Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musisi jazz Dhafer Youssef tampak syahdu memetik oud. Bersetelan gamis putih senada dengan kopiah di kepalanya, ia duduk memainkan instrumen berdawai yang lazim dalam musik Timur Tengah itu di depan altar suci, bersandingkan patung orang kudus, di Berchidda, Italia, pada 1998.
Lensa kamera Nina Contini Melis menangkap detail suasana itu: tradisi sufi dan mistik yang mengakar pada musik Youssef seolah lebur dalam keberagaman. ”Semua orang suka dengan potret ini,” kata Dian dari Pusat Kebudayaan Italia, Jakarta, tempat foto-foto Contini dipamerkan.
Foto-foto itu, seluruhnya berjumlah 20, sebelumnya ditampilkan di tengah keriuhan Jakarta International Java Jazz Festival 2009 di Jakarta Convention Center, pada 6-8 Maret. Di Pusat Kebudayaan Italia, pameran berlangsung hingga Rabu pekan lalu.
Contini, yang menikah dengan pemain bas asal Italia, Marcello Melis, merekam evolusi jazz dengan kamera sejak 1960-an. Ketika itu, gerakan free jazz di Roma dan berbagai tempat lain di Italia sedang mekar-mekarnya. Dari sana, Contini melanjutkan ”perburuan”-nya ke New York pada 1970-an, saat gerakan kebudayaan loft jazz—yang merupakan kelanjutan dari free jazz—meruyak. Contini, yang kini menetap di Paris, Prancis, masih berkeliling di sejumlah negara di empat benua sejak itu.
Wilayah jelajahnya memang luas. Periode-periode yang ia lalui pun terhitung riuh di lanskap jazz. Wajar jika banyak figur penting musik yang lahir di lingkungan warga kulit hitam Amerika Serikat itu menjadi obyeknya. Hasil bidikan kameranya dalam format hitam-putih, bertema ”Some Jazz Images”, menghadirkan tokoh seperti Michel Petrucciani, Steve Lacy, Betty Carter, Charles Mingus, Ron Carter, Sun Ra, Woody Shaw, Marcel Khalife, Chet Baker, Bill Evans, Lionel Hampton, Miles Davis, Danny Richmond, dan Mal Waldron.
Perempuan yang lahir di New York 66 tahun lalu ini tak selalu memotret seniman-seniman improvisasi itu saat berada di panggung dan di dalam studio, tapi juga dalam keseharian yang jauh dari gemuruh aplaus penonton. Foto Betty Carter, penyanyi Amerika yang berteknik improvisasi tiada duanya, diambil saat tertawa lepas pada 1979 di Roma. Carter saat itu berusia 50 tahun; ia meninggal 19 tahun kemudian. Woody Shaw, peniup trompet Amerika kelahiran 1944, dipotret ketika berusia 38 tahun. Selain itu, masih ada Danny Richmond (Roma, 1980), Steve Lacy (Paris, 1998), Sun Ra (Roma, 1989), dan Charles Lloyd (Lieges, 2000).
Untuk foto-foto yang merekam momen konser, Contini antara lain juga menyuguhkan Lionel Hampton yang sedang mendentingkan pianonya di Perugia, 1987. Penerima Cross of Merit for Science and Arts, anugerah kebudayaan tertinggi dari pemerintah Austria, pada 1998 itu membangkitkan kenangan dan barangkali juga imajinasi aliran swing—yang mencapai puncak popularitasnya pada 1940-an. Hampton wafat dalam usia 94 tahun pada 2002.
Masih di Perugia, pada 1981, Contini memotret Ron Carter yang terlihat ekspresif memetik kontrabas. Ketika itu, Carter berusia 44 tahun. Carter merupakan pemain bas yang pernah mendukung kuintet kedua Miles Davis pada 1960-an.
Tentu saja, Miles Davis adalah ikon yang mustahil dilewatkan. Peniup trompet, bandleader, dan komposer yang menjelajah dan berperan penting di setidaknya empat aliran jazz ini dibidik saat tampil di Roma pada 1982. Detail yang terlihat bagai menyebarkan anasir sunyi dan gaduh, letupan emosi, bahkan ceruk spiritual yang selalu terkandung dalam deretan not yang terdengar dari trompet Davis.
Pameran karya Contini mungkin jauh dari hiruk-pikuk Jakarta. Tapi, bagaimanapun, foto-foto itu telah menghamparkan kesaksian mengenai satu aliran musik yang hingga kini tak bisa didefinisikan secara ketat oleh seorang pun, betapapun jutaan orang telah dibuat takjub. ”Jika Anda bertanya apakah jazz itu, Anda tak akan pernah tahu,” kata Louis Armstrong, peniup trompet yang dilukiskan sebagai ”mungkin musisi Amerika terpenting pada abad ke-20”.
Martha W. Silaban
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo