RUANG pameran Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, sejak 25
Maret menampung banyak potret yang maunya menggambarkan
"Senirupa Tradisionil" Indonesia. Di sana dapat dilihat
potret-potret berwarna dari beberapa relief candi, topeng Bali,
wayang, kain tenun, dan selebihnya dokumentasi kegiatan melukis,
mengukir, juga potret kerajinan anyaman tangan serta karya
batik.
Yang paling mengganggu adalah: potret-potret yang ditampilkan
tidak begitu bagus. Tidak dapat menunjang subyek-subyek yang mau
dipamerkan. Kita mungkin sempat terpesona oleh begitu banyaknya
kekayaan dalam senirupa tradisionil kita. Dan oleh begitu
gempalnya tradisi yang bisa menjadi latar belakang seorang
pribumi yang hendak meneruskan kegiatannya dalam bidang
senirupa. Kekayaan itu tidak kecil, boleh dikatakan kelas satu.
Simbolik
Disiplin yang terasa dalam karya-karya tradisionil adalah
disiplin menstilir kehidupan. Ornamen-ornamen khas dari
bentuk-bentuk seni tradisi, menyarankan semacam suasana jiwa
untuk menegakkan dunia lambang-lambang. Satu pergaulan yang
samar dengan nilai-nilai yang dilafalkan secara simbolik.
Senirupa tradisionil lebih cenderung pada seni dekoratif seakan
hendak menangkap inti-inti hidup dengan kerangka-kerangka yang
pasti.
Kita lihat saja patung-patung Irian Jaya. Di samping kita
memergoki kesederhanaan dalam menangkap bentuk, kita mencium bau
primitif yang sifatnya religius. Terasa senirupa bukan hanya
barang pajangan, bukan hanya kerjaan untuk mencapai keindahan.
Tetapi juga untuk memberi keseimbangan pada masyarakat mereka.
Terutama segi rohaninya. Lebih jelas lagi kalau kita perhatikan
potret-potret wayang, keris dan adegan-adegan dalam candi.
Teknik yang dicapai para seniman kita di masa lalu - bahkan para
pendukungnya sampai saat ini - bukan teknik yang semrawut.
Mereka benar-benar orang profesionil yang menguasai pekerjaan.
Lihatlah beberapa buah relief di dinding candi, yang tampak
cedera, tetapi kesegarannya tak hilang. Di sini agaknya
kejempolan mutu karya tersebut tak sempat dirobohkan zaman.
Dengan pemotretan yang lebih baik, pasti dokumentasi seperti ini
akan bertambah menarik. Apalagi kalau di dalam gebrakan tersebut
tersimpul semacam sikap yang jelas dalam menghadapi senirupa
tradisionil tersebut. Apakah kita akan memujanya saja, atau
mengamatinya dengan curiga, menganalisanya atau menempatkannya
sebagai unsur bayangan dalam segala aktivitas senirupa pribumi
setiap masa. Kalau jelas, dokumentasi akan lebih dari hanya
sekedar kegiatan mencatat.
P.W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini