Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Berita Tempo Plus

Kepergian Kakak yang Mendadak

Ireng Maulana meninggal setelah bermain musik di sebuah panggung di Jakarta. Jejaknya banyak tercetak pada perjalanan musik jazz Tanah Air.

14 Maret 2016 | 00.00 WIB

Kepergian Kakak yang Mendadak
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kami kehilangan kakak kami," ujar penyanyi Margie Segers di panggung Java Jazz Coffee, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Ahad pekan lalu. Pemilik nama asli Margaretha Gerttruda Maria ini mengumumkan kepergian musikus Ireng Maulana sebelum melantunkan lagu To Love Somebody yang dipopulerkan Bee Gees. Ini lagu yang mendadak dia nyanyikan dan dedikasikan untuk Ireng malam itu.

Bukan tanpa alasan Margie menyebut Ireng sebagai kakak. Dia punya catatan panjang dengan pria pemilik nama asli Eugene Lodewijk Willem Maulana itu. Album Semua Bisa Bilang yang diproduksi di studio Hidayat pada 1974 adalah salah satu tonggak perjalanan Margie dan Ireng. Masih ada enam album yang melibatkan Margie dan Ireng setelahnya. Termasuk seri Jazz Vocal Indonesia yang dibikin dalam dua edisi dua tahun kemudian serta The Lady of Jazz yang dirilis pada 2005.

Debut pria kelahiran Jakarta, 15 Juni 1944, ini sebenarnya dimulai lewat album bertajuk Tirtonadi pada 1962. Saat itu Ireng, yang mengikuti jejak abangnya, Kiboud Maulana, untuk bermain musik, masih berusia 18 tahun. Awalnya dia ingin menjadi musikus hanya karena "ingin gaya saja". Tirtonadi, yang menjadi debut Ireng, tidak terlalu meledak di pasar. Baru pada album bertajuk Paul dan Paula, Ireng menuai sukses.

Darah musik memang mengalir deras dalam keluarga Ireng. Ayahnya, Max Maulana, adalah pemain gitar asal Cirebon, Jawa Barat. Sedangkan ibunya, Giorgina Sinsoe, penyanyi dan pemain piano asal Sangir, Sulawesi Utara. Pamannya, Tjok Sinsoe, adalah pemain bas pada era jazz 1940-an. Wajar jika Ireng mengenal musik ini sejak masih bocah. "Ayah menyuruh kami, anak-anaknya, bermain musik," kata Ireng suatu saat kepada Koran Tempo (2006). Selain keluarga sendiri, pemusik Mus Mualim mempengaruhi selera Ireng terhadap jazz.

Setelah ayahnya meninggal, Ireng harus bekerja serabutan. "Dari loper koran sampai menjadi sopir di kedutaan," kata Ireng mengenang masa lalunya. Pun, saat sudah sukses menjadi musikus jazz, Ireng pernah hanya dibayar Rp 250 ribu saat manggung di kafe lokal. Berbeda jauh dengan bayaran yang saat itu diterimanya jika manggung di luar negeri. Ireng memang salah satu musikus lokal yang melanglang buana di mancanegara. Dia tercatat pernah manggung di North Sea Jazz Festival di Belanda dan New York World Fair.

Memulai pendidikan musik di Akademi Musik LPKJ, Ireng kemudian melanjutkan ke Peabody Conservatorium of Music di Baltimore, Amerika Serikat, untuk belajar gitar klasik. Belum puas, dia kemudian meneruskan pendidikan di Koninklijk Conservatorium, Den Haag, Belanda.

Sepanjang kariernya, Ireng punya lebih dari 200 album. Tapi sebagian besar merupakan kolaborasi dengan musik pop. Pop? Ya, soalnya, "Kalau kita bikin album jazz, enggak laku," ujarnya. Untuk menjaga idealismenya terhadap musik, dia membentuk Ireng Maulana All Stars pada 1981. Ini merupakan cikal-bakal paguyuban Ireng Maulana Associates, yang kemudian menjadi penggagas Festival Jakarta Jazz, yang disingkat Jak Jazz.

Upaya Ireng memperkenalkan jazz kepada khalayak juga diwujudkan dengan menghidupkan lagi acara Pojok Jazz di TVRI pada 2006. Acara ini pernah diikuti Ireng pada 1970-an. Ireng memang mendedikasikan dirinya untuk musik jazz, yang punya segmen terbatas. "Saya punya obsesi untuk membikin padepokan jazz. Selain memberi pelajaran, seminar itu bisa jadi pusat informasi jazz," katanya. Ini obsesi yang belum kesampaian.

Setelah tampil di Pondok Indah Mall menuju panggung lain di FX Plaza, Jakarta, Ireng mengalami sesak napas, hingga mulutnya berbuih. Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia mengembuskan napas terakhirnya. Hari itu, Ahad, 6 Maret, tepat pukul 00.50. Maestro sekaligus tokoh penting musik jazz itu kini berdampingan dengan kakaknya, Kiboud, di Tempat Pemakaman Umum Kampung Kandang, Jakarta Selatan, pada usia 71 tahun. Dia meninggalkan Maria, istrinya, dan anaknya, Tomi Maulana.

"You don't know what it's like, baby. You don't know what it's like," Margie bernyanyi dengan timbre sopranonya. Yang kita tahu adalah Ireng yang gemar bercanda itu sangat mencintai jazz.

Subkhan J. Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus