ORANG berjenggot itu menghilang dari TIM. Dia lebih banyak
tampak di meja bilyar. Orang-orang menyangka ia sedang frustasi
dan besar kecurigaan bahwa ia akan menjadi seniman kumal.
Terkubur dalam rencana-rencana besar tapi tak pernah berbuat
apa-apa.
Tak tersangka tiba-tiba ia muncul sebagai konduktor Orkes
Simfoni Jakarta. Dalam kesempatan yang lalu, banyak orang
memujinya karena memberikan udara segar. Caranya memilih
reportoar. Gaya penampilannya yang lain. Semuanya menjadikan
orang terkesima karena tak pernah menyangka sebelumnya. Maka
mulailah kesibukan baru dari musikus yang bernama Frans Haryadi
ini.
Santai
Tanggal 25 Mei yang lalu, ia muncul lagi sebagai konduktor dalam
pergelaran ke-85 Orkes Simfoni Jakarta. Disaksikan oleh hadirin
yang lumayan banyaknya. Ruang pergelaran di Studio V RRI yang
megah itu, kembali menyaksikan pilihan repertoar yang lain serta
gaya penampilan yang enak. Tidak kurang dari 2 jam dengan sekali
masa jedah, ia tegak di tengah panggung membelakangi penonton.
Musik yang dipersembahkannya berasal dari: Johan Sebastian Bach,
Boris Blacher, Ottorino Respighi dan Georg Friedrich Haendel.
Urutannya begitu rupa hingga merupakan sebuah bingkisan yang
memikat, ada variasi.
Sebelum gong berbunyi pada pukul 8, penonton sempat mendengar di
belakang panggung para pemain mencoba instrumen. Ini menimbulkan
suasana yang sama sekali tidak formil. Kendati para penonton
muncul dengan pakaian sipil lengkap atau batik. Tanpa basa-basi
kemudian anggota orkes muncul tak beraturan menduduki tempatnya.
Mereka menunggu di tempat sama sekali tanpa menunjukkan tampang
bahwa mereka sedang bersiap untuk memasuki sesuatu yang sangat
serius. Mereka yang lebih senang pergelaran simponi harus
klimis, mungkin menganggap sikap ini sudah terlalu acak-acakan.
Tak lama kemudian muncul Frans lengkap dengan jas dan cambang.
Dia tidak berusaha mengkeren-kerenkan diri. Seperti seorang
pekerja biasa dia mengangguk lantas langsung saja menghadapi
rekan-rekannya. Tatkala ia mengangkat tangan, barulah terasa
bahwa seluruh pemain berada di bawah komandonya. Demikianlah
terdengar Overtur No.D-mayor, BWV 1064 dari Bach. Kita diberi
suasana antik yang lincah manis dari zaman Barok. Bach yang kaya
dan sangat kreatif itu memang selalu dapat menjadi awal yang
baik untuk membuat orang mendengar, terbuka dan terutama tidak
mengantuk.
Ada Yang Terbuka
Tak lama kemudian, setelah sebentar ke belakang panggung untuk
melemaskan otot, Frans muncul kembali dengan Boris Blacher
(1903-1975). Repertoir yang dipilihnya bernama: Musik Ko sertan
untuk Orkes opus 11 (1973). Nomor kontemporer ini benar-benar
merupakan bingkisan yang istimewa. Jarang kita mendapat suguhan
musik tua bersanding musik kontemporer. (Belakangan pianis
Irawati Sudiarso juga sudah mencobanya). Variasi ini menolong
pertunjukan menjadi atraktif. Harus diakui bahwa pertunjukan
musik serius di bumi ini separuhnya masih bersifat usaha
menanamkan rasa cinta, usaha apresiasi.
Frans lewat nomor kontemporer itu membawa suasana haru, lembut,
bergelora, bergairah. Kadangkala sepi dan sendiri, tetapi tak
pernah menjadi sentimentil. Nomor ini bahkan sempat membuat
orang menyangka: mungkin merupakan gambaran suasana jiwa Frans
saat ini yang masih tetap membujang. Instrumen-instrumen seperti
hidup sendiri-sendiri, berjalan sendiri-sendiri tetapi kemudian
dari seliweran bunyi itu muncul harmoni tertentu. Bunyi
kadangkala muncul sebagai bunyi tok. Dawai bisa muncul sebagai
bunyi dawai yang mentah. Sejenak kita merasa tidak mendengar
musik tetapi bunyi. Tetapi cepat kemudian irama memotong, lalu
suasana kembali menggayut berayun atau menghentak-hentak. Nomor
ini sangat dinamis. Ia ciri kehidupan masa kini, sehingga kadang
kita seperti mendengar getaran-getaran musik jazz. Tetapi ia
bukan jazz. Itu sebuah komposisi yang kaya.
"Saya ingin memperlihatkan buat apa alat-alat itu dibuat. Kita
telah membikin sesuatu - saya ingin menunjukkan untuk apa
sesuatu itu dibuat", kata Frans 2 hari sebelum pertunjukan
berlangsung. Musikus yang pernah membuat ilustrasi film Malin
Kundang ini juga sedang menulis sebuah buku pelajaran textbook)
yang diharapkannya akan segera rampung. Dengan munculnya Frans
sebagai konduktor ia rupa-rupanya tidak benar-benar termakan
oleh meja bilyar. Apalagi ia masih selalu rajin menghadiri
setiap pertunjukan atau diskusi musik di TIM. Ada sesuatu yang
terbuka pada orang ini - yang dengan sadar pula ia masukkan
dalam pergelaran.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini