Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musik tradisional Skandinavia memulai acara. Paduan akapela, akordeon, dan mandolin memberi suasana Eropa Abad Pertengahan yang kuat. Padahal tata panggung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, akhir Mei lalu, simpel dan biasa-biasa saja. Begitu musik usai, Tom Lawrence langsung menyapa dalam bahasa Indonesia.
"Selamat datang dan terima kasih," ujarnya. Lawrence, yang malam itu berperan sebagai Guildenstern, seorang teman Hamlet di masa kecil, meminta maaf karena hanya itu ucapan dalam bahasa Indonesia yang dihafalnya. Penonton tertawa. Hamlet, yang dipentaskan Shakespeare's Globe London dalam rangka ulang tahun William Shakespeare yang ke-450, diawali dengan cair. Kelompok dari London ini berkeliling dunia selama dua tahun, mulai pada 23 April 2014 dan berakhir pada 23 April 2016.
Pertunjukan di Bali ini adalah yang ke-101. Yang menarik, di tengah adegan yang serius selalu terselip humor tak terduga. Di panggung, tiba-tiba ada yang bertanya mengapa kulit Hamlet yang sore itu diperankan oleh Ladi Emeruwa terlalu hitam. "Mungkin karena saya terlalu banyak berjemur," kata pemeran yang memang berkulit hitam itu. Strategi menyisipkan humor agaknya digunakan Shakespeare's Globe mengingat mereka berpentas di berbagai tempat dengan tingkat kemampuan bahasa Inggris beragam. "Kalau dalam 15 menit tidak ada yang tertawa, kami segera tahu tingkat penerimaan mereka," ujar Matthew Roman, salah seorang pemain.
Durasi drama klasik ini diperpendek. Sementara naskah aslinya bisa dipentaskan sampai lima jam, pementasan ini hanya berlangsung dua jam. Itu pun diselingi jeda 30 menit. Shakespeare's Globe tak melakukan adaptasi dialog atau setting dengan khazanah lokal yang mereka singgahi. Hamlet tetap Hamlet. Dalam perjalanan pulang ke Denmark setelah berhasil melarikan diri dari Inggris, Hamlet melintasi tanah perkuburan. Ia melihat penggali kubur sedang membuat sebuah lubang, dan ada tengkorak manusia di situ.
Horatio, sahabatnya, memberi tahu bahwa itu adalah tengkorak sahabat Hamlet, Yorick. Di situlah kenangan masa kecil sang pangeran bangkit dan membuatnya merenungi arti kehidupan. Seusai adegan itu, rombongan yang membawa mayat Ophelia datang. Ia adalah perempuan yang mencintai Hamlet tapi menjadi gila karena Hamlet tak sengaja membunuh ayahnya, Polonius. Ophelia meninggal tenggelam di sungai. Keberadaan Hamlet memancing amarah Laertes, saudara laki-laki Ophelia.
Pentas lalu menyajikan pertarungan Hamlet dengan Laertes. Baik Laertes maupun Hamlet kemudian tewas. "Kami pernah memainkan Hamlet ini di beranda desa sampai pantai," kata Matthew Roman. Yang paling berkesan adalah saat tampil di Kuba karena juga dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Adapun formasi pemain bisa berubah-ubah. Dalam satu pementasan, seorang pemain bisa menjalankan hingga tiga peran sekaligus. Perkecualiannya hanya pada tokoh Hamlet. Akibatnya, bila kurang menyimak, penonton bisa terjebak dalam kebingungan. "Penampilan demikian untuk memberi warna antara satu pentas dan pentas yang lain," kata Naeem Hayat, yang biasanya juga tampil sebagai Hamlet.
Jean Couteau, pengamat seni asal Prancis yang kini tinggal di Bali, menganggap atmosfer Hamlet edisi pendek ini bisa ditangkap meski penonton mungkin tak terlalu mengerti. Akan halnya dramawan senior Bali, Abu Bakar, menyebut kelompok ini mampu menampilkan tragedi Shakespeare dengan segar. Menurut dia, para pemain sangat menyadari hambatan bahasa dan kultur penonton. Itu sebabnya mereka juga sempat turun panggung mendekati penonton.
Setelah di Bali, kelompok teater ini akan manggung di Dili, Timor Leste. Pada akhir cerita, satu per satu pemain dengan riang bermunculan menari di panggung dan membangunkan mayat yang bergelimpangan dalam satu jentikan.
Rofiqi Hasan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo