Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Gagalnya Perjuangan Kelas

Seorang anak buruh berhasil menjadi penari balet ternama, tetapi nasib kelas buruh tidak berubah. Film pertama seorang sutradara teater.

1 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Billy Elliot Sutradara : Stephen Daldry Skenario : Lee Hall Pemain : Jamie Bell, Julie Walters, Gary Lewis Distribusi : Universal Pictures STRUKTUR masyarakat bagaikan kodrat. Sekali seseorang terjebak dalam kungkungan struktur, begitu sulit ia melepaskan diri dari belitan struktur tersebut. Betapapun rajinnya seorang buruh kelas bawah pekerja, sangat sulit mengubah nasib yang ternyata ditentukan oleh kelas di atasnya. Dalam film Billy Elliot, yang merupakan film pertama Stephen Daldry, seorang sutradara teater, digambarkan usaha menyeruak struktur oleh sebuah keluarga, dengan dua cara. Cara pertama adalah perjuangan kelas oleh Elliot, tokoh ayah dalam keluarga itu yang dipanggil Dad (Gary Lewis), dan anak pertamanya, Tony (Jamie Draven). Cara kedua adalah perjuangan individual Billy (Jamie Bell). Keterhubungan dua cara dalam film ini menghasilkan sebuah kondisi dilematis. Cara pertama adalah stereotip perjuangan kelas gaya buruh. Elliot memimpin kawan-kawannya, para buruh pertambangan batu bara di Kabupaten Durham, Inggris, untuk mogok agar tuntutan mereka dipenuhi. Ternyata tidak semua buruh ikut mogok. Maka, setiap pagi para buruh yang mogok berkumpul di luar pagar pertambangan untuk melempari para buruh yang tidak mogok dengan telur busuk. Perjuangan mereka digambarkan tidak berhasil. Elliot akhirnya menyeberang ke pihak yang tidak mogok, dan kemudian para buruh yang mogok bekerja kembali setelah tuntutan mereka diputuskan untuk tidak dipenuhi. Perjuangan kelas tidak mampu mengubah nasib yang ditentukan para eksekutif pertambangan dari kelas di atasnya. "Apa lagi yang bisa kita lakukan?" Elliot bertanya kepada Tony, yang mengejar bapaknya karena dianggap berkhianat. Cara kedua dilakukan Billy, anak bungsu keluarga itu, yang berjuang untuk tetap belajar balet, meskipun sang ayah memaksa Billy untuk belajar tinju. Perjuangan Billy merupakan usaha untuk menyeruak struktur dalam dua konteks: struktur yang dibentuk kelas sosial ataupun struktur yang dibentuk perbedaan kelamin. Dengan mempergunakan balet sebagai jalan perjuangan, bisa ditafsirkan bahwa kelas bawah ini hanya bisa mengubah nasib dengan menerima kelas atas yang ditentangnya. Apabila balet itu sendiri diandaikan sebagai wacana ketertindasan di sini, pengakuan para buruh kepada bentuk ekspresi balet itu tetap saja merupakan pengakuan hegemoni nilai kelas atas kepada kelas bawah. Dengan kata lain, jalinan kedua cara dalam film Billy Elliot ini menghasilkan sebuah kondisi dilematis: benarkah nasib kelas bawah hanya bisa berubah dengan menerima kelas atas yang menindasnya? Secara teoretis, bentuk ekspresi kebudayaan bisa dipisahkan dari struktur masyarakat, tapi dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak. Tinju adalah bentuk ekspresi kelas bawah, dan balet adalah bentuk ekspresi kelas atas. Pertentangan bentuk-bentuk ekspresi itulah modal film ini, dengan menempatkan ruang latihan tinju ataupun latihan balet dalam bangsal yang sama. Transisi perpindahan Billy dari latihan tinju ke latihan balet merupakan janji akan konflik-konflik dramatik yang membangun film ini. Patut diperhatikan bahwa para pendukung budaya balet di kota pertambangan itu, dari sang guru, Puan Wilkinson (Julie Walters), sampai keluarga Debbie (Nicola Blackwell), juga bukanlah dari kelas atas, melainkan mereka yang mempunyai impian mengenai suatu kehidupan yang berubah. Sehingga, ketika kemudian Elliot, Puan Wilkinson, bahkan guru tinju George Watson (Mike Elliot) akhirnya bersatu mendukung audisi Billy di London, ini juga berarti sebagai pengukuhan bahwa nilai kelas buruh tidak berubah. Isu lain yang bisa diacukan tentu adalah isu gender. Semua peserta kelas tinju adalah pria, dan segenap peserta kelas balet adalah perempuan, bagaikan penggambaran dua dunia yang tak berhubungan. Perpindahan Billy dari tinju ke balet jelas menghancurkan struktur budaya berdasarkan kelamin, dan tampilnya tokoh Michael (Stuart Wells) yang berkelamin pria tapi berperilaku perempuan mendukung kepentingan isu tersebut: dunia ini memang dibagi menjadi dunia pria dan dunia perempuan, dan mereka yang tidak mengikuti struktur ini harus menerima risiko terpinggirkan. Jangankan Michael, bahkan Billy yang sadar dirinya sama sekali tidak keperempuan-perempuanan itu pun diterpa isu kelamin ini, tentu karena pria yang menari balet di kota pertambangan adalah hal yang tabu. Dengan demikian, rupanya, penonton bisa memilih sendiri aspek mana yang ingin digaulinya dalam film ini: pertentangan kelas bawah dan kelas atas, atau pertentangan dunia pria dan dunia perempuan, atau kedua pertentangan itu diaduk-aduk. Seno Gumira Ajidarma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus