MUHAMMAD ABDUH DAN TEOLOGI RASIONAL MU'TAZILAH Oleh: Harun Nasution Penerbit: Universitas Indonesia, Jakarta, 1987, 99 halaman MUHAMMAD Abduh biasanya sederet dengan nama gurunya, Jamaluddin Al Afghani, dan muridnya Rasyid Ridha. Mereka adalah trio pembaru paling berjasa dalam membangunkan kembali dalam dari tidurnya yang nyenyak, ratusan tahun, dalam pelukan Barat. Pengaruhnya begitu luas dalam gerakan pembaruan Islam, termasuk di Indonesia. Malah disebut juga, gerakan "reformasi keagamaan yang dilakukan Muhammadiyah banyak diilhami buah pikiran Muhammad Abduh. Berbeda dengan Jamaluddin Al Afghani yang lebih berkadar politis, Gerakan Abduh lebih mengutamakan kejiwaan atau "pemurnian tauhid". Kembali kepada Quran dan Hadis, perang melawan taklid dan tak menganut mazhab, itulah semboyan khas tokoh pembaru asal Mesir ini. Semboyan itu terasa menggema dalam masyarakat Islam Indonesia sejak dasawarsa pertama ahad ini. Tapi, menurut penulis buku ini, Harun Nasution, sampai sejauh itu tidak terlihat pengaruh sebenarnya dari teologi Abduh. Bahkan pokok-pokok pemikirannya di bidang teologi tak banyak diketahui. Padahal, "pokok pemikiran itu banyak berkait dengan corak teologi yang dianut teologi yang bercorak rasionalkah (Mu'tazilah) atau teologi yang bercorak tradisional (Ahlussunnah)?" kata Harun dalam bukunya itu. Buku ini bermaksud mengungkap corak sebenarnya teologi Abduh. Lewat pikiran-pikirannya di bidang teologi, penulis buku ini berhasil menemukan sistem teologi Muhammad Abduh. Kemudian membandingkannya dengan sistem teologi Mu'tazilah dan Ahlussunnah (Asy'ariah dan Maturidi ah). Kesimpulannya, Abduh sama dengan Mu'tazilah. Dalam batasan relatif, tentu. Misalnya, dalam perkara akal manusia. Bagi Abduh, akal punya kekuatan tinggi. Dengan meneliti alam sekitar, akal dapat sampai ke alam abstrak, dapat mengetahui adanya Tuhan dan sifat-sifat-Nya, bisa mengetahui adanya hidup di akhirat. Akal dapat mengetahui kewajiban terhadap Tuhan, dapat mengetahui kebaikan dan kejahatan, bisa mengetahui kewajiban berbuat baik dan meninggalkan perbuatan jahat, dan akal dapat membuat (menentukan) hukum-hukum. Chairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini