Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Paus yang minus warna

Jakarta : djambatan, 1987 resensi oleh : mohamad cholid.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

H.B. JASSIN, PAUS SASTRA INDONESIA Oleh: Pamusuk Eneste Penerbit: Djambatan, Jakarta 1987, 115 halaman RASANYA, perlu mengenal H.B. Jassin secara lebih komplet, tapi tanpa harus bertele-tele. Sebab, sebagai sosok dengan "gelar" Paus Sastra Indonesia, Jassin, demikian panggilan akrabnya, tak layak rasanya kalau hanya kita lihat dari sudut pandang terbatas. Begitulah kesan yang timbul setelah membaca buku H.B. Jassin, Paus Sastra Indonesia yang ditulis Pamusuk Eneste, sarjana sastra berusia 36 tahun. Selama ini, sebagian orang menganggap, perkembangan sejarah kesusastraan modern Indonesia bisa disimak lewat usaha-usaha dan kegiatan Jassin. Satu hal sudah jelas, yaitu pendokumentasian sastra kita tak pernah ada yang melakukan, kecuali Jassin. Tengoklah PDS (Pusat Dokumentasi Sastra) H.B. Jassin, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sudah kondang ke mana-mana, sampai para peneliti dari mancanegara atau seseorang yang menyiapkan disertasi tentang sastra Indonesia, atau tokohnya, mengandalkan bahannya dan sana. Tentu saja, Jassin lebih dari sekadar seorang dokumentator. Atau, pada perkembangannya kemudian, sekadar kritikus. Sebab, secara politis, kalau boleh dibilang demikian, prinsipnya jelas sangat membela kemandirian kesusastraan. Contohnya, seperti yang diceritakan oleh Pamusuk dalam bukunya, betapa Jassin begitu berani membela karya kontroversial Langit Makin Mendung, yang oleh pengadilan dianggap menghina agama. Kepada hakim ketua yang menangani perkara itu, ia berkata, "Yang Saudara adili di sini bukanlah H.B. Jassin, bukan Kipanjikusmin, bukan Langit Makin Mendung. Yang Saudara adili di sini adalah imajinasi." Penjelasannya kemudian, "Cerpen Langit Makin Mendung adalah hasil imajinasi, mempunyai dunia lain dan logika berbeda dari karya agama. Karena itu, tidak bisa diukur dengan akidah-akidah agama." Dengan kenyataan itu, harap jangan terburu-buru mendudukkan Jassin sebagai orang yang tidak bisa menghargai agama. Dua belas tahun setelah 1966, iamenerjemahkan The Spirit of Islam karya Syed Ameer Ali, lalu pada 1978 menghasilkan karya terjemahan Al-Qurannul Karim --Bacaan Mulia. Sepanjang yang saya kcnal, Jassin adalah seorang religius, tanpa mcnjadi fanatik. Dan betapa ia tampak selalu bersyukur, kendati kehidupan ekonomi pribadinya mengharuskan ia, pada usia 70 tahun sekarang, tetap bekerja keras menulis, mengajar, dan menerjemahkan - di samping masih aktif mengurusi PDS. Rupanya, tak ada kata pensiun baginya. Barangkali, tak adil rasanya kalau melihat Jassin melulu pada prestasi dan usahanya. Pamusuk, dalam buku ini, lantas membeberkan sejumlah kritik dan pandangan orang terhadap Jassin. Antara lain, misalnya yang terungkap secara tertulis sejak 1975, ada yang menyebutkan bahwa kritik-kritik Jassin, meskipun argumentatif, sulit ditelusuri sistematikanya. Terhadap kritik itu, ada semacam tanggapan dari Jassin, yang diucapkan pada pemberian gelar Doktor Honoris Causa (1975) dari Universitas Indonesia. "Apa yang telah saya sumbangkan bagi pengembangan pengetahuan tentang kesusastraan Indonesia masih sedikit sekali dan masih jauh dari apa yang disebut ilmiah," katanya. Tetapi buku Pamusuk ini barangkali boleh dibilang belum final. Kendati mencoba lengkap -- sebagian cerita masa kecil Jassin pun diungkap - tak ayal cerita sosok penting ini masih kurang warna. Anekdot-anekdotnya, pergumulan batinnya selama mengabdikan diri untuk kesusastraan, misalnya, rasanya belum tersuratkan. Apa betul Jassin serius terus, atau mulus saja kehidupannya, seperti yang diceritakan buku ini? Mohamad Cholid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus