Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Galeri Pusat Kebudayaan di Bandung dan The Japan Foundation menggelar pameran seni grafis kontemporer karya sepuluh pelukis asal Jepang sejak 25 Juli - 13 Agustus 2024 bertajuk Variation and Autonomy: The Prints of Contemporary Japanese Painters. Para senimannya memanfaatkan tren seni kontemporer dan berusaha menilai kembali sejarah karya seni grafis Jepang.
Sejarah Seni Grafis Kontemporer Jepang
“Pameran ini tidak memamerkan karya seniman yang dianggap telah menciptakan perkembangan yang unik atau spesifik dalam sejarah seni grafis kontemporer Jepang, melainkan karya yang cenderung terlihat sebagai pemain pendukung,” kata kurator pameran Kyoji Takizawa dari Machida City Museum of Graphic Arts lewat keterangan tertulis, Selasa 6 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya pameran ini dirancang untuk menjelaskan fakta tentang sebuah bidang yang baru berkembang, yaitu karya grafis yang dibuat oleh para pelukis. “Karya-karya tersebut membantu menetapkan genre karya grafis kontemporer Jepang sambil mengisi bagiannya,” kata Kyoji. Tujuan lainnya yaitu mendorong para pengunjung pameran untuk mempertimbangkan kembali sejarah karya grafis kontemporer Jepang yang sudah ada.
Mengenal Gerakan Sosaku Hanga
Pada awal abad ke-20 muncul gerakan seni Jepang yang disebut Sosaku Hanga atau cetakan kreatif. Gerakan itu merupakan reaksi balasan kepada kalangan seniman yang mengusung seni grafis sebagai sebuah bentuk seni murni dan hanya karya orisinal saja yang diproduksi. Perlawanan dilakukan lewat karya litografi dengan nilai artistik minim dan teknik cukil kayu untuk menduplikasi gambar secara massal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian karya seni grafis buatan Masanari Murai. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Seniman generasi awal dari gerakan itu menurut Kyoji, berasal dari kalangan pelukis dan pematung baru. Sekitar pertengahan 1910-an kemudian muncul seniman-seniman yang sedari awal berkarya membuat seni grafis. Saat gerakan Sosaku Hanga meraih momentum, jumlah seniman melonjak, dan menciptakan konteks pembentukan sejarah seni grafis modern Jepang. “Setelah itu seniman grafis pasca perang yang membawa warisan leluhur mereka di awal abad ke-20 menempa sejarah seni grafis kontemporer di Jepang,” ujarnya.
Pembuatan karya seni grafis yang radikal dari gerakan Sasoku Hanga yaitu menggambar, mengukir, dan mencetak sendiri, berkembang dengan dibentuknya bengkel seni. Setelah Perang Dunia II, jumlah pelukis yang membuat karya litografi bertambah pada era 1950-an ketika seorang pengrajin litografi, Kanzaemon Onaya, ikut membimbing para seniman membuat karya seni grafis. Bengkel seni grafis di Jepang lantas merebak pada 1960-an berlanjut ke masa peningkatan nilai pasar karya grafis pada 1970-an.
Lukisan Abstrak 1930-1950-an
Karya di pameran ini dari seniman Masanari Murai yang memproduksi lukisan abstrak sejak 1930-an, mulai banyak terlibat dengan karya litografi pada 1950-an. Selanjutnya, dia juga memproduksi karya sablon dan cukil kayu. Seperti lukisannya, karya grafis abstraknya menonjolkan bentuk-bentuk yang tegas dan jelas melalui penyederhanaan figur manusia dan hewan yang radikal. Sementara Toshinubo Onosato yang membuat karya litografi di akhir 1950-an, beralih ke sablon pada 1960-an. Karya grafisnya menyelaraskan pembagian lingkaran secara halus dan sistematis.
Karya seniman lain yang dipamerkan di Bandung ini seperti Yasukazu Tabuchi, Yayoi Kusama, Natsuyuki Nakanishi, Tomoharu Murakami, Hitoshi Nakazato, Toeko Tatsuno, kemudian Kosai Hori dan Naoyoshi Hikosaka.