Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Sejumlah adegan ciuman antara para tokoh dalam film Satu Hari Nanti berjalan mulus tanpa sensor saat penayangan pertama dalam Festival Film Asia Jogja-NETPAC (JAFF) 2017 pada 3 Desember 2017 malam lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adegan yang diperagakan pasangan Alya (diperankan Adinia Wirasti) dengan Bima (diperankan Dewa Mahenra) juga Chorina (Ayushita Nugraha) dengan Din (Ringgo Agus Rahman) maupun perselingkuhan antar mereka menasbihkan film Satu Hari Nanti itu bergenre film dewasa untuk penonton berusia 21 tahun ke atas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Cerita tentang adult itu sedang tumbuh. Jangan dimatikan. Pasarnya stabil,” kata sutradara film Satu Hari Nanti, Salman Aristo usai penayangan filmnya itu Empire XXI Yogyakarta, Ahad, 3 Desember 2017 malam.
Pertimbangan pemilihan cerita untuk 21 tahun ke atas pun, diakui Salman karena didasarkan pada animo pasar. “Mau enggak masuk ke wilayah itu? Akhirnya tim sepakat, lalu bikin sinopsis, riset tiga kota, ketemu pemain,” kata Salman.
Saat melakukan pendekatan terhadap para pemain, Salman pun mencoba sejujur dan seterbuka mungkin. Mengingat film dewasa 21 tahun ke atas yang meskipun mengambil syuting di Swiss, namun juga akan dilempar ke pasar dalam negeri.
“Kalau kalian (pemain) dapat (peran) 17 tahun ke atas, kayaknya enggak. Berani enggak 21 tahun ke atas? Ternyata mereka mau dengan pertimbangan tadi, ceruk pasar,” kata Salman.
Dalam promo film pun, produser film Dienan Silmy menyatakan telah menyampaikan edukasi film itu. “Ini untuk 21 tahun ke atas ya. Sejak awal kami sepakat film ini harus jujur. Sudah tahu konsekuensinya,” kata Dienan.
Tak hanya itu, sejumlah keunikan muncul dalam proses pembuatan film yang 100 persen dilangsungkan di Swiss itu. Seperti skenario cerita yang belum ada, sedangkan lokasi syutingnya sudah dipastikan dilangsungkan di Swiss. Skenario yang dibuat produser film, Dienan Silmy sebenarnya sudah dilakukan selama satu tahun. Namun Dienan sendiri mengaku kurang puas.
“Swiss sudah di depan mata. Terus mau apa nih? Jadi gue bangun cerita di atas panggung,” kata Salman.
Salah satu lokasi syuting di Jungfraujoch dengan memamerkan bentangan Pegunungan Alpen yang menyerupai gundukan cokelat yang diolesi krim susu putih. Mengingat pegunungan dengan ketinggian 3.454 mdpl itu tertutup salju di beberapa bagian. Tak hanya skenario film dan plot karakter pemain yang baru dibuat di Swiss. Judul film pun belum ada. “Dari awal baca skenario, belum ada judulnya,” kata Adinia yang malam itu hadir bersama Deva dan Ringgo.
Salman pun mengungkapkan judul yang tercantum pertama kali dalam scenario adalah Project Swiss. Dalam perjalanannya sempat berubah menjadi Rinai Rindu sebelum akhirnya menjadi Satu Hari Nanti. Penemuan judul itu pun bermula ketika Deva melakukan proses reading bab III. Ada dialog Bima yang menyebutkan kalimat “satu hari nanti” dengan berulang.
“Kami semua lihat-lihatan. Kayak mau bilang, inilah judulnya,” kata Salman. Satu Hari Nanti-pun menjadi judul lagu terakhir yang diciptakan Bima sebelum memutuskan kembali ke Indonesia.
Tak ayal lagi, penggarapan film itu memakan waktu lama. Pembuatan skenario membutuhkan waktu 6-7 bulan. Proses syuting baru selesai Desember 2016 lalu. Kemudian dilanjutkan proses editing hampir satu tahun.
Visa mereka sempat mengalami perpanjangan sehingga syuting pun mundur 1,5 bulan. Selama itu pula, sempat dilakukan pergantian aktor. Acha Septriasa yang semula diplot untuk memerankan tokoh Chorina terpaksa mundur karena berbarengan dengan rencana jadwal pernikahannya. Karakter Chorina pun digantikan Ayushita. “Ini film perjalanan bagi kami. Mereka adalah orang-orang yang survive, yang post commitment,” kata Salman menjelaskan kesanya terhadap film Satu Hari Nanti.