Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARY Jane Fiesta Veloso tampak bugar saat dikunjungi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta, Rabu pekan lalu. Menurut Natalius, tanda-tanda kelelahan di wajah perempuan asal Filipina itu, seperti terlihat menjelang pelaksanaan eksekusi mati pada akhir April lalu, telah hilang. "Mary Jane baru selesai berolahraga," katanya. Di dalam penjara, Mary Jane rutin melakukan senam, bermain bola voli, dan merajut.
Lima tahun berada di dalam tahanan membuat Mary Jane makin lancar berbahasa Indonesia. Sore itu, Natalius menggali informasi dari Mary Jane ihwal kasusnya dengan berbahasa Indonesia. Ibu dua anak ini divonis hukuman mati karena membawa heroin seberat 2,6 kilogram di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Ketika itu, perempuan asal Esguerra, Talavera, Nueva Ecija, Bulacan, Filipina, ini baru terbang menggunakan AirAsia dari Kuala Lumpur.
Mary Jane, yang sudah dibawa ke Nusakambangan untuk dieksekusi mati pada 28 April lalu, akhirnya lolos dari maut. Pembatalan pada detik-detik terakhir ini terjadi setelah Presiden Joko Widodo meminta eksekusi ditangguhkan. Jokowi menyatakan keterangan Mary Jane diperlukan dalam pengadilan terhadap Maria Kristin Sergio, perekrut Mary Jane. "Eksekusi tidak dibatalkan, tapi ditunda," ucap Presiden.
Kedatangan Natalius ke Wirogunan adalah untuk menggali kembali kasus ini. Dia menyatakan Komnas HAM segera menyerahkan surat kepada Presiden Jokowi yang isinya menyatakan Mary Jane adalah korban perdagangan manusia. Komnas HAM menjadwalkan bertemu dengan Jokowi pada Rabu pekan pertama Juni ini. Lewat surat itu, Natalius berharap Jokowi memberikan grasi kepada Mary Jane. "Kami berjuang keras," ujarnya.
Setelah menemui Mary Jane, Komnas HAM Indonesia segera mengirim surat kepada Komnas HAM Filipina. Surat itu berisi catatan tentang kasus Mary Jane yang telah dihimpun. Komnas HAM Filipina bisa menggunakan catatan itu untuk disampaikan kepada Kementerian Kehakiman Filipina, sehingga menjadi pertimbangan dalam memutus perkara Maria Kristin yang melibatkan Mary Jane.
Pengacara Mary Jane juga terus berjuang mengajukan permohonan peninjauan kembali dan grasi. Setelah eksekusi mati terhadap Mary Jane ditunda, pengacara Mary Jane melakukan segala cara untuk membebaskannya. Agus Salim, anggota tim kuasa hukum Mary Jane, mengatakan telah bertemu dengan pejabat Departemen Kehakiman Filipina untuk membahas kasus Mary Jane di Filipina pada Selasa tiga pekan lalu.
Agus bersama kuasa hukum lainnya pergi ke Filipina untuk mencari tahu proses hukum terhadap Maria Kristin Sergio. Mereka menggali informasi bagaimana Maria Kristin merekrut Mary Jane ke Kuala Lumpur hingga sampai ke Yogyakarta. Tim pengacara juga menemui pejabat Badan Narkotika Nasional dan pejabat kejaksaan Filipina. "Kami berharap otoritas hukum Filipina mempercepat proses hukum Maria Kristin," katanya.
Menurut dia, upaya peninjauan kembali dan grasi bergantung pada hasil persidangan Maria Kristin. Novum atau bukti baru dari persidangan itu bisa untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali sehingga membebaskan Mary Jane dari eksekusi mati. Novum itu bisa berupa hasil pengusutan kasus perdagangan manusia ataupun penyelundupan narkotik oleh Maria Kristin. Bila bukti baru itu sudah ada, Mary Jane bisa lolos dari eksekusi mati. Hukumannya juga bisa dikurangi menjadi lebih ringan.
Beda dengan Agus Salim, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengatakan peluang Mary Jane mengajukan permohonan peninjauan kembali sudah tertutup. Kalau ia mengajukan lagi permohonan peninjauan kembali untuk ketiga kalinya, Kejaksaan Agung pasti akan melakukan kontra-argumen. Mary Jane sudah dua kali mengajukan permohonan peninjauan kembali dan ditolak. Itulah yang membuat dia masuk daftar eksekusi mati pada 28 April lalu.
Tony merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 yang membatasi upaya peninjauan kembali untuk kasus pidana hanya satu kali. Surat edaran itu terbit akibat banyaknya terpidana mati kasus narkotik yang mengajukan permohonan peninjauan kembali berulang kali tanpa ada novum. "Sehingga mengajukan permohonan peninjauan kembali jadi modus untuk menghindari eksekusi," ucap Tony.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan pengajuan permohonan peninjauan kembali hanya boleh dilakukan sekali. "Meskipun nantinya terpidana memiliki novum, tetap tidak bisa mengajukan permohonan peninjauan kembali," katanya. Ini bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan upaya hukum luar biasa tersebut diajukan berkali-kali.
Suhadi mengatakan putusan bagi Mary Jane sudah berkekuatan hukum tetap. Menurut dia, sudah tidak ada upaya hukum lain yang bisa membebaskan Mary Jane dari hukuman mati. "Meski nanti perekrutnya itu mengaku sebagai otak utama atau nantinya ditemukan tokoh lain dalam kasus Mary Jane, tetap tidak ada aturan yang bisa menganulir dan membatalkan," ujar hakim agung itu.
Ahli hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, mengatakan pendekatan politik pemerintah Filipina ke Indonesia bisa menghindarkan Mary Jane dari hukuman mati. Menurut dia, jika putusan perkara Maria Kristin Sergio menguntungkan Mary Jane, "Jaksa Agung Indonesia dapat mengajukan permohonan kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan Mary Jane." Hal itu sesuai dengan Pasal 35 butir d Undang-Undang Kejaksaan dan Pasal 259 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Di luar debat hukum, penggalangan dukungan agar Mary Jane mendapatkan grasi dari presiden terus dilakukan sejumlah kalangan. Selain oleh Komnas HAM, hal itu dilakukan sejumlah organisasi lain, di antaranya Jaringan Buruh Migran. Aktivis Jaringan Buruh Migran, Karsiwen, menyatakan segera menemui Presiden memohonkan grasi untuk Mary Jane.
Karsiwen bersama aktivis buruh migran lainnya terus berkampanye membebaskan Mary Jane dari eksekusi mati. Jaringan Buruh Migran Indonesia dan aktivis Migrante International dari Filipina selama ini aktif mengadvokasi Mary Jane. "Kampanye mendukung Mary Jane belum selesai," kata Karsiwen.
Dukungan gereja untuk Mary Jane juga dihimpun pastor Harold Toledano. Romo Katolik asal Filipina yang bertugas di Bandung ini merupakan pendamping keluarga Mary Jane. Harold sedang mengumpulkan dukungan dari gereja di Filipina. Ia berharap gereja menulis surat kepada keuskupan di Indonesia dan selanjutnya melobi Jokowi agar mendapatkan grasi. "Tidak lupa, kami banyak menggelar doa bersama untuk Mary Jane," tutur Harold.
Sunudyantoro, Istman, Moyang Kasih Dewi Merdeka, Shinta Maharani (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo