LICENCE TO KILL Pemain: Carey Lowell, Robert Davi, Talisa Soto, Anthony Zerbe, Timothy Dalton Cerita: Michael G. Wilson & Richard Maibum Produksi: United Artists - Albert R. Broccoli Sutradara: John Glen JAMES Bond (007) ciptaan Ian Lancaster Fleming (London, 28 Mei 1908 - Jamaica, 12 Agustus 1964) adalah dongeng abad ke-20. Tokoh ini meledak setelah Broccoli membawanya ke layar perak dengan kemasan yang wah. Agen "sakti" - penakluk wanita - yang tak pernah kalah itu semakin hidup di tangan aktor Sean Connery, yang jantan. Tapi Connery (sekarang 59 tahun) akhirnya bosan jadi jagoan dan menanggalkan baju agennya, karena ia ingin ruang gerak yang lebih leluasa. Tempatnya lalu digantikan oleh George Lazenby (On Her Majesty's Secret Service, 1969). Lazenby rupanya tidak dapat wangsit. Lalu Roger Moore yang berwajah tampan menjadi Bond ke-3. Walaupun ia terlalu ganteng dan cenderung melucu, dengan sedikit menggeser watak Bond, Moore perlahan-lahan mengukuhkan dirinya. Petualangan agen 007 itu bergeser sedikit menjadi semacam parodi pada dunia keras. Humor khas Inggris Moore mengebitkan segi lain dari kehidupan Bond. Tetapi Moore pun kemudian menjadi tua. Larinya sudah tak sigap lagi. Padahal, simbol tak boleh jadi gaek atau loyo. Sebuah lambam harus selalu segar dan dapat mewakili mimpi orang, menjelmakannya sebagai jagoan masa kini. Kalau tidak hero baru seperti Indiana Jones atau Rambo akan menendangnya. Untuk itu, bajunya diserahkan kepada seorang aktor muda Inggris bernama Timothy Dalton. Syarat utama untuk menjadi pemain James Bond: harus aktor Inggris. Celakanya, dalam penampilan perdanaDalton sebagai Bond, (The Living Daylights), watak Bond berubah. Dengan sosok yang lebih muda dan lebih pendek, agen super itu menjadi lelaki romantis. Ia jatuh cinta seperti manusia biasa, bukan lagi seorang penakluk. Dalton menyentuhkan Bond ke bumi dan menjadi manusia. Episode tersebut masih tetap ditonton orang, tetapi ketidakhadiran bukan saja Connery tetapi juga Roger Moore mulai terasa mengganggu. Licence to Kill, episode Bond terbaru-yang kedua buat Dalton - mengisahkan bagaimana Bond membongkar sindikat penyeludupan narkotik. Operasi yang dilakukannya sendirian itu - bertentangan dengan perintah atasan - semacam usaha untuk membalas dendam kematian sahabatnya: sepasang pengantin baru yang dibunuh secara kejam. Bond pun menjadikejam. Ia tak segan menembak dan membiarkan lawannya masuk air untuk disantap ikan hiu. Tetapi wajah Dalton terlalu serius, ia menolak jadi manusla super. Meskipun kembali dipamerkan beberapa hal yang maunya membuat tercengang -- misalnya perkelahian udara di kapal terbang, yang mengingatkan episode sebelumnya Bond sudah tidak lagi terlalu fantastis. Kadar manusia dongeng Bond ini makin menonjol. Ia membumi menjadi cerita yang ingin dipercaya. Yang memacu kecenderungan ini adalah unsur cerita, yang tak lagi merupakan luapan pena Ian Fleming, cara Dalton membawakan tokohnya, dan interpretasi sutradara. Dalton, aktor pemain sandiwara Shakespeare itu (The Taming of the Shrew, Anthony and Cleopatra, Macbeth), mencoba mendekati tokoh Bond secara manusiawi dengan permainan watak. "Bond itu manusia biasa, dengan naluri yang normal. Hanya saja, ia senang hidup yang penuh denan marabahaya," kata Dalton, ketika mulai menjadi James Bond. Bond sekarang tidak nakal lagi, ia serius. "Ini Bond yang berdarah dan berdaging," kata produsernya. Unsur main-mainnya hilang. Unsur mimpinya luput. Fantasi menjadi drama biasa. Connery dulu juga seorang pemain watak yang baik. Ia juga memainkan tokohnya dengan sungguh-sungguh. Namun, ia memiliki kelebihan. Ia tak berusaha menyuruh penonton percaya pada apa yang dilakukannya. Ia tetap menjaga jarak artistik antara kenyataan dan lamunan yang ingin dibeli orang. Di samping itu, ia memiliki sepasang mata yang "nakal" dan postur tubuh yang berbicara. Sementara itu, Dalton di tengah dar-der-dor serta perkelahian-perkelahian tersendat-sendat oleh "permainan wataknya". Memang ia sudah lebih brutal, tidak seragu seperti penampilan pertamanya lagi, toh pesonanya belum menggigit. Film-film Bond dulu separuhnya adalah pameran barang baru, baik teknologi maupun wanita glamour. Dalam setiap episode, ada sensasi, ada peristiwa yang spektakuler, di samping humor. Licence to Kill tak memberikan itu lagi, kecuali usaha untuk melucu dan beberapa adegan yang terasa "sadistis" (pembunuhan dengan ikan hiu dan tekanan udara) - untuk membedakannya dengan peristiwa-peristiwa "nakal" pada episode Bond versi Connery maupun Moore. Ini adalah langkah berani Broccoli yang penuh risiko, karena mengubah citra Bond. Seperti Connery dan Moore, barangkali Broccoli juga sudah mulai bosan. Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini