Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dua Idiom Surealisme

Franky nayoan dan gatot bw mengadakan pameran patung di auditorium bank duta, jakarta. pameran tersebut berjudul "metamorfosa". karyanya bercorak surealisme, yang kaya dengan gambaran fantasi.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAMERAN patung Franky Nayoan dan Gatot B.W. di Auditorium Bank Duta, Jakarta, 7-13 Juni menarik untuk dikaji. Keduanya pematung muda yang baru muncul. Hampir semua dari 30 karya patung yang dipamerkan -- berukuran rata-rata 40 sentimeter -- kaya dengan gambaran fantasi. lnilah untuk pertama kalinya karya-karya patung menampilkan kecenderungan surealistik yang sangat nyata. Yang mengundang pengamatan kita, kecenderungan surealistik itu muncul juga di dunia seni lukis kita sejak awal 198O-an. Berkembang dengan pelan dari tahun ke tahun dan kini sudah semakin jelas. Dalam dua tahun terakhir telah bermunculan pelukis muda yang mengukuhkan diri sebagai pelukis surealistik. Misalnya Ivan Sagito, Effendi, Lucia Hartini, Agus Kamal, dan Dwijo Widyono. Tidak ada tanda-tanda Franky dan Gatot terpengaruh surealisme seni lukis. Sebagian besar pelukis surealistik adalah lulusan Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta, sedangkan Franky dan Gatot mengenal seni patung di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Maka, pematung dan pelukis muda itu bukan kawan-kawan sepergaulan yang secara sengaja saling mempengaruhi. Franky dan Gatot punya acuan sendiri bagi corak surealistik mereka. Konsepsi ini tercermin pada judul pameran: meta- morfosa, yaitu perubahan yang terjadi terus-menerus. Gatot mengungkapkan perubahan itu melalui pengolahan patung kepala. Yang kita lihat tentu bukan kepala yang wajar. Hampir semua menggembung di bagian atas, mengesankan sebuah proses pembesaran. Berlangsung perlahan-lahan tapi menerus. Lalu pecah. Akibatnya, telinga, mata, dan mulut buyar, dan berpindah tempat. Kepala tadi kemudian menggembung lagi. Pada patung berjudul Penyerahan kepala tadi pecah berantakan. Namun pada Elips Dharma Chakra Mudra dan Metamorfosa, terlihat ada gumpalan figur wanita mendesak dari dalam kepala yang pecah. Proses perubahan pada patung-patung Franky terutama dibangkitkan oleh pengolahan ironi. Patungnya, yang berjudul Pradnyaparamita, adalah pengubahan total citra kecantikan arca yang terkenal itu. Pradnyaparamita di sini digambarkan berada dalam proses menua yang melampaui batas. Mengurus, mengeriput, dan kuyu walau masih dalam posisi duduk yang kukuh. Pada Evolusi proses menua itu diikuti gambaran perubahan wajah. Muka lelaki tua pada karya itu seperti topeng karet yang tanpa daya terbawa oleh perubahan. Karya ini, yang lebih sesuai disebut relief, nyaris menyerupai lukisan. Seperti sebagian besar karya lainnya, patung ini diwarnai. Permukaan patung, di tangan Franky, seperti berubah menjadi bidang kanvas. Di sana ia melukiskan berbagai motif yang rumit dan sangat merangsang interpretasi. Selain diberi judul "Metamorfosa", pameran Franky dan Gatot juga dijelaskan sebagai "pameran patung figur pos (pasca)abstrak." Memang semua patung yang dipamerkan mengambil figur sebagai gagasan dasar kendati pada karya Gatot, sosok itu tidak lengkap. Dan pada banyak karya Franky, figur adalah sekumpulan manusia yang misalnya terjepit di sebuah buku besar, atau berdesakan di dalam dompet raksasa. Seperti surealisme dalam seni lukis yang melepaskan diri dari corak dekoratif yang dominan, kecenderungan surealistik Franky dan Gatot beraniak dari trend abstrakisme seni patung. Abstrakisme hingga kini adalah genre yang sedan berkembang dalam seni patung kita. Berawal dari penyederhanaan (pemiuhan atau distorsi) bentuk figur, kini telah muncul patung-patung yang total abstrak. Seperti juga dalam seni lukis abstrak, seni patung abstrak terutama mengacu ke perhitungan bentuk murni. Misalnya bentuk bentuk geometris dan biomorfis. Maka, sulit menempatkan kedua corak surealistik, pada patung dan lukisan ke dalam sebuah garis perkembangan Dalam seni lukis, misalnya, kecenderungan ini tidak meneruskan corak dekoratif. Dalam perkembangan seni patung, surealisme Franky dan Gatot sama sekali tidak menentang abstrakisme. Maka, ada kemungkinan latar belakang kelahiran kedua surealisme it adalah ideosinkritisme, yaitu kecenderungan untuk tidak mengikuti arus perkembangan melainkan kembali ke perenungan yang bersifat pribadi. Pada perenungan inilah imajinasi ternyata menempati peran yang sangat penting. Namun, ideosinkritisme yang mengalir di luar jalur itu kadang-kadang justru bisa menggali berbagai ciri khas lingkungan sekitar. Muncul nyaris tanpa disadari. Pada banyak lukisan Ivan Sagito, tampil topeng dan wayang, obyek yang merangsang perenungan orang Jawa. Pada patung Gatot Positif Negatif (berukuran 15 sentimeter) ekspres yang dibayangi tradisi itu juga tampak Patung ini kendati memperlihatkan pengolahan idiom patung masa kini (struktur, kemulusan, perhitungan proporsi) tetap terkesan sebuah topeng tradisional. Mistis. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus