Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Film 'Heretic' Mempertanyakan Iman dan Kebenaran Agama

Karena film horor bukan semata soal hantu dan kematian. Heretic mengeksplorasi tentang agama.

30 November 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jebakan labirin dan penyesatan pikiran ala film Heretic. 

  • Akrobat aktor Hugh Grant dalam film horor psikologis Heretic. 

  • Keputusan sutradara Scott Beck dan Bryan Woods mempertanyakan kebenaran agama sebagai inti cerita horor. 

BAGI Anda penikmat film horor luar negeri pasti tak asing dengan rumah produksi dan distribusi film A24. Ya, A24 telah merilis sejumlah film horor unik nan berkualitas dalam beberapa tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebut saja Midsommar (2019), film horor yang membuat garuk-garuk kepala. Lalu ada film horor psikologis Hereditary yang dirilis pada Juni 2018. Selanjutnya ada It Comes at Night (2017), X (2022), Men (2022), Talk to Me (2023), serta I Saw the TV Glow (2024). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paling anyar, A24 menyuguhkan film horor psikologis berjudul Heretic sejak 8 November 2024 dan baru tayang di Indonesia pada 20 November 2024. Heretic memenuhi standar sebagai film horor lain dari yang lain. 

Film ini berkisah sepasang misionaris agama Mormonisme bernama Barnes yang diperankan Sophie Thatcher dan Paxton yang diperankan oleh Chloe East. Mereka sedang melakukan layanan dakwah ke sebuah rumah milik pria paruh baya bernama Reed yang diperankan aktor Hugh Grant. 

Mormonisme adalah sebuah kepercayaan yang  didirikan oleh Joseph Smith pada 6 April 1830. Para pengikut mengklaim Mormon sebagai bagian dari Kristen. Dengan kata lain, agama ini masih menjadi pemuja Yesus Kristus dan kitab Injil. Bedanya, penganut kepercayaan ini masih menambahkan satu kitab sebagai pedoman hidup mereka, yakni Mormon. 

Kitab Mormon mengungkap banyak orang yang telah meninggalkan ajaran Kristus. Kitab ini juga mengungkapkan keberadaan seorang nabi Amerika kuno bernama Mormon. Orang inilah yang menulis rangkuman catatan sejarah selama beberapa abad dalam lempengan emas yang kemudian ditemukan oleh Joseph Smith lewat perantara Moroni, keturunan terakhir Mormon. 

Barnes dan Paxton semula mengira proses pelayanan jemaah ini akan berjalan lancar seperti biasa. Namun Reed rupanya bukan orang sembarangan. Reed paham berbagai agama dan kepercayaan yang dianut manusia dari masa ke masa. 

Adegan film Heretic (2024). IMDb

Celakanya, Reed memang sengaja menjebak Barnes dan Paxton di dalam rumahnya yang ia bikin seperti labirin. Lebih dari itu, Reed ingin membawa Barnes dan Paxton dalam kebimbangan dan mempertanyakan keimanan mereka. Bukan itu saja, nyawa kedua perempuan itu juga ada di genggaman Reed. 

Dalam permainannya, Reed berusaha menjebol keimanan Barnes dan Paxton dengan penjelasan kritis dan pertanyaan yang menjebak. Ia yakin semua kitab suci agama hanyalah bualan dan tulisan manusia. Bahkan terdapat kemiripan satu sama lain. Ia membuat teori konspirasi tentang Injil yang tak lain hanyalah gabungan cerita dewa-dewa Yunani, Mesir kuno, serta Hindu. 

Berbeda dari film horor lain, Heretic tak memasukkan unsur hantu atau makhluk astral sebagai bumbu seram. Kengerian murni berasal dari pemikiran dan skenario busuk Reed mengelabui kedua penyiar agama itu. Film ini juga tak punya banyak jump scare alias kejutan yang menjadi unsur wajib film horor pada umumnya. 

Walhasil, sisi horor dalam film yang berdurasi 111 menit itu murni dari dialog ketiga tokoh utama, yakni Reed, Barnes, dan Paxton, yang lama-kelamaan makin intensif. Kegelapan ruang bawah tanah juga menjadi bumbu horor film ini. 

Film ini mendapat reaksi positif dari media, pengamat, dan situs web penilaian film. Heretic, misalnya, mendapat skor 7,2/10 dari IMDb dan 91% dari Rotten Tomatoes

Salah satu pujian diberikan kepada Hugh Grant. Ya, aktor 64 tahun berkebangsaan Inggris itu mampu menerjemahkan tokoh Reed yang aneh, kejam, psikopat, dan penuh teka-teki dengan sempurna. 

Bagi penikmat film, tokoh Reed ibarat di luar zona nyaman Grant selama ini. Maklum, dalam beberapa tahun terakhir, Grant kerap memerankan tokoh konyol dalam film-film bertema komedi romantis, seperti Four Weddings and a Funeral (sebagai Charles, 1994), Nothing Hill (sebagai William, 1999), dan serial Bridget Jones (sebagai Daniel Cleaver, 2001-2016).

Bahkan Grant mengatakan perannya sebagai Reed di Heretic sebagai sebuah akrobat yang cukup menantang. "Bayangkan, selama 8-10 tahun terakhir saya jadi kecanduan bermain sebagai orang aneh, dan saya harus meningkatkannya setiap saat seperti orang kecanduan saja," katanya dalam sebuah wawancara seperti dikutip dari Screen Rant. 

Duet sutradara sekaligus penulis naskah Scott Beck dan Bryan Woods memuji setinggi langit Grant. Menurut mereka, sang aktor dengan mudah melampaui ekspektasi yang dipasang untuk karakter Reed. Ya, Beck dan Woods rupanya sempat harap-harap cemas akan penampilan Grant sebagai tokoh antagonis mengingat selama ini ia lebih sering bermain sebagai orang konyol.  

Beck bercerita, ketika proses pengambilan gambar dilakukan, semua kru dibuat tegang oleh percobaan akting Grant. Tanpa disangka, selama 10 menit Grant mampu tampil matang dan sesuai dengan karakter gila Reed. "Kami hanya bisa duduk terdiam dan berkata, ya Tuhan. Semua kru seperti meledak kagum," ujar Beck. 

Selain Grant, Beck dan Woods layak mendapat pujian tinggi. Keduanya berhasil menyuguhkan sebuah film horor yang terbilang lain dari yang lain. Pada saat agama menjadi obat dari cerita horor di film-film lain, mereka justru membuat agama menjadi inti dari cerita seram itu. 

Beck dan Woods punya ambisi terselubung sejak beberapa tahun lalu untuk membuat film horor yang membahas agama secara rinci. Bukan bermaksud melunturkan keimanan seseorang, justru mereka berharap penonton akan merenungkan lagi pembahasan tentang asal-usul dan kebenaran agama. Walaupun mereka juga mengakui tak ada yang bisa memecahkan misteri tentang agama.

Beck dan Woods yakin bahwa hal-hal seperti monster dalam setiap film horor adalah ketakutan manusia akan kematian. Menurut mereka, sudah sewajarnya manusia takut mati. Namun, pertanyaan berikutnya, apa yang akan terjadi setelah manusia mati? Pertanyaan berikutnya, apakah manusia akan pergi ke tempat yang lebih baik atau sekadar mati begitu saja? 

Nah, jawaban dari segala kekhawatiran tersebut adalah agama. Agama akan memberikan keyakinan bagi penganutnya bahwa semuanya akan baik-baik saja setelah kematian asalkan orang itu baik di mata agama. 

"Hal ini selalu menjadi percakapan yang menarik untuk diangkat dan ditanyakan pada diri kita sendiri pertanyaan yang sama. Itu terasa sempurna untuk film yang menakutkan," kata Beck. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus