Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Harapan pada frans

Musikus frans haryadi mempergelarkan musik klasik atraktif dan kaya komposisi ke 85 orkes simponi jakarta. ia sedang menulis buku pelajaran musik.

4 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG berjenggot itu menghilang dari TIM. Dia lebih banyak tampak di meja bilyar. Orang-orang menyangka ia sedang frustasi dan besar kecurigaan bahwa ia akan menjadi seniman kumal. Terkubur dalam rencana-rencana besar tapi tak pernah berbuat apa-apa. Tak tersangka tiba-tiba ia muncul sebagai konduktor Orkes Simfoni Jakarta. Dalam kesempatan yang lalu, banyak orang memujinya karena memberikan udara segar. Caranya memilih reportoar. Gaya penampilannya yang lain. Semuanya menjadikan orang terkesima karena tak pernah menyangka sebelumnya. Maka mulailah kesibukan baru dari musikus yang bernama Frans Haryadi ini. Santai Tanggal 25 Mei yang lalu, ia muncul lagi sebagai konduktor dalam pergelaran ke-85 Orkes Simfoni Jakarta. Disaksikan oleh hadirin yang lumayan banyaknya. Ruang pergelaran di Studio V RRI yang megah itu, kembali menyaksikan pilihan repertoar yang lain serta gaya penampilan yang enak. Tidak kurang dari 2 jam dengan sekali masa jedah, ia tegak di tengah panggung membelakangi penonton. Musik yang dipersembahkannya berasal dari: Johan Sebastian Bach, Boris Blacher, Ottorino Respighi dan Georg Friedrich Haendel. Urutannya begitu rupa hingga merupakan sebuah bingkisan yang memikat, ada variasi. Sebelum gong berbunyi pada pukul 8, penonton sempat mendengar di belakang panggung para pemain mencoba instrumen. Ini menimbulkan suasana yang sama sekali tidak formil. Kendati para penonton muncul dengan pakaian sipil lengkap atau batik. Tanpa basa-basi kemudian anggota orkes muncul tak beraturan menduduki tempatnya. Mereka menunggu di tempat sama sekali tanpa menunjukkan tampang bahwa mereka sedang bersiap untuk memasuki sesuatu yang sangat serius. Mereka yang lebih senang pergelaran simponi harus klimis, mungkin menganggap sikap ini sudah terlalu acak-acakan. Tak lama kemudian muncul Frans lengkap dengan jas dan cambang. Dia tidak berusaha mengkeren-kerenkan diri. Seperti seorang pekerja biasa dia mengangguk lantas langsung saja menghadapi rekan-rekannya. Tatkala ia mengangkat tangan, barulah terasa bahwa seluruh pemain berada di bawah komandonya. Demikianlah terdengar Overtur No.D-mayor, BWV 1064 dari Bach. Kita diberi suasana antik yang lincah manis dari zaman Barok. Bach yang kaya dan sangat kreatif itu memang selalu dapat menjadi awal yang baik untuk membuat orang mendengar, terbuka dan terutama tidak mengantuk. Ada Yang Terbuka Tak lama kemudian, setelah sebentar ke belakang panggung untuk melemaskan otot, Frans muncul kembali dengan Boris Blacher (1903-1975). Repertoir yang dipilihnya bernama: Musik Ko sertan untuk Orkes opus 11 (1973). Nomor kontemporer ini benar-benar merupakan bingkisan yang istimewa. Jarang kita mendapat suguhan musik tua bersanding musik kontemporer. (Belakangan pianis Irawati Sudiarso juga sudah mencobanya). Variasi ini menolong pertunjukan menjadi atraktif. Harus diakui bahwa pertunjukan musik serius di bumi ini separuhnya masih bersifat usaha menanamkan rasa cinta, usaha apresiasi. Frans lewat nomor kontemporer itu membawa suasana haru, lembut, bergelora, bergairah. Kadangkala sepi dan sendiri, tetapi tak pernah menjadi sentimentil. Nomor ini bahkan sempat membuat orang menyangka: mungkin merupakan gambaran suasana jiwa Frans saat ini yang masih tetap membujang. Instrumen-instrumen seperti hidup sendiri-sendiri, berjalan sendiri-sendiri tetapi kemudian dari seliweran bunyi itu muncul harmoni tertentu. Bunyi kadangkala muncul sebagai bunyi tok. Dawai bisa muncul sebagai bunyi dawai yang mentah. Sejenak kita merasa tidak mendengar musik tetapi bunyi. Tetapi cepat kemudian irama memotong, lalu suasana kembali menggayut berayun atau menghentak-hentak. Nomor ini sangat dinamis. Ia ciri kehidupan masa kini, sehingga kadang kita seperti mendengar getaran-getaran musik jazz. Tetapi ia bukan jazz. Itu sebuah komposisi yang kaya. "Saya ingin memperlihatkan buat apa alat-alat itu dibuat. Kita telah membikin sesuatu - saya ingin menunjukkan untuk apa sesuatu itu dibuat", kata Frans 2 hari sebelum pertunjukan berlangsung. Musikus yang pernah membuat ilustrasi film Malin Kundang ini juga sedang menulis sebuah buku pelajaran textbook) yang diharapkannya akan segera rampung. Dengan munculnya Frans sebagai konduktor ia rupa-rupanya tidak benar-benar termakan oleh meja bilyar. Apalagi ia masih selalu rajin menghadiri setiap pertunjukan atau diskusi musik di TIM. Ada sesuatu yang terbuka pada orang ini - yang dengan sadar pula ia masukkan dalam pergelaran. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus