Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Galeri Lawangwangi Creative Space di Bandung menggelar pameran seni rupa eksperimental berjudul Observersi yang berlangsung mulai 17 Januari hingga 10 Februari 2025. Di luar kelaziman, tidak hanya pengunjung yang anonim tapi juga judul dan karya senimannya. Pameran ini melibatkan 17 orang perupa serta tiga orang kurator yaitu Rima Aisha, Dea Azalia, dan Yohanes Rian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rian, perhelatan seni rupa eksperimental itu digagas bersama para seniman, khususnya Restu Taufik Akbar yang sekaligus menjadi direktur pameran. Mereka menginginkan sebuah mekanisme pameran yang baru dengan melibatkan pengunjung dalam proses intepretasi karya.
Keunikan pada Pameran Seni Rupa di Galeri Lawangwangi
”Teman-teman seniman menginginkan juga tanggapan publik terhadap karya mereka itu seperti apa dan menginginkan penemuan kemungkinan-kemungkinan baru dalam mengintepretasikan karya mereka,” ujarnya, Sabtu 18 Januari 2025.
Teknisnya, karya di ruang galeri dipajang tanpa judul dan nama seniman pembuatnya, serta nihil tulisan kuratorial. Setelah pameran dibuka, pengunjung yang hadir diminta secara sukarela untuk memberikan pendapatnya tentang karya-karya itu.
Panitia menyiapkan tiga lembar kertas suara bagi setiap pengunjung dengan tiga kode warna di bagian atasnya. Kartu bergaris jingga untuk menuangkan apa yang dirasakan pengunjung atas karya yang dilihat. Kartu bergaris biru untuk menampung apa yang dipikirkan pengunjung, dan kartu hijau sebagai tempat ekspresi lainnya.
Seluruh kartu suara dari pengunjung yang dikumpulkan di kotak nantinya akan digunakan sebagai pemantik diskusi pameran pada 4 Februari 2025 sekaligus menjadi catatan kuratorial. Adapun 17 orang seniman yang menjadi peserta pameran itu adalah Adi Asundoro, Agnes Indah Permatasari, Ajiba, Alissa Mirea Weidenfeld, Argya Dhyaksa, Bayu P. Pratama, Dadang Sudrajat, Deden Hendan Durahman, Dikdik Sayahdikumullah. Kemudian Dzikra Afifah, Hilda Alhaque, Iftikhar Ahmad Rajwie, Khayla Indiva, Rendy Raka Pramudya, Restu Taufik Akbar, Siti F. Satir, dan Suvi Wahyudianto.
Menurut Rian saat pembukaan acara, pengunjung cukup antusias dan menjadi lebih fokus serta terhubung lebih dalam dengan karya pameran. “Kami berharap pameran eksperimental ini berkontribusi berharga dalam mengeksplorasi cara baru dalam menikmati karya seni,” ujarnya. Sementara bagi seniman seperti Restu Taufik Akbar, pameran eksperimental ini menjadi sarana untuk lebih mengetahui atau menjadi refleksi tentang apa yang dirasakan, dipikirkan, inspirasi yang ditangkap pengunjung dari karyanya.
Pengunjung Diajak Menjadi Bagian dari Pembentukan Teks
Pameran seperti ini baginya menarik karena biasanya wacana atau pengetahuan di dalam pameran dibuat oleh seniman dan kuratornya. “Tapi kalau di pameran ini, apresiasi pengunjung yang hadir menjadi bagian dari pembentukan teks kuratorial dan menjadi pengetahuan bersama,” kata dia, Sabtu 18 Januari 2025.
Dia berharap bisa mendapat apresiasi yang jujur dari pengunjung. Sementara pola anonim dinilainya membuat posisi para seniman setara tanpa memandang jam terbang dan latar pendidikan atau gelar lainnya.
Di sisi lain, pengunjung yang juga seniman, kurator, dan akademisi, Asmujo Jono Irianto mengkritik pameran itu. Antara lain karena kurator pameran lazimnya berperan sebagai pemandu dan membangun konteks bagi pengunjung atau publik yang pengetahuannya masih kurang tentang seni.
“Kalau kurator justru mau minta pendapat publik untuk membangun narasi jadi aneh karena publik beragam dan kapasitasnya di bawah kurator,” ujarnya. Pelibatan publik dalam pameran seni rupa menurut Asmujo umumnya bersifat interaktif, seperti seniman membuat karya yang dilengkapi dengan interaksi oleh pengunjung. “Publik menjadi bagian dari karyanya,” kata dia.
Pilihan Editor: Mengenal Unsur Seni Rupa Dua dan Tiga Dimensi