Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
Maka, apa boleh buat, Abby (Madonna), sang instruktur yoga, dan sang arsitek landscape Robert (Rupert Everett) menyadari satu hal, meski mereka tak saling mencintai, meski mereka bersahabat dekat, meski mereka tak mungkin hidup sebagai suami-istri karena Robert adalah seorang gay, tetapi mereka sudah memiliki seorang anak di perut Abby. Karena itu, mereka harus hidup dalam sebuah keluarga.
Maka, komedi romantik itu dimulai dari konsep keluarga yang tidak konvensional ini. Paling tidak, itulah keinginan sutradara John Schlesinger. Untuk beberapa saat, ia cukup berhasil, karena untuk satu hal, para penonton akan segera teringat bahwa peran Rupert Everett sungguh mengingatkan pada sosok yang sama pada film My Best Friend's Wedding, saat ia tampil cemerlang sebagai sahabat Julia Roberts. Ia seorang kawan sejati, gay yang rasional dan humoris. Pendeknya, layar putih didominasi oleh kehadirannya.
Kini dia kembali tampil sebagai gay yang "terpaksa" menikah dengan sahabatnya sendiri. Tetapi dia kemudian menjalani kehidupannya sebagai ayah dengan serius. Begitu seriusnya hingga kehidupan pribadinya (dia juga memiliki kekasih lelaki, seperti halnya Abby juga berkencan dengan lelaki lain) terbengkalai karena dia lebih mementingkan kehidupannya sebagai ayah Sam (Malcolm Stumpf).
Cerita mulai jadi serius, dan komedi romantik berubah menjadi drama yang cengeng. Abby jatuh cinta pada Ben (Benjamin Bratt) dan berencana menikah dan tinggal di New York. Itu berarti Robert akan berpisah dengan putranya. Kisah sudah mulai bikin gerah, terutama terjadi pengadilan perebutan anak segala. Kenapa kisah yang begitu lucu dan menarik jatuh menjadi kisah drama televisi seperti ini? Apa yang terjadi dengan tangan empu John Schlesinger, yang di masa lalu pernah menghasilkan film macam Midnight Cowboy?
Lalu Madonna. Ini juga menjadi problem. Penyanyi dahsyat ini sebaiknya memiliki agen yang berani menasihati bahwa dia hanya bagus jika berperan sebagai dirinya sendiri seperti dalam film Desperately Seeking Susan atau A League of Their Own. Dalam film Evita atau Dick Tracy, Madonna tampil bagai robot. Dalam film ini, penampilannya tak terlalu buruk, tetapi juga tidak prima karena ia tetap tertutup oleh cahaya Rupert Everett.
Tema film ini sesungguhnya sebuah pertanyaan bagi pilihan-pilihan yang mulai dilirik oleh warga Barat: single mother (memiliki anak tanpa suami) atau sepasang gay memiliki anak (dengan "menyewa rahim" wanita lain). Selain ada masalah etika yang menjadi perdebatan, sebetulnya film semacam ini hanya ingin mengambil sisi humanis di balik persoalan yang sungguh berat itu.
Berat karena ini menyangkut masa depan seorang anak, yang akan menghadapi tekanan oleh masyarakat dan lingkungannya. Tentu saja dalam film ini pertanyaan macam "kenapa ayahmu tak tidur sekamar dengan ibumu?" atau "ayahnya seorang homoseksual" itu diselesaikan dengan cara gampangan.
Pada akhirnya, The Next Best Thing menjadi sebuah karya yang tanggung. Untuk menjadi komedi, dia tak selalu tampil lucu (kecuali untuk paruh pertama film). Untuk menjadi drama, dia tak menyentuh persoalan dengan serius. Yang berhasil dalam film ini adalah penampilan Rupert Everett dan original sound track Madonna, yang kembali menyanyikan lagu klasik Don McClean, American Pie.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo