Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lagu All My Loving karya The Beatles, yang di mata kebanyakan orang hanyalah ekspresi cinta remaja, malam itu tunduk di tangan Wolfgang Muthspiel. Dengan gitar elektrik, gitaris asal Austria ini mentransformasikan lagu yang pertama kali dirilis pada 1963 itu sebagai sebuah komposisi jazz yang imajinatif, berwarna-warni, berlapis-lapis, multitafsir, juga menghibur.
Muthspiel, 41 tahun, bukanlah gitaris sepopuler, misalnya, Lee Ritenour—gitaris Amerika Serikat yang di sini dikenal antara lain lewat instrumental Rainbow. Tapi lulusan Berklee College of Music, Boston, Amerika, pada 1989 ini sebenarnya kerap berkolaborasi dengan nama-nama besar dalam jazz. Dia juga sempat mengisi posisi gitaris eksentrik Pat Metheny dalam Gary Burton Quintet. Di negara asalnya, juga di Eropa, dia disebut sebagai ”salah satu artis paling mengasyikkan di wilayah jazz dan klasik saat ini”.
Satu di antara kelebihan-kelebihannya adalah kemampuannya melihat keelokan sebuah komposisi. Dia terampil pula menyajikan sudut pandangnya itu dengan cara yang memungkinkan orang melihat hal baru, seperti yang dilakukannya dengan All My Loving saat tampil tunggal dalam rangkaian Guitar Maestros Series, di Usmar Ismail Hall, Jakarta, Ahad pekan lalu.
Di tengah panggung luas yang hanya ada ampli, dua speaker monitor, mikrofon, satu set efek, dan kursi, juga dua gitar, Muthspiel ibarat pelukis dunia antah-berantah yang sanggup membaurkan elemen yang masih segar dengan elemen yang sudah sangat dikenal. Dia melakukannya pada kanvas baru yang dibentangkannya di atas pigura yang sudah ada. Caranya begitu meyakinkan: dia menciptakan narasi panjang (berupa melodi) dalam beberapa bagian yang setiap bagian dimulai dengan kalimat terakhir bagian sebelumnya. Yang menakjubkan: melodi itu melintas-lintas di balik not-not tunggal yang bergerak cepat, dari enam dawai yang ada, dan perpindahan akor yang datang beruntun.
Teknik kanvas baru ia gunakan juga untuk komposisi orisinalnya. Dia menjalin deretan not untuk membangun ritme, atau terkadang bebunyian perkusif atau yang berfungsi sebagai ornamen, yang lalu direproduksi seketika lewat teknik looping dan efek delay sehingga terdengar berulang-ulang; di atas itulah lalu dia melakukan apa saja—menorehkan melodi utama lagu dan frase-frase solonya, juga menumpukkan variasi-variasi lainnya.
Komposisi orisinalnya memang cenderung menyajikan tapestri bebunyian. Pada Waves, yang membuka konser, misalnya, dia bagaikan menerbangkan ratusan balon dan kemudian, dengan petikan yang mengalir bersih, memainkan melodi utama lagu dan frase not-not solo yang berkelok-kelok di antara balon-balon yang melayang-layang itu. Begitu pula pada Youssou, komposisi yang terasa riang dan ”sangat Afrika”, persembahannya untuk Youssou N’Dour, musisi Senegal yang namanya mendunia.
Muthspiel menggunakan efek secara bersahaja, tapi efektif—seperti setelan cokelat muda yang dikenakannya malam itu. Deretan efek yang dioperasikan dengan pedal ia fungsikan sebagai pemerkaya penampilannya, bukan untuk memoles permainannya. Saat membangun fondasi Heavy Song, pembuka babak kedua yang bernuansa ”keras”, dia juga hanya sedikit membubuhkan efek distorsi.
Namun, efek hanya sebagian dari pesona permainan Muthspiel. Dalam setting yang bersih pun gitaris dengan hampir selusin album rekaman ini tetap cekatan dan atraktif. Dia menggunakan plektrum, jemari, dan gerakan tubuh untuk menghasilkan nada dalam presisi dan efek yang dikehendakinya. Dia bisa memainkan frase-frase melodi sederhana atau mewah, hening atau riuh, dalam gaya bob, pos-bob, maupun bebas; bisa pula menirukan pukulan gendang, atau menghasilkan sekuens bas yang terdengar bagai bercakap-cakap dengan melodi yang ada.
Seperti melengkapi teknik yang dikuasainya, dia pun jitu membubuhkan humor, misalnya tentang komposisi yang terasa reflektif berjudul Shanghai. ”Saya bahkan belum pernah ke Shanghai,” katanya. ”Jadi, mungkin saja saya keliru.”
Konser malam itu, sebuah peristiwa langka, menunjukkan betapa Muthspiel seharusnya memperoleh tempat di dalam lanskap jazz sama luar biasanya dengan kemampuannya.
Purwanto Setiadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo