Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Inilah Bengkel Jakarta

Bengkel pelukis Jakarta berpameran di TIM 25-31 Maret lalu. Dari 100 buah karya yang muncul, jelas terlihat bahwa pelukisnya bukan dari kelompok yang satu ide.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENGKEL Pelukis Jakarta, muncul di ruang pameran TIM (25 s/d 31 Maret) dengan lebih dan 100 buah karya. 36 buah nama muncul serentak - di antaranya Sulebar Sukarman, Dolorosa Sinaga, Ugo Haryono, Nasrul Taher nama-nama yang dikenal di lingkungan LPKJ. Pameran ini diikuti pula oleh omong-omong tentang senirupa oleh pelukis Nashar dan Mustika. Semangat untuk melukis terbayang jelas dalam pameran ini. Berbagai kecenderungan muncul. Yang menarik adalah bahwa mereka tidak merupakan kelompok atau gerombolan yang disatukan oleh ide yang sama, sebagaimana kelompok Senirupa Baru. Sulebar, salah seorang dedengkot Bengkel, dalam diskusi 27 Maret sempat menerangkan bahwa yang mau digapai memang bukan organisasi. Lebih ditekankan pada penyaluran bakat mereka yang sudah terlanjur jatuh cinta pada senirupa. Ini dapat menjelaskan kenapa muncul berbagai kecenderungan. Seli Rupa Bau Dari sekian banyak hasil, belum munul satu tokoh yang benar-benar dapat diketengahkan sebagai kampiun. Yang jelas terasa adalah nafas mencari. Banyak hal yang bersifat teknis belum selesai, sehingga kadangkala kita berhadapan dengan ide yang telanjang bugil. Hal itu sudah terlewati oleh kelompok Seni Rupa Baru dalam pamerannya yang lalu. Edi Th misalnya, yang menampilkan karya-karya yang meruang, hanya sempat mengesankan banyaknya pengaruh dari pameran kelompok Seni Rupa Baru. Ia membalut tiang gedung dengan karet busa putih. Ia juga menyuguhkan lukisan Lingkaran Merah dan Putih yang diletakkan di kursi dengan dipagari tali plastik kuning. Tetapi semuanya baru ide. Segi pertukangannya - meminjam istilah Umar Khayam - belum mantap. Pengaruh pelukis senior, seperti Nashar, banyak terlihat. Sayang sekali bukan pengaruh rohani, tetapi bentuk. Pengaruh tersebut menjelaskan bahwa usaha pencarian dari anak-anak Bengkel ini kebanyakan menjurus pada penemuan bentuk: pemahiran teknis dan kemudian pemantapan pada idiom-idiom lahiriah. Tidak terasa semacam penggalian nilai-nilai sebagai dimensi yang dapat memberi kedalaman pada karya. Kita lihat misalnya karya-karya Jimi B. Ardi: triplek yang ditempeli guntingan gambar. wanita yang bergantung di seluruh ruangan. Usaha itu bukan merupakan respons pada ruangan. Tidak mengisi ruangan itu. Malah tiba-tiba menjadi barang asing yang mengganggu. Berbeda dengan lukisan-tanpa judulnya yang terdiri dari dua buah bingkai dengan komposisi-komposisi yang menarik di dalamnya. Karyanya yang belakangan ini menunjukkan ketrampilannya yang besar dalam soal warna dan emosi garis. Kosong Yang pantas disebut dalam pameran ini adalah Asriljoni Lesmana, Djoni Bharata, F.X. Poernomo, Ipung Gozali, Iskandar SA, M. Noer dan Suryadi. Deretan nama tersebut tampil dengan karyakarya yang segar serta mantap tekniknya. Mereka memiliki semacam isi yang membuat karya mereka berbicara. Memang ada juga pengaruh pelukis senior, tapi sudah sempat dimanfaatkan dengan baik. Sedang Sulebar, yang pernah kita lihat punya kemungkinan baik dengan lukisan cat airnya, kini bergulat dengan cat minyak. Belum sempat mengoper semua yang diperolehnya dari kemungkinan transparan cat air. Akibatnya adalah bahwa sapuan-sapuannya jadi kaku, kadangkala hanya terasa untuk memindahkan lukisan cat airnya ke kanvas. Parade anggota Bengkel menunjukkan satu hal yang penting: bahwa latihan melukis, kalau hanya dititikberatkan pada praktek, akan membuat lukisan timpang. Kosong. Sementara ketrampilan teknis membuat orang pintar meniru tetapi tidak menampilkan sesuatu yang khas. Agaknya dengan imbuhan latihan rohani, pengisian pada bagasi fikir?n, Bengkel masih dapat diharap memberi hasil yang lebih mantap. Diskusi sering diejek sebagai arena omong besar dari orang-orang yang tak pernah menghasilkan apa-apa, karena sibuk bicara. Tetapi diskusi juga seperti vitamin yang mutlak dibutuhkan, kendati dalam jumlah yang pas saja. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus