Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Berakhir dengan Mak Nyuss..

Acara kuliner di televisi makin beragam. Tidak hanya berbagi pengetahuan memasak dan makanan yang ditawarkan, tapi juga menghibur.

22 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mak nyuss.... Kita kenal istilah yang tak bisa disamakan dengan satu kata itu dari buku (alm.) Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul. Pasangan pembantu Mr Rigen dan Nansiyem menyuguhkan masakan olahan tangan mereka. Segenap rasa Pak Ageng tersedot ke dalam penganan itu. Ia menikmati dengan sepenuh hati, lantas lahirlah cetusan yang mendekati bunyi itu.

Di luar buku itu, ada seseorang yang rajin menggunakan istilah tersebut. Di Trans TV, dalam Wisata Kuliner, ia muncul. Ekspresi, gaya bicaranya, semua ikut menggambarkan detail santapannya. Ia, Bondan Winarno, mencicipi sop buntut warung pinggir jalan di sudut Kota Bogor, menyantap hidangan mahal di sebuah restoran di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, sambil bercerita. Narasi pun berakhir dengan ”mak nyuss...”, kata yang kini menjadi stempel lulus uji kelezatan versi Bondan.

Pemirsa menyukai acara berburu makanan ini. Mulai ditayangkan 3 Juli 2006, Wisata Kuliner terus muncul hingga kini—setiap hari kecuali akhir pekan. Ya, Bondan punya banyak kawan yang rela berburu makanan, sampai ke ujung dunia. Kamera menyorot nama restoran, kafe, atau rumah makan, tapi unsur komersial di dalam acara ini cepat tertutupi oleh narasi Bondan yang cukup bagus. Bondan dikenal sebagai penulis wisata kuliner, bertajuk Jalansutra, sejak 2001, pada sebuah harian nasional.

Tapi acara kuliner di televisi tentu bukan hanya itu. Di stasiun Trans 7 acara ini tak membicarakan hasil akhir (baca: makanan jadi), melainkan pergumulan sang koki di dalam dapur. Koki Keren, dipandu aktor Tora Sudiro, menjual ”pertunjukan” yang diperankan oleh sang aktor—juga setiap hari kecuali akhir pekan. It’s the singer..eh..the cook, not the food. Lihat saja menu pilihannya: aneka salad atau tumis-tumisan. ”Memasak itu ndak ribet,” kata Tora.

Tora ganteng, humoris, dan bergaya sembarangan. Dengan santai ia memperagakan adegan memasak secara serampangan. Tak ada aturan. Ia bisa mencicipi saus langsung dari mangkuk, mengaduk-aduk bahan salad dengan tangan, menata masakan yang sudah masak di atas piring langsung dengan tangannya.

Acara ini terkadang juga dimeriahkan kehadiran ibu-ibu muda cantik dan centil. Ada ibu istri ketua RT yang bergaya sok kuasa—ia suka memberikan perintah termasuk kepada tukang sayur yang biasa keliling di kawasannya. Ada juga ibu tetangga yang minta saran menu praktis untuk ulang tahunnya. Alhasil, acara memasak yang satu ini selalu meriah dan heboh. Karena hasilnya tak penting lagi, selalu ada cadangan masakan yang sudah terhias rapi di rak bagian bawah meja. Siap muncul jika proses memasak dianggap usai.

Variasi acara memasak lain yang bisa dilirik adalah Gula-gula. Inilah acara yang juga dipandu koki keren, Bara Pattiradjawane. Acara yang mulai tayang sejak 6 Agustus 2005 di Trans TV setiap hari ini banyak menyajikan berbagai hidangan penutup yang manis dan juga kue-kue. Namun, tak sekadar membuat ”yang manis-manis”, Bara, yang benar-benar ahli masak, mengolah bahan-bahan dengan teknik berbeda. ”Kita memasak bahan tradisional dengan teknik Eropa,” katanya.

Belakangan, acara Gula-gula berkembang dengan menampilkan daerah wisata di berbagai kawasan Indonesia. Memasaknya pun dilakukan di alam terbuka, tidak terbatas di ”dapur”. Dengan penampilan funky, Bara juga berperan sebagai penikmat liburan: dia berenang di laut atau jalan-jalan di perbukitan sebelum mulai memasak. Salah satu acara itu yang mutakhir memperlihatkan Bara ke Kaliurang, Jawa Tengah. Mengunjungi Museum Ullen Sentalu, sebuah museum yang menyimpan sejarah perempuan Jawa sekaligus mengoleksi bermacam-macam batik serta berbagai benda dari Keraton Yogyakarta dan Surakarta. ”Tidak sekadar memasak, juga melihat sejarah budaya bangsa,” kata Bara.

Stasiun Indosiar juga punya acara kuliner dengan kemasan berbeda, namanya Kitchen Stadium. Menurut Pejabat Hubungan Masyarakat Indosiar, Gufron Sakaril, acara ini mengutamakan unsur kompetisi. Jadi, ada beberapa koki (chef) tuan rumah dan koki penantang. Muncul setiap Sabtu, di setiap acara, seorang koki penantang akan memilih salah satu koki tuan rumah. Yang menjadi koki-koki tuan rumah adalah mereka yang sudah menang beberapa kali berturut-turut dalam pertandingan sebelumnya.

Adapun bahan utama masakan—dari makanan utama sampai pencuci mulut—ditentukan oleh panitia. Bahan dasarnya pun unik, seperti jantung pisang, ubi-ubian. Dalam jangka waktu tertentu, kedua tim—tiap koki punya anak buah—harus menyelesaikan serangkaian hidangan yang disajikan dengan standar internasional. Untuk menentukan pemenangnya, ada tiga juri pencicip, dua di antaranya memang memiliki kapabilitas menilai makanan, sedangkan yang satu biasanya—untuk unsur hiburan—seorang selebriti.

Kitchen Stadium ini, meski merupakan acara franchise dari televisi Jepang, tampil cukup seru. Pembawa acaranya bergaya bak pemandu acara tinju. Proses memasak koki dan timnya yang bertanding juga menarik sekaligus menegangkan. Mereka bergerak cepat, tangkas, dan akurat, serta tetap harus bersih. Acara makin seru lagi jika waktu pengerjaan masakan hampir habis. ”Tiga menit lagi...,” demikian seruan pengumumannya. Lalu, ”satu menit lagi....” Kedua tim yang bertanding pun tampak bergegas menyelesaikan tugas mereka. Kadang ada tim yang mampu menuntaskan pekerjaan mereka, tapi ada juga yang gagal atau terburu-buru menyelesaikan pekerjaan. ”Kita disuguhi keterampilan memasak tiap chef, sekaligus tips mengatasi bahan memasak yang unik,” ujar Gufron.

Setiap koki punya racikan bahan dan bumbu tersendiri, pun tiap stasiun televisi punya menu acara kuliner masing-masing yang berbeda. Acara memasak atau yang berkaitan dengan makanan tidak lagi monoton menampilkan ibu-ibu dengan rambut bersasak tinggi, jari-jari berperhiasan cincin gemerlap yang selalu tersyuting bila menuangkan bumbu-bumbu atau bahan masakan lainnya. ”Acara kuliner sekarang, selain harus menghibur, juga menjadi ajang melestarikan pusaka kuliner,” kata Bondan, yang berobsesi terus memperkenalkan makanan tradisional yang mulai hilang dan tidak populer.

Ya, acara kuliner memang tidak ”hanya” menginformasikan soal makanan dan cara membuatnya, tapi juga mengedepankan unsur hiburan. Berbagai resep acara pun dicoba di setiap stasiun televisi. Dimulai RCTI, yang pertama menawarkan acara memasak dengan pembawa acara sekaligus koki laki-laki, yaitu Rudi Choirudin. Acara mempraktekkan resep-resep yang mudah dibuat ini pun beberapa kali berubah format dan judul, hingga sekarang menjadi Resep Oke Rudi.

Kini, setiap saluran televisi memiliki minimal satu acara kuliner. Bentuk tayangan tersebut sangat beragam, mulai yang menggunakan pakem ”tradisional” seperti Aroma, yang dibawakan Siska Suwitomo, hingga yang lebih mengutamakan atraksi dan hiburan seperti Koki Keren, My First Cooking. Ada juga yang campuran jalan-jalan: Wisata Kuliner, Warung Jajan, atau campuran dengan talkshow, seperti Cipika Cipiki.

Acara makanan boleh beragam, bisa berisi romantisasi makanan, bisa sekadar hiburan. Tapi tetap saja, bagi penggila makanan, memilih makanan adalah ritual tersendiri. Dari situlah ”mak nyuuss” jadi punya arti.

Andi Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus