PADA peringkat yang terpintar dan terbodoh, wartawan foto sering terpuruk di urutan paling bawah. Bukankah demikian bahkan tuding orang-orang pers sendiri ini profesi yang paling mudah di dunia? Tekan tombol kamera, pekerjaan pun selesai. Seorang fotografer tak perlu mempelajari latar belakang sebuah peristiwa untuk membuat rekaman gambar. Seorang fotografer bahkan tak perlu mengenali terlebih dahulu wajah orang yang akan dipotretnya. Cukup ikuti petunjuk praktis ini: dia yang paling cantik, yang duduk paling depan, atau yang paling banyak ditepuki orang adalah dia yang harus dipotret. Pekerjaan ini menjadi semakin mudah, dan semakin bodoh, dengan diciptakannya photo-opportunity. Wartawan bergerombol di satu tempat yang sudah diatur panitia. Mereka yang bingung tinggal mengikuti arah lensa rekan-rekannya untuk mencari tahu apa atau siapa yang perlu dibidik. Tanpa disadari, foto berita telah menjadi semacam alat kendali. Informasi mengalir dari satu sumber dan dalam satu versi: tak ada keraguan, tak ada perdebatan. Buku Clinton: Potrait of Victory ingin memperdebatkan kemapanan itu, dan menyeret kita dalam keraguan. Baik dari segi isi maupun profesi kewartawanan, buku foto tentang kampanye (calon) Presiden AS Bill Clinton ini melenceng dari segala kebiasaan. Ada ratusan foto di sini yang di media cetak lain mungkin sudah menjadi penghuni keranjang sampah. Foto-foto kabur foto-foto muram foto-foto yang tak lengkap Clinton sebagai tangan tanpa badan di balik bendera yang menghalangi lensa sang fotografer, atau Clinton di sebuah lorong gelap membisikkan janji-janji yang tak akan pernah diketahui isinya. Di rezim lain, persepsi fotografer P.F. Bentley itu mungkin membuatnya harus berurusan dengan pasukan pengawal (calon) presiden. Juga ia akan dituduh tak tahu adat, subversif, cari gara-gara, dan seterusnya .... Bentley, fotografer kondang majalah Time, yang memenangkan berbagai penghargaan foto kepresidenan, mengikuti rombongan Clinton pada saat yang terakhir ini dihantam berbagai masalah. Karena dulu menentang Perang Vietnam, kini, 30 tahun kemudian, Clinton dituduh sebagai pengkhianat. Karena ada wanita yang mengaku sebagai bekas pacar gelapnya, Clinton dijuluki si pezinah. Dan karena ia cuma seorang gubernur dari kota kecil, sampai menjelang akhir kampanye, Clinton bahkan tak pernah diperhitungkan oleh partainya sendiri. Sementara gerombolan wartawan foto memotret Presiden AS (saat itu) Bush dan penantang unggulan lainnya di lokasi-lokasi eksotis mencium bayi, mengendarai tank, dan menyalami petani Bentley menyusuri lorong yang lebih sunyi. Selama sembilan bulan, wartawan foto ini menguntit langkah tertatih Clinton melalui koridor stadion, lapangan rumput, kamar hotel, landasan bandara, dan kegelapan malam. Apa yang mendorong sebuah majalah besar dan seorang fotografer senior meliput kandidat yang oleh kebanyakan orang sudah dianggap kalah sebelum perlombaan dimulai ini? Intuisi, mungkin, atau boleh jadi sebuah spekulasi khas negara demokrasi. Yang jelas, Clinton tampaknya tak pernah secara sadar menggunakan Bentley sebagai alat pendongkrak popularitas. Lagi pula, apa yang dijebak Bentley dengan kamera Leicanya yang bersuara lembut di ruang-ruang rapat yang penuh ketegangan, di kabin pesawat yang sempit dan murung, di boks telepon umum di kota terpencil tempat Clinton melancarkan jutaan permintaan tolong cukup untuk ''merongrong'' wibawa seorang politikus. Di Amerika Serikat, tempat citra menjadi industri miliaran dolar dan seorang badut bisa dipilih menjadi presiden, Clinton: Potrait of Victory merupakan sebuah anti propaganda. Bentley seperti sengaja memotret melawan arus. Posisinya selalu berseberangan dengan ''kotak wartawan'' tempat gerombolan fotografer berebut memotret Clinton lensa kameranya sering dihajar cahaya matahari dan lampu televisi bahkan segala yang menor dan gemerlap dalam sebuah kampanye dihilangkannya karena ia lebih suka menggunakan film hitam-putih yang brutal tapi jujur. Semua itu membantu Bentley meraih perspektif yang lebih menukik dibandingkan dengan wartawan yang hanya ''datang-memotret-lalu-pergi''. Clinton, di mata Bentley, bukan sekadar tentang Bill Clinton, melainkan tentang sekumpulan orang kecil dengan segudang cita-cita yang belum tentu semuanya akan tercapai. Clinton adalah tentang James Carville, ahli strategi Clinton, yang dipotret Bentley di tempat-tempat ganjil di kedai cuci baju, atau ketika lari pagi di pinggir jalan dalam keadaan garang dan penuh siasat. Clinton juga tentang mekanisme politik yang sebenarnya bukan slogan-slogan yang dikumandangkan di mimbar (bukankah itu cuma sandiwara?), melainkan ribuan janji yang diucapkan di lorong-lorong gelap untuk kemudian diingkari sejuta kali di depan televisi. Clinton adalah tentang Hillary Clinton. Dari 125 foto yang dihasilkan Bentley, tak cuma sekali Bill Clinton tenggelam dalam bayang-bayang istrinya itu. Saat Hillary menampik rumusan panitia kampanye, misalnya, atau ketika ia mengusap kening suaminya, saat itulah Hillary tampil sebagai seorang pemimpin alami. Sebaliknya, Clinton malah sering kelihatan sebagai bocah yang bingung dan ketakutan. Toh, kita patut salut kepada Clinton. Tak sekali pun ia menampik kamera Bentley atau meminta pengawal mengusir wartawan foto itu. Clinton bila kita teliti lagi satu per satu foto dalam buku setebal 127 halaman itu bahkan tampaknya tak sadar bahwa ia terus-menerus dibidik Bentley. Hasilnya? Bagi Bentley, perjuangan Clinton bukan tentang Clinton lagi, tapi sudah menjadi milik rakyat AS: Clinton cuma sebuah titik di antara jutaan titik lainnya. Dan itulah yang membedakan P.F. Bentley dari jutaan wartawan foto lainnya. Bagi fotografer senior itu, memotret bukan pekerjaan yang mekanistis, tapi penuh kejutan, mencang-mencong, dan membingungkan. Saat kameranya ragu-ragu menjerat sebuah momen, kita merasa seolah-olah benda mati itu memiliki sebuah hati yang bimbang dan otak yang penuh pertimbangan. Tapi jantung yang berdegup keras itu milik sang fotografer. Dengan buku Clinton: Potrait of Victory, P.F. Bentley membuktikan sekali lagi bahwa fotografer bukan seonggok robot tanpa akal. Yudhi Soerjoatmodjo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini