awang. Di balik kemeriahan itu, semua ahli waris sang maestro sedang pusing tujuh keliling. Museum Affandi terancam gulung tikar karena ketiadaan biaya. ''Kami mungkin cuma bisa bertahan beberapa bulan lagi untuk membiayai museum ini,'' ujar Kartika. Menurut putri sulung Affandi ini, simpanan hasil penjualan lukisan Affandi sudah semakin menipis untuk membiayai kegiatan museum yang setiap bulan menghabiskan dana sekitar Rp 3 juta itu. Biaya untuk kegiatan peringatan 1.000 hari wafatnya Affandi itu saja sepenuhnya berasal dari sponsor. ''Yayasan Affandi tak punya uang untuk membiayai kegiatan ini,'' tambah Kartika. Pemasukan museum selama ini hanyalah dari karcis masuk setiap bulan paling tinggi Rp 750 ribu. Sedangkan penjualan reproduksi lukisan Affandi, yang rata-rata bertarif di atas Rp 5 juta, juga tak menghasilkan apa-apa alias tidak laku. Biaya operasional yang dikeluarkan secara rutin itu juga hanya untuk membayar 10 orang pegawai museum dan tagihan rekening listrik. Sedangkan untuk perawatan lukisan yang rusak, setidaknya harus dikeluarkan Rp 500 ribu per lukisan. Apalagi, saat ini sudah banyak lukisan Affandi yang harus direstorasi, karena selain memang sudah tua, kondisi museum yang kurang layak pun bisa mempercepat proses perusakan lukisan. Lihat saja Museum Affandi I yang didirikan pada tahun 1962. Di gedung seluas 315 meter persegi itu terdapat 43 lukisan cat minyak Affandi dan 12 sketsa, yang dipajang di dinding yang lembap dan selalu diselimuti debu yang beterbangan dari jalan raya di depan museum. Ruang pamer juga kelihatan muram lantaran pencahayaannya kurang baik. Sementara itu, kondisi Museum Affandi II lebih lumayan. Sebab, selain relatif masih baru (dibangun berkat bantuan Presiden Soeharto tahun 1987), gedung itu juga dilengkapi dengan alat penyejuk ruangan meski hanya berupa kipas angin. Gedung museum berukuran sekitar 350 meter persegi ini menyimpan tujuh lukisan Affandi, karya sulaman Maryati Affandi, dan 28 karya Kartika Affandi. Di sini juga ada sekitar 50 lukisan Affandi yang tidak terawat. Sebenarnya, nasib suram ini jauh-jauh hari sudah dikhawatirkan oleh Affandi sendiri ketika dia masih hidup. ''Kalau saya mati, lukisan ini mau diapakan?'' tanya sang maestro sebagaimana diceritakan kembali oleh Kartika. Waktu itulah muncul gagasan Kartika untuk membentuk yayasan yang bertugas mengurus lukisan Affandi. ''Daripada lukisan-lukisan ini jadi rebutan anak-anak, kan lebih baik diurus oleh sebuah yayasan,'' kata Kartika. Maka, tahun 1981 didirikanlah Yayasan Affandi dengan modal yang diperoleh dari penjualan koleksi lukisan almarhum. Sekarang ada 15 lukisan milik yayasan yang belum terjual. ''Daripada museum tutup karena tak mampu membiayai, lebih baik menjual lukisan cadangan itu,'' kata Kartika. Tapi, menurutnya, yayasan tidak ingin selalu menjual lukisan Affandi untuk menutup biaya museum. ''Kami ingin, ada orang yang bermurah hati memberi donasi secara rutin kepada yayasan untuk kepentingan museum,'' ujarnya. Kalau keadaan seperti ini tidak tertolong, tidak mustahil Museum Affandi akan bangkrut. ''Jika museum bangkrut, yang rugi bukan cuma keluarga Affandi, tapi juga masyarakat Indonesia,'' katanya. Meskipun kemampuan untuk mempertahankan museum tinggal beberapa bulan lagi, Yayasan Museum Affandi belum punya jalan keluar. ''Paling-paling kami akan melepas dua lukisan lagi,'' ujar Kartika. Kedua lukisan itu akan dijual masing-masing Rp 120 juta harga standar lukisan Affandi dalam pameran lukisan Affandi yang akan diselenggarakan di Jakarta, Agustus mendatang. Mengelola museum seni rupa memang tak gampang. Hal ini juga dialami oleh pelukis Nyoman Gunarsa, yang memiliki dua museum, di Yogya dan di Bali. ''Dalam mengelola museum, saya ini seperti koboi,'' ujar Nyoman Gunarsa, yang juga dosen FSRD Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini. Maksudnya, dia betul-betul harus kerja keras agar dua museumnya bisa hidup. Sebab, museum itu memang dibiayai dari kantongnya sendiri. Tuntutan semacam itu tak dilihatnya pada pengelola Museum Affandi. ''Untuk memperoleh dana, pengelola museum harus kreatif,'' ujarnya. Caranya, misalnya, dengan menjual beberapa lukisan dan kemudian hasilnya didepositokan. Pengelola museum cukup mengambil bunganya untuk biaya pengelolaan. Tapi, katanya, uang yang didepositokan itu, berikut bunganya, jangan sampai digunakan untuk keperluan di luar museum. Dengan demikian, katanya, sampai kapan pun museum akan punya dana abadi untuk kelangsungan hidupnya. Dan itulah sumbangan pikiran Nyoman Gunarsa untuk Museum Affandi. Anda punya saran lain? R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus